"Baiklah, kak. Nadia izin pamit pulang duluan ya, kak!" Nadia memegang keningnya tak kala akan berpamitan dengan Yusuf tiba tiba tubuhnya terasa tak seimbang ketika ia akan berdiri. "Ahhh!" Pekiknya ketika Nadia terjatuh dan pingsan di dekat Yusuf.
Yusuf yang terkaget, karena Nadia jatuh tepat dekat kakinya. "Nad... Nad...!" Yusuf menggoyangkan tubuh Nadia namun Nadia tetap terima rak sadarkan diri. Beberapa orang menghampiri Yusuf. Dan bertanya mengapa dia bisa terjatuh. Salah seorang wanita berpakaian baju senam yang cukup tertutup menghampiri Yusuf.
Wanita itu meminta Yusuf untuk membaringkan Nadia si atas kursi taman yang cukup panjang. Dengan sedikit ragu Yusuf mengangkat tubuh Nadia ke atas kursi yang tadi ia duduki berdua dengan Nadia. "Maafkan kak Yusuf, Nad. Kak Yusuf tak bermaksud menyentuh dirimu?" Bisik Yusuf di telinga Nadia yang tertutup kerudung.
Wanita tersebut adalah bidan di kompleks perumahan tersebut yang kebetulan habis mengikuti senam di perumahan. Ia memeriksa denyut nadi Nadia. Dan melihat bagian kedua mata Nadia. "Dia kurang istirahat dan sepertinya ia sedang mengalami tekanan. Lebih baik anda membawa istri anda ke klinik atau rumah sakit terdekat. Agar bisa ditangani dengan lebih baik!" Ucap wanita yang rambutnya di ikat dan menggunakan kacamata.
"Baiklah, terimakasih!" Yusuf merogoh ponsel miliknya dan memberi tahu ummi Mariam dan Kiren. Setelah Yusuf mengirim chat ia beralih ke aplikasi taksi online.
*
*
*
Sesampainya di rumah sakit Nadia mendapatkan pelayanan medis. Saat itu ummi Mariam dan Kiren belum tiba. Yusuf masih merasa cemas saat Nadia belum sadar. Suster memasangkan infus di tangan Nadia. Dokter pun keluar dari ruangan IGD dan meminta Yusuf untuk ikut bersamanya ke ruangan. Dokter menjelaskan bahwa Nadia mengalami stres dan kurang istirahat.
"Tidak ada sakit yang serius, namun bila istri anda tetap mengalami stres karena suatu tekanan, dan pola tidur yang tidak baik serta makan yang tidak teratur maka ini bisa menjadi fatal bagi tubuhnya." Yusuf menatap ke arah wajah Yusuf.
"Maaf dok kami belum berstatus suami istri." Jelas Yusuf agar tidak terjadi ke salah pahaman.
Setelah Yusuf berbicara kepada dokter ia kembali ke ruangan IGD dimana Nadia sedang berbaring kedua mata Nadia masih terpejam. Sudah hampir dua jam Nadia masih belum tersadarkan hingga membuat kecemasan pada diri Yusuf. Dan ketika salah satu suster datang untuk memeriksa infusan yang ada tangan Nadia. "Sus apakah saya boleh bertanya?" Ucap Yasuf menghampiri suster yang berpakaian serba putih dengan jilbab berwarna hitam.
Suster pun menjawab dengan anggukan kepala dan tangannya melepaskan botol infusan yang akan ia ganti dengan botol infusan yang baru.
"Mengapa pasien belum juga sadar padahal kami disini sudah hampir dua jam?" Yusuf melihat wajah pucat Nadia dan terlihat bibit tubuh Nadia seperti lebih kurusan.
"Maaf pak, dokter memang sengaja memberikan obat tidur kepada pasien karena pasien sangat lemah karena kurang beristirahat. Dan maaf kami akan membawa pasien ke ruang inap sekarang." Satu temen dari suster itu meminta Yusuf untuk ke menyelesaikan administrasi di depan.
"Ooh seperti itu, terima kasih, suster!" Yusuf pun pergi ke resepsionis menyelesaikan semua administrasi.
Dua suster membawa Nadia ke ruang rawat inap dan memberi tahu Yusuf nama ruangan tersebut sebelum Yusuf pergi menyelesaikan apa yang harus ia urus . Ruang Assalam nomer 02 Nadia di tempat kan.
Sepanjang jalan menuju resepsionis Yusuf memikirkan apa yang membuat Nadia bisa seperti ini. "Sebenarnya apa hal yang ia sembunyikan selama ini?"
Beberapa menit kemudian ketika Yusuf hendak kembali ke ruang inap langkah kaki Yusuf terhenti. "Assalamu'alaikum, kak Yusuf?" Kiren berlari mendekat kepada Yusuf.
Yusuf berbalik. "Wa'alaikum salam. Kamu sendirian?" Yusuf mengimbangi langkah kaki Kiren.
Langkah kaki mereka menyusuri setiap bangsal yang ada di rumah sakit. Kiren tiada henti menanyakan mengapa Nadia bisa pingsan dan mengapa bisa Yusuf berada bersama Nadia. Kiren tidak tahu bila hal itu terjadi di tempat dimana tidak ada orang ya g mengenal Nadia. Kiren sempat bertanya apa hasil dari pemeriksaan dokter. Dan Kiren sedikit terkejut dengan apa yang disampaikan oleh Yusuf. Kiren pun menjelaskan kemarin ia hampir seharian bersama dengan Nadia saat Marhen pulang. Dan terlihat jelas bila Nadia menyembunyikan sesuatu dari dirinya. Seharian itu juga kiren tidak melihat Nadia makan. Mungkin hal itu lah menjadi pemicu dari pingsannya Nadia hari ini. Di tambah lagi pekan lalu Nadia mengerjakan banyak pesanan kue yang harus ia kerjakan sendiri.
Saat sampai di ruangan. Yusuf dan Nadia melihat Nadia yang sudah tersadarkan diri. Nadia sempat bingung mengapa dirinya bisa berada di ruangan ini. Karena yang dia ingat dia saat itu sedang berada di taman dekat perumahan bersama Yusuf. "Kenapa Nadia bisa ada di sini, kak Yusuf?"
Yusuf menjelaskan kejadian saat Nadia pingsan hingga ada seseorang yang menolongnya serta memberikan masukan kepada Yusuf untuk segera membawa Nadia ke rumah sakit untuk menerima penanganan yang lebih baik.
"Kamu pikir, kamu ini robot, Nad. Bisa melakukan semuanya tanpa beristirahat dan tanpa makan. Sekarang lihat berkat ulahmu sendiri kamu membuat kami menjadi panik?" Oceh Kiren yang memberikan segelas air kepada Nadia.
Yusuf hanya mengulas senyum kecil ketika mendengar Kiren memarahi Nadia.
Nadia hanya menanggapinya dengan senyuman. Karena hanya Kiren yang bisa memarahinya seperti layaknya ibu yang memarahi anaknya ketika berbuat salah. "Baik bunbun ku, Maaf bila semua ini membuat sahabat kecilku ini khawatir dan terima kasih atas segala perhatian kak Yusuf." Nadia hendak. meletakkan gelas lalu dnegan cepat Kiren membantunya.
"Kak Yusuf bila ada keperluan, kak Yusuf bisa meninggalkan Nadia bersama Kiren. Insyaa Allah Nadia akan aman." Kiren melihat mata Yusuf yang terus memandangi wajah Nadia.
Yusuf memberikan senyum kecil ketika mendengar perkataan Kiren. "Kebetulan kak Yusuf hari ini sedang kosong. Siang nanti baru kak Yusuf ada agenda." Tiba ponsel di saku celana training Yusuf berdering. Dilihatnya nama yang lamanya yang mengajaknya untuk bertemu jam sebelas siang.
Dan akhirnya setelah Yusuf mengakhiri teleponnya ia berpamitan kepada Nadia dan Kiren. Sebelum ia pergi meninggalkan ruangan tersebut. Ia menyampaikan bahwa ummi Mariam belum bisa menjenguk Nadia. Krena ada tamu dari teman lama ustadz Arffan datang bertamu ke rumahnya.
*
*
*
Di kediaman om Brama. Tepat pukul delapan malam Syakila baru saja pulang dengan Adrian. Di ikuti Marhen yang juga baru saja memasuki pintu masuk.
"Assalamu'alaikum!" Ucap Marhen sambil berlari menaiki tangga, dimana si ruang tamu ada mamahnya Retno sedang mengobrol dengan Brama.
"Marhen, tumben banget kamu pulang gak salim sama mamah dan papah. Buru buru gitu udah kaya orang kebakaran jenggot." Gerutu Retno yang tak seperti bias anak laki laki kesayangannya mengabaikan kedua orang tau nya.
Marhen yang tak melihat ke arah ruang tamu baru tersadar bahwa ada kedua orang taunya disana hingga akhirnya ia menuruni tangga kembali setelah mendengar perkataan mamahnya barusan. "Maad, mah. Marhen gak liat kalau mamah sama papah ada di ruang tamu."
"Ada apa sih kamu kaya orang gelisah gitu?" Tanya Brama papahnya.
"Mamah papah belum tahu kalau Nadia masuk rumah sakit?" Marhen melangkah menuju tangga kembali.
Brama dan Retno gadget mendengar perkataan anak sulungnya barusan hingga mereka berdua bangkit dari duduknya dan meneriaki Marhen dari bawah. "Marhen, apa yang terjadi sama Nadia, Hen?" Teriak Brama.
Syakila yang hendak mencium tangan papah dan mamahnya dibuat bingung. "Ada apa si mah, pah? kok pada teriak teriak begini?" Syakila mencium punggung tangan kalah dan mamahnya serta diikuti Adrian di belakangnya.
"Abangmu bilang Nadia masuk rumah sakit tapi mamah papah belum jelas dengernya." Retno melangkah untuk mendatangi kamar anak sulungnya.
"Apa Nadia masuk rumah sakit?" Syakila langsung merogoh ponsel yang ada di dalam tasnya dan menyentuh nama Nadia untuk melakukan panggilan. Lama tak di angkat hingga Syakila melakukannya beberapa kali. Hatinya sangat cemas memikirkan Nadia yang pasti sendirian di rumah sakit. "Ihhh, kenapa Nadia gak angkat angkat telponnya sih?" Syakila menjadi kesal hingga ia memukul mukul bantal sofa.
"Sabar, sayang. Mungkin Nadia sedang istirahat jadi ia gak denger ponselnya berdering." Adrian mencoba untuk menenangkan.
Setelah panggilan ke empat. Akhirnya ponsel Nadia menjawab panggilan dari Syakila, Namun suara dari sebrang sana bukanlah suara Nadia. Melainkan Kiren yang menjawab salam dari Syakila. Syakila bersyukur ada sahabat Nadia yang menemani Nadia di rumah sakit. Syakila menanyakan mengapa Nadia bisa masuk rumah sakit, apa yang menyebabkan dia bisa di larikan ke rumah sakit. Kiren menjelaskan dengan apa yang ia ketahui tanpa di kurangi atau di lebih lebihkan.
Setelah beberapa menit berlalu. Marhen dan Mamahnya turun dari tangga. Marhen memutuskan untuk pergi malam ini juga menemani Nadia. Sedangkan yang lain memutuskan untuk pergi besok siang. Marhen meyakinkan Syakila, Mamah dan papah nya bahwa tidak ada hal serius yang di alami Nadia. Walau bagai mana pun mereka semua sangat menghawatirkan Nadia yang tinggal seorang diri.
Syakila hanya bisa menangis mendengar semua cerita dari Kiren. Dia tahu dalam hati Nadia pasti ia sangat tertekan dengan masalah perjodohan yang begitu mendadak dan baru ia ketahui saat ia mungkin sudah memiliki tambatan hati dalam dirinya. Syakila tidak bisa membayangkan bila ia berada di posisi Nadia. Syakila berbagi cerita semua kepada Adrian.
Adrian mencoba menenangkan hati calon istrinya. Iya memberikan keyakinan bahwa Nadia adalah wanita yang tanggu seperti yang sering ia dengar dari cerita sang calon istri. "Kamu yang sering bilang dan suka cerita. Nadia wanita hebat yang kamu kagumi karena kesabaran, ketangguhan dan kegigihannya dalam menjalani hidupnya sendiri. iya kan?" Adrian mengelus pucuk kepala Syakila yang bersandar di bahunya.
"Iya!" Syakila berharap sepupunya itu bisa bahagia dalam kehidupannya. "Bila Nadia menerima perjodohan ini, aku berharap laki laki itu bisa memberikan ke kebahagiaan untuk Nadia. Tapi bila sebaliknya, aku sendiri yang akan memberikan pelajaran kepada laki laki itu." Syakila sangat menyayangi Nadia seperti adik kandungnya sendiri. Namun terkadang sifat nya yang mana jasa menjadikan dia seperti Nadia sebagai seorang kakak baginya .
*
*
*
Marhen tiba di rumah sakit dimana Nadia di rawat pukul sepuluh malam. Ketika ia hendak masuk ia melihat Kiren yang tertidur di samping Nadia. Sedangkan masih terjaga, ia. memandangi aang sahabat yang ada si sampingnya. Ia bersyukur ada Kiren yang selalu ada untuknya.
"Assalamu'alaikum." Marhen membuka pintu ruangan dimana Nadia sedang menatap ke hadiahnya. Setelah Marhen masuk ia menutup kembali pintu dengan perlahan agar tidak mengusik tidur Kiren.
"Wa'alaikum salam." Jawab Nadia sambil tersenyum senyum. Dan melihat parcel buah yang ada di tangan abang sepupunya tersebut.
Marehen meletakan parcel tersebut di meja yang ada si pojok kanan tempat tidur. "Kamu bisa sakit juga ya, nad. Abang pikir kamu itu robot yang gak bakalan sakit. Hehehe!" Marehen mengelus pucuk kepala Nadia dengan canda dan tawa.
"Sttt, jangan berisik. Liat tuh Kiren lagi tidur. Kasian dia baru aja tidur!" Nadia menempelkan jari telunjuk di atas bibinya. "Ngapain abang malem malem datang kesini? besok juga aku udah bisa pulang kok." Nadia meyakinkan bahwa dirinya baik baik saja. Karena pada dasarnya ia tidak ingin merepotkan orang orang dan membuat mereka khawatir.
"Sotoy, wajah pucat gitu mana mungkin udah boleh pulang. Makanya nurut kata abang, suruh tetap tinggal di rumah papah malah ngeyel pengen pulang. Kan jadi begini kejadiannya." Omel Marhen yang duduk bersebrangan dari Kiren.
"Iya, maaf!" Nadia tak mau berdebat. "Nanad tau kenapa bang Marhen langsung kesini. Intinya bang Marhen ingin ketemu Kiren kan, bukan jengukin Nanad?"
Sentilan di kening Nadia mendarat begitu saja. Hingga Nadia terkejut dan memajukan kedua bibinya. Nadia hendak membalas dengan mencubit tangan Marhen. Tapi tiba tiba Kiren terbangun karena kegaduhan yang mereka ciptakan berdua.
"Nad, kamu belum tidur?" Kiren merentangkan kedua tangan yang ke atas. Matanya masih terpejam.
Nadia dan Marhen hanya tersenyum melihat tingkah Kiren barusan.
"Kamu harus banyak istirahat, Nad. Ingat apa yang dikatakan dokter tadi sore!" Lagi Kiren berbicara dengan mata yang masih terpejam. Kini dia mencoba membuka perlahan kedua matanya. Dan alangkah terkejutnya saat ia melihat Marhen yang ia lihat pertama kali. Hingga ia terus mengucek ngucek kedua matanya agar apa yang dia lihat itu benar adanya.
Nadia tertawa sambil menutup mulutnya dengan satu tangan kanan ketika melihat tingkah lucu sahabatnya itu.
Marhen memberikan senyum indah serta salam kepada Kiren. "Assalamu'alaikum, hai?" Tangannya melambai di depan wajah Kiren
Kiren dia terpaku, jantungnya berdebar kencang. Wajahnya memerah seketika, ketika apa yang ia lihat bukanlah sebuah khayalan atau mimpi. Perlahan ia menarik kedua sudut bibirnya. Namun rasa malu lebih kuat sekarang, hingga ia merasa ingin pergi dari ruangan. "Yaa Allah, malunya aku. Ternyata dia benar benar ada nyata di depan mataku. Laki laki yang pernah mengisi hati ini dan sampai sekarang belum bisa tergantikan!" ucaonya dalam hati.
Nadia dengan jahilnya menepuk bahu Kiren yang masih terbengong dengan khayalan nya. Hingga Kiren tersadar dan bangkit dari duduknya. Niat hati ingin menjawab salam namun perbuatan Nadia membuatnya menjadi kikuk. Saat ia ingin berdiri Kiren hampir terjatuh karena kikuk. Kakinya menabrak ranjang yang Nadia tiduri.
"Awww!" Kiren mengaduh kesakitan.
"Ki, kamu gak apa apa?" Nadia kaget karena benturan dari kaki Kiren ke ranjang sangat terdengar jelas. Hingga Marhen pun bangkit dan ingin membantu Kiren.
Kiren berjalan sambil memperlihatkan wajah wajah yang baik baik saja kepada Nadia. walau sebenarnya ia merasakan sakit. "Aku mau ke toilet dulu ya, Nad?" Kiren salah arah karena ia bukan menuju arah toilet yang ada di seblah kanannya tapi malah menuju ointu keluar ruangan yang ada di sebelah kirinya.
"Ki, katanya mau ke toilet? kok malah ke arah pintu keluar?" Nadia mengingatkan. Ia tahu bahwa sahabatnya sedang merasa canggung kepada Marhen.
"Ahhh, iya. Maaf!"
Marhen dan Nadia hanya bisa tersenyum melihat tingkah kikuk Kiren. Marhen membrikan segelas air minum ketika melihat gelas yang ada di nakas sisi kiri Nadia masih penuh. Nadia meminumnya setengah dan hendak mengembalikan gelas tersebut sendiri ke nakas sebelahnya. Namun tangan Marhen menghentikan nya, hingga tangan Nadia dan Marhen seperti orang yang berpegangan.
Di balik pintu sepasang mata melihat kejadian tersebut. Ia menilai semua itu seperti keromantisan sepasang kekasih. Tanpa mengetuk laki laki itu akhirnya memutuskan untuk tidak jadi masuk ke dalam ruangan dan menunggu di kursi yang ada di depan ruangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Bang Ipul
pasti yusuf ya
2024-06-12
0