Dua jam perjalan yang mereka lalui. Mobil yang dikendarai pak Darto sudah terparkir di sebuah rumah mewah tiga lantai dengan halaman yang luas dan di samping kanannya ada sebuah kolam renang yang sedikit menjorok ke belakang rumah.
Kaki kanan Nadia dengan sepatu berwarna hitam turun dari mobil. Ia hendak membawa tas ransel miliknya yang ada di bagasi belakang. Namun pak Darto sudah membawanya dan diserahkan kepada bi Inah sang asisten rumah tangga Brama dan menunggu Nadia untuk terlebih dahulu jalan.
"Silahkan non! biar bibi kasih tau kamar non?" Ucap Bi Inah yang menunjukan kamar dimana Nadia akan tidur.
"Bi panggil aja saya Nadia, gak usah pake non nya ya bi." Pinta Nadia yang menyamakan langkahnya dengan bi Inah.
Mata Nadia berkeliling melihat rumah yang begitu megah dan mewah ketika ia masuk ke ruang tengah banyak foto-foto keluarga yang menghiasi dinding menuju tangga. Mata Nadia terhenti ada satu foto dimana ada foto sang ayah dan om Brama yang masih muda. Senyum manis sang ayah begitu mengusik hatinya hingga tak terasa air matanya menetes.
"Nadia " panggil Syakila yang hendak turun dari lantai dua menghampiri Nadia.
Teriakan Syakila membuat Retno dan Maher yang sedang duduk di balkon beranjak berdiri dan mengikuti langkah kaki Syakila.
Nadia menghapus air matanya yang sempat turun ke pipinya. Ketika melihat Syakila melangkah mendekat padanya
Dengan cepat Syakila menghampiri Nadia. Nadia sedikit berlari menghampiri Syakila. Syakila memeluk Nadia dengan bahagia. Sehingga seseorang dibelakangnya menyentil lengan kanan Syakila.
"Gantian dong, Kila!" Ucap Maher yang menarik baju Syakila hingga sedikit menjauh dari Nadia."
Syakila memanyunkan bibirnya dan menjauh dari Maher. "Apaan si lu bang, main tarik tarik baju orang aja!"
Tante Retno langsung memeluk keponakan yang sudah lama tak ia ia jumpai. Matanya berkaca-kaca ketika ia memeluk Nadia. Tangan kanannya mengusap lembut punggung Nadia. "Maafin tante ya sayang, yang jarang banget main ke rumahmu"
Nadia tersenyum dan menemukan kehangatan sang tante yang sudah lama ia rindukan.
"Ehemmm... Ama gue Lo gak kangen apa, nad? ledek Maher yang sudah merentangkan kedua tangannya berharap Nadia menghampirinya.
Nadia tersenyum dengan tingkah laku Maher hingga ia menggelengkan kepalanya menolak dipeluk oleh Maher. Karena Nadia merasa asing dengan Maher yang sudah 4 tahun tak berjumpa.
"Curang ahhh... gue kan udah lama banget gak ketemu Lo, Nad. Gue inget banget waktu Lo di jailin sama temen cowok yang ada di deket taman rumah lo, dan Lo malah meluk gue buat minta bantuan sama gue sambil nangis-nangis." Kenang Maher yang melihat senyum malu Nadia. "Udah gede sekarang lo lebih cantik dari Syakila ternyata ya.
Syakila melempar bantal yang ada di sofa karena kesal mendengar Maher membandingkan dirinya dengan Nadia.
Nadia mendekat pada Maher dan mencium punggung tangannya. Dengan kesempatan Maher memeluk Nadia dan mengacak-ngacak pucuk kepala Nadia yang tertutup jilbab berwana maroon.
"Jangan mau, Nad. Bang Maher belom mandi karena dia juga baru pulang dari Hongkong. Ucap Syakila menarik tangan Nadia untuk duduk bersamanya di sofa berwana coksu.
"Sudah-sudah kalau usah ketemu pasti deh rame. waktu jauh jauhan aja bilangnya kangen, sekarang pas udah ketemu kaya tikus sama kucing aja." Keluh Tante Retno yang melihat tingkah kedua anaknya.
Bi Inah berjalan menuju kamar dimana Nadia akan tidur dan meletakan tas Nadia di kamar yang tak jauh dengan kamar Syakila. Bi Inah ke luar. "Non Nadia tasnya sudah bibi taruh di kamar sebelah non Syakila." Ucap Bi Inah sambil menunjuk satu kamar untuknya.
Keributan di antara Maher, Syakila dan mamahnya seketika terhenti. Retno mengajak Nadia duduk dan berbagi cerita tentang Maher yang tinggal di luar negeri. Maher selalu menatap Nadia hingga membuat Nadia bertanya-tanya dalam hati. Apakah ada yang salah dengan penampilannya. Hingga ia memberanikan diri menanyakan hal itu kepada Maher.
"Bang Marhen, ada yang salah ya sama penampilan Nadia, sampe Nadia malu nih?" Ucap Nadia yang kini sudah mencairkan diri.
"Gak... gak. Bang Marhen cuma sedikit terpesona dengan penampilan kamu yang sekarang. Marhen mencoba mendekat pada Nadia. "Dulu kan kamu kalau pake jilbab suka gerahan gitu dan Abang gak nyangka aja sekarang pas pulang ke sini penampilan kamu udah berubah. Tambah cantik dan ayu." Puji Marhen dan seketika Syakila menoyor tubuh Marhen.
"Elo tuh ya, bang. Paling pinter kalau muji cewe, tapi sampe sekarang gue belom pernah liat elo bawa cewe ke rumah ini." Ucap Syakila sambil bersandar ke bahu Retno yang ada di sebelah kanannya.
"Emang bener, Sya. Bang Marhen sampe sekarang belom punya pacar. Apa jangan-jangan!" Nadia yang sudah berani menggoda Marhen. Hingga Marhen memicingkan matanya ke arah Nadia dan juga Syakila.
"Emang kamu tau, Nad. siapa pacar bang Marhen sebelum dia ke luar negeri?" Tanya Syakila
"Mulai dah mulai, cari perkara nih bocah berdua ya." Marhen yang sudah melayangkan bantal sofa kepada Syakila. Dan matanya mengisyaratkan agar Nadia tak mengungkit masa lalunya yang pernah menaruh hati kepada sahabat Nadia.
Syakila mendengus kesal ketika bantal itu mengenai kepalanya. Hingga terjadilah lempar-lemparan bantal antara Syakila dan Marhen. Syakila yang selalu kena dengan lemparan Marhen hingga mengadu kepada sang mamah. Sedangkan Retno menarik tangan Nadia untuk masuk ke kamar yang akan menjadi kamar pribadinya ketika ia sudah pindah ke rumah omnya.
"Mamah, bukannya nolongin anaknya malah bawa kabur Nadia." Omel Syakila yang lalu menyusul Nadia dan Retno.
Marhen hendak ikut namun sudah di tahan oleh Syakila agar tidak ikut bersama mereka bertiga. Hingga akhirnya Marhen memutuskan untuk beristirahat di kamarnya. Padahal Marhen ingin sekali menanyakan kabar sahabat Nadia yang ia pernah suka. Namun belum sempat ia menyatakan isi hatinya kepada wanita tersebut Marhen sudah pergi untuk kuliah di luar negeri.
*
*
*
Matahari sudah mulai terbenam, langit sudah mulai gelap. Lampu-lampu jalan sudah bersinar menerangi jalan. Suasana meja makan kini tampak ramai. Bangku di meja makan rumah Brama biasanya hanya ada Brma dan anaknya Syakila. Namun malam ini sudah terisi sang istri, anak laki-lakinya dan keponakannya yang kini duduk di dekat Syakila.
"Kamu harus makan banyak Nadia. Biar badan kamu berisi dan kuat." Brama menatap sang keponakan yang kurus bahkan lebih kurus dari Syakila.
"Ya om" Jawab Nadia sambil memotong kentang diisi piringnya.
Syakila meletakan sepotong ayam goreng ke piring Nadia, karena ia melihat Nadia hanya mengisi piringnya dengan sayur sop dan sedikit sambal goreng. Nadia hendak menolak namun Syakila tetap menaruh ayam goreng ke piringnya.
"Kamu tuh ya Nad pasti sibuk di toko kue ya, sampe lupa makan. Udah sih kamu tinggal disini aja sama kita-kita." celetuk Mahen yang memikirkan Nadia yang hidup sendiri.
"Sebentar lagi Syakila pasti akan di bawa sama suaminya, Tante gak punya temen ngobrol lagi. Udah kamu gak usah pulang lagi, Langsung tinggal aja disini." Kini giliran Retno yang angkat bicara. Nadia hanya diam.
"Sudah-sudah, biarkan Nadia makan dulu, nanti habis selesai makan kita bicarakan ini lagi sama Nadia." Brama memberi saran. "Gak etis juga kalau makan sambil ngobrol gitu tar gak berkah." Pungkas Brama yang sudah hampir menghabiskan makannya.
Dua puluh menit berlalu semuanya belum beranjak dari meja makan membicarakan tentang Nadia. Retno dan Marhen yang ingin sekali Nadia cepat-cepat pindah ke rumah. Sedangkan Bima dan Syakila sudah memberi tahu keputusan Nadia ketika mereka berkunjung ke rumahnya. Selesai mereka berdiskusi Syakila menarik tangan Nadia menuju ke kamarnya ingin berbincang-bincang dengan Nadia prihal pekerjaan.
"Tante, om. Nadia izin ke kamar dengan Syakila ya." Nadia mendorong kursi yang ia duduki agak ke dalam meja makan.
"Ya, nak!" jawab Retno dan Bima bersamaan.
"Mah, pah. Maher juga mau ke laur ya sebentar Roy ngajakin nongkrong di cafe!" Kini giliran Maher yang meninggalkan meja makan dan menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua.
"Ya, inget jangan sampe larut malam ya karena besok kamu harus ikut papah meeting di kantor!" Bima mengingatkan.
"Siap, pah?"
Kaki Nadia memasuki kamar Syakila setelah Nadia. Matanya berkeliling melihat besarnya kamar Syakila dengan cat warna biru muda di kombinasi dengan warna pink. Warna favorit Syakila tidak ada satu barang pun yang tidak berwarna biru atau pink di kamarnya.
"Sini, nad!" Syakila menepuk-nepuk sofa yang ada di kamarnya dan Nadia pun kini duduk di dekat Syakila. "Kamu baru ya masuk ke kamar aku." Syakila tersenyum melihat ekspresi Nadia.
"Kamu mau nunjukin apaan sih, Sya!" wajah Nadia menghadap ke Syakila.
Tangan Syakila mengulurkan sebuah map merah kepada Nadia. "Ini coba kamu liat, semoga cocok sama kamu dan aku harap kamu mau menerimanya!" Kaki Syakila kini di lipat di atas sofa matanya berbinar dan hatinya berharap semoga Nadia mau menerimanya.
Perlahan nadia membuka map tersebut dilihatnya surat akta ruko berlantai dua yang sudah dibeli atas namanya. Mata Nadia terbelalak dan artinya merasa tersentuh atas perhatian Syakila kepadanya. "Tapi, Sya! aku gak bisa nerima ini. Ini terlalu berharga buat aku!" Nadia hendak memberikan map itu kembali kepada Syakila.
"Anggaplah ini hadiah untuk kamu, Nad. Sebagai saudara dari ayah kamu aku ingin kamu bisa meneruskan cita-cita ibu kamu yang ingin kamu menjadi orang yang sukses. walau aku tahu ini mungkin langkah awal kamu buat bisa berkarir di kota ini." Kedua tangan Syakila memegang kedua bahu Nadia ia melihat titik bening di kedua sudut mata Nadia.
"Tapi, Sya. Hadiah ini terlalu mahal bagi aku. Aku bukan gak mau menolaknya. Di tempat aku tinggal juga aku sudah punya 3 toko di sana." Tolak halus Nadia yang tak enak hati pasti Syakila mengeluarkan uang banyak untuk membeli ruko dua lantai tersebut.
"Jujur, Nad. Pas kamu bilang kamu mau tinggal di sini. Aku seneng banget, dan aku mulai berpikir buat nyariin kamu kerjaan disini. Karena aku tau pasti kamu gak akan mau kerja di perusahaan papah ku. Makanya aku sempet minta juga sama calon suami aku buat nyariin posisi yang pas buat kamu." Syakila masih menatap wajah Nadia dihadapannya.
"Lalu mas Adrian bilang sedikit sulit mencari pekerjaan dengan gelar yang kamu miliki di perusahaan mas Adrian. Sampai akhirnya mas Adrian memberikan saran agar kamu bisa buka toko kue di sini atau membuat kantor notaris disini." Syakila menjelaskan bahwa usahanya untuk Nadia didukung oleh calon suami.
"Terus uang pembelian ruko ini berarti pembelian calon suami kamu, Sya!"
"Gak, Nad. Ini uang tabungan pribadi aku selama beberapa tahun ini. Aku kan kerja juga dan punya usaha kecil-kecilan bareng mas Adrian. Makanya aku ketemu terus sama mas Adrian kalau dia lagi gak ke luar kota atau ada hal penting di luar negri. " Kini Syakila mengulas senyum dan tangannya menumpu pada punggung tangan Nadia.
"Kau bener-bener gak enak nerima ya, Sya. Pasti suatu saat kamu butuh sama uang ini?" Nadia masih berdalih untuk menolak pemberian Syakila.
Tubuh Syakila berbalik membelakangi Nadia karena ia kecewa bila Nadia benar-benar menolak pemberiannya. "Ya udah kalau kamu gak mau, aku gak mau anggap kamu saudara lagi kalau gitu." Syakila memainkan trik agar Nadia mau menerimanya karena ia tahu bila ia sudah mengancam seperti itu pasti Nadia mau tak mau menerima pemberiannya.
Deg
Nadia kaget dengan perkataan Syakila. Ia mencoba berkompromi dengan nalarnya. Dan akhirnya ia menyerah untuk menerimanya. dan memeluk Syakila dari belakang. "Ia aku terima pemberianmu ini, jazakillah kakakku yang baik?" Nadia membenamkan wajahnya di punggung Syakila.
Mereka berdua akhirnya merencanakan ruko tersebut untuk menjadi toko kue "Pelangi" yang ke 4 namun toko tersebut akan menjadi toko pusat di kota H. Syakila sangat bahagia karena ia bisa membukakan jalan untuk Nadia bisa berkarir di kota H. Setelah keduanya sepakat dengan rencana yang mereka bahas. Akhirnya keduanya memutuskan untuk tidur di kamar masing-masing. Walau sempat Syakila minta Nadia untuk tidur bersamanya. Nadia menolak karena ia sedikit ada kerjaan yang belum ia selesaikan yang tempo hari Anyelir pinta padanya.
Lampu kamar Nadia masih menyala ketika Maher pulang dari kumpul temen-temannya. Dan ketika Maher masuk ia memutuskan mengetuk pintu kamar Nadia. "Assalamu'alikum, Nad, Nadia?" Tidak ada jawaban dari dalam. Karena Nadia khusyuk mengerjakan pekerjaannya di depan laptop. Hingga akhirnya Maher berfikir mungkin Nadia sudah tidur namun lupa mematikan lampu kamarnya.
Jam menunjukan pukul 12.30 Nadia baru bersiap-siap akan tidur setelah ia mengambil wudhu dan mengerjakan kebiasaanya sebelum tidur untuk sholat dua rokaat. Kini tubuhnya sudah ia rebahkan ke atas kasur otaknya sempat berfikir ada satu hal yang ia lupa dan ia mencoba untuk mengingat-ingat. Ia raih ponsel yang ada di atas nakas kecil ada beberapa notifikasi dan chat yang muncul di ponselnya. Akhirnya sesuatu yang ia sempat lupa jadi teringat ketika melihat chat dari Yusuf yang menanyakan alamat rumah om Brama. Selagi ingat Nadia langsung mengirim share lock yang pernah Yusuf minta ketika Nadia sudah sampai di rumah om nya. Setelah ia mengirim ia lihat chat yang ia kirim kepada Yusuf contreng satu. "Pasti kak Yusuf sudah tertidur." lirihnya dengan meletakan kembali benda pipih itu ke tempat semula dan ia tarik selimut yang ada di bawah kakinya untuk menutupi tubuhnya. Dalam hitungan detik matanya sudah terpejam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments