Pagi pagi Marhen dan Nadia sudah berada dalam perjalanan menuju kota M. Di dalam mobil mereka menghabiskan perjalanan dengan mengingat setiap jalan yang mereka lalui dengan cerita yang pernah mereka alami berama. Tepat di dekat SD ketika Nadia kecil Marhen menepikan mobilnya. Ada sebuah warung dengan ruko kecil yang terampil dengan bangunan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama dimana Marhen pernah bersekolah di SMP tersebut.
Semua mata tertuju saat Marhen turun dari mobil dengan kaos polo polos berwana putih dan celana cinos berwarna cream ditambah dengan sendal jepit yang terkesan sangat sederhana namun orang orang dapat mengira bila Marhen bukalah sekedar orang biasa. Kaca mata berwarna kecoklatan ia lepaskan dari hidung mancungnya. Gadis gadis berseragam putih biru yang akan masuk kelas melihat ke arah Marhen.
"Liat tuh, gila cowok gantengnya pake banget!" Salah satu siswi yang berbicara pada teman teman nya yang akan masuk ke kelas.
Marhen berjalan bersama Nadia disampingnya. Sehingga mereka mengira Nadia adalah pacar Marhen. Marhen dan Nadia sudah duduk di warung penuh kenangan bagi mereka berdua. Marehen dan Nadia mengucapkan salam dan dijawab oleh seorang ibu paruh baya yang dikenal dengan panggilan mbah Rum. Mba Rum yang sudah berusia 65 tahun melihat ke arah tempat duduk Marhen dan Nadia. Dimana kursi panjang yang menghadap ke arah penjualnya.
"Tempat ini masih hampir sama dengan waktu kita masih sekolah di sini ya, Nad?" Marhen membuka tutup saji yang berisi aneka gorengan.
Diwarung tersebut sudah tidak ada siswa atau siswi berseragam karena jam istirahat telah berlalu. "Mbah Rum, masih inget kita gak?" Tanya Marhen saat mbah Rum melihay ke arah mereka.
"Siapa ya? kan banyak yang beli di warung simbah jadi tidak ingat satu satunya." Jelas mbah Rum yang meletkan Teh manis hangat pesanan Nadia dan Marhen.
"Aku anak laki laki yang suka ngutang kalau beli disini, uang kalau bayarnya seminggu sekali kalau dapet jatah jajan." Kenang Marhen mengingatkan si mbah rum.
"Ahh, banyak siswa disini yang kaya gitu. Jadi Simbah gak kenal satu persatunya." Mbah Rum keluar dari dalam dan mendatangi Marhen dan Nadia.
"Ini loh mbah, si anak jangkung yang rambutnya kadang dikepang kuda yang slelau nunggu abangnya pulang di warung si mbah! " Kali ini Nadia yang mencoba mengingatkan si mbah Rum dengan dirinya dan Marhen.
"Yaa Allah, Marhen dan Nanad, iya?" Setelah beberapa detik mbah Rum mengingat ingat akhirnya ia ingat juga, dengan gadis yang sering di kuncir kuda yang selalu menunggu Marhen di pojokan warung agar tidak di ganggu dengan kakak kelasnya.
"Nah, alhamdulillah si mba inget juga. Bakwannya masih sama rasanya seprti dulu, mbah. Enak dan selalu ngangenin." Marhen mengingat bakwan jagung dan bakwan sayur kesukaannya.
"Kan si mba yang bikin, den. Jadi masih sama lah rasanya. Kok sekarang makin ganteng aja nih udah jadi orang sukses ya?" Tanya mbah Rum yang melihat Marhen dari atas kebawah.
"Apa si mbah, aku masih jadi pekerja mbah." Marhen merendah karena takut si mbah merasa canggung.
"Kalau Nanad si mbah tau, kalau sudah jadi boss kue di sini!" Mbah Rum selalu menjadi pelanggan setia konsumen kue kering buatan Nadia.
"Loh kok mbah tau?" Tanya Marhen.
"Iya tahu lah, den. Waktu itu almarhum ibunya neng Nadia ini pernah mau buka toko di dekat sekolah ini, tapi sama yang punya toko gak boleh karena takut setiap bulannya gak bisa kebayar. Dan si mbah bersyukur Bu Liliana gak jadi ngontrak ruko disini. Si Mbah anter ibunya Nanad ke tanah kosong dimana itu tanah milik adoknya si mbah yang mau dijual. Dan Alhamdulillah harganya cocok dan bu Liliana buat toko di dekat pasar sana." Kenang si mbah Rum tentang ibunya Nadia.
Nadia baru tahu kisah tentang toko yang dibeli oleh ibunya dari mbah Rum. Dan ternyata mbah Rum adalah yang pernah menolong sang ibu dari orang orang yang serakah dengan uang.
*
*
*
Setengah jam mereka menghabiskan waktu di tempat penuh dengan kenangan. Tak lupa Marhen dan Nadia membelikan bebrapa bahan sembako dan amplop dengan beberapa uang seratus ribuan untuk mbah Rum.
Setelah mereka berpamitan Marhen dan Nadia tiba di rumah dlaam waktu 20 menit mobil Marhen terlahir di depan rumah. Pada saat bersamaan mobil yang Yusuf kendari lewat depan rumah Nadia. Berharap ia bisa melihat Nadia. Dan saat ia membuka jendela mobil Yusuf melihat Marhen yang sedang menurunkan bebrapa bawaan dari mobilnya ke dalam rumah Nadia. Hati Yusuf bertanya tanya. Sejak kapan Nadia membawa lelaki luar ke rumahnya. "Apakah dia calon pilihan om Brama?" Gumam Yusuf dalam hatinya. "ahhh... Nadia gak mungkin seperti itu!" Dan ketika Yusuf akan pergi dari sana. Tanganya terhenti ketika ingin menyalahkan mobilnya kembali karena melihat Nadia yang tersenyum dan bersenda gurau sangat dekat dengan Marhen.
Yusuf berfikir keras memikirkan apa yang ia lihat barusan. Ingin rasanya ia mengirim pesan atau menelpon Nadia agar hatinya bisa merasa tenang tidak menerka nerka siapa laki laki yang ia lihat di rumahnya.
Sore hari. Marhen sudah berpamitan kepada Nadia. Karena Nadia ingin menenangkan pikirannya agar bisa menentukan pilihannya dalam perjodohan yang di bicarakan om Brama malam kemarin.
Dan ketika Marhen akan ke luar dari rumah Nadia, ada seseorang yang memberikan salam setelah ia memarkirkan motor putih miliknya di halaman rumah Nadia.
"Assalamu'alaikum, Nad." Kiren melihat mobil mewah ada di rumah Nadia. _"Sepertinya ini mobil kak Syakila yang pernah Nadia ceritain, ini apa bukan ya? "_ Ucap Kiren dalam hati.
Seketika langkah kaki Marhen terhenti ketika melihat gadis yang sudah lama tak pernah ia jumpai beberapa tahun belakangan ini. Keduanya sama sama terhenti ketika berpapasan mata bertemu mata.
_" Kiren, kau tetap sama seperti lima tahun yang lalu. Gadis cantik yang sederhana dan sholihah. "_ Marhen berbicara dengan dirinya sendiri tanpa suara. Matanya tak berkedip melihat Kiren di depan matanya.
Hingga Nadia menyentuh bahunya karena ponsel miliknya tertinggal di sofa ruang tamu. " Bang, ini ponselnya ketinggalan!" Namun ucapan Nadia masih belum mendapat respon dari Marhen. Sehingga Nadia menakut nakutin ada kecowa di dekat kakinya.
"Aaaahh, ada kecowaaaa!" Teriak Nadia sehingga kedua nya sontak kaget dan berteriak.
"Dimana kecowanya... Dimana?" Teriak Marhen dan Kiren.
Nadia hanya tertawa renyah melihat Kiren dan Marhen bertingkah seperti orang kebakaran jenggot.
"Kalian berdua ya. Udah lama gak ketemu sekalinya ketemu aku panggil panggilan juga gak ada yang denger!" Nadia menggandeng tangan Kiren ketika dirinya akan di cubit oleh Marhen.
Marhen akhirnya menyapa Kiren dengan memanggil namanya saja, dan berbasa basi untuk berpamitan. Nadia melambaikan tangannya saat mobil yang Marhen kendarai mulai meninggalkan rumah Nadia. Sedangkan Kiren hanya duduk di kursi depan teras rumah Nadia sambil menatap ke pergihan Marhen.
Kiren memberikan buku laporan kepada Nadia. Karena siang tadi Nadia mengirim chat kepada Kiren mengabarkan dirinya ada di rumah beberapa hari ke depan. Kiren yang kebetulan dari toko milik Nadia untuk mengambil laporan dan setoran keuangan dari karyawan karyawan toko kue milik Nadia.
Mereka berdua akhirnya mengobrol di dalam rumah sambil menikmati buah apel dan anggur yang tadi Nadia beli bersama Marhen.
"Jadi dia sudah pulang dari luar negri ya, Nad?" Kiren yang baru saja meletakan gelas yang berisi jus mangga yang telah ia minum.
Nadia duduk mendekat di samping Kiren sambil melihat buku laporan yang ada di tangannya. "Maksud kamu, bang Marhen? Setelah melihat seksama laporan mingguan toko Nadia meletakkan buku besar berwarna biru batik di atas meja. " Bang Marhen sudah pulang dua bulan yang lalu, dia sempet nanyain tentang kamu loh, Ki!"
Deg
Hati Kiren merasa hangat ketika mendengar perkataan Nadia barusan. _"Dia masih inget sama aku ternyata!"_ Kiren berbicara dalam hati sambil menatap wajah Nadia yang menceritakan kepulangan Marhen kala itu.
"Ki, sebenernya kamu itu masih ada rasa gak sama bang Marhen? Aku sangat setuju kalau kamu sama bang Marhen. Dan kita akan tetap saling bersama sampai kapan pun. Iya kan, Ki?" Nadia meletakkan kedua tangannya ke pipi Kiren dengan senyum mengembang.
Kiren hanya diam saat kata kata yang lolos dari bibir Nadia. "Katanya kamu mau tinggal di rumah om mu, Nad. Kok baru beberapa minggu sudah balik lagi?" Bukannya menjawab pertanyaan Nadia. Kiren malah bertanya balik tentang kepulangan Nadia ke kota M.
"Ada banyak hal yang belum aku urus semuanya disini, Ki. Dan bagiku tempat ternyaman adalah rumah sendiri. Walau di sana semuanya serba mewah. Tapi bagimu rumah ini paling ternyaman." Nadia bangkit sambil membawa gelas kosong ke dapur gelas bekas Marhen saat minum jus.
"Bukannya cuma laporan toko kue aja yang selalu kamu pikirin, Nad? Wisuda kamu udah selesai juga." Kiren mengekor di belakang Nadia sambil mengunyah sisa apel dalam mulutnya.
"Ada hal lain juga, Ki?" Nadia meletakkan gelas yang baru saja ia cuci di rak pengering.
"Oooh aku tau, pasti ini menyangkut kak Yusuf ya? Apa jangan jangan kak Yusuf udah dateng ngelamar ke rumah om kamu, Nad?" Kiren terus mengikuti langkah kaki Nadia yang kini menuju ke kamar Nadia.
"Bukan!" Nadia duduk di sisi tempat tidur sambil memeluk guling berwana pink.
"Terus apa doang. Apa jangan jangan om kamu ngejodohin kamu dengan pria pilihan om kamu ya. Hahaha?" Kiren hanya menebak hingga di lahir pertanyaan ia tertawa begitu semangat. Namun setelah matanya melihat ke arah Nadia. Tawanya terhenti, Kiren melihat wajah sedih Nadia.
"Nad, kok kamu sedih? Aku salah ngomong ya, maaf ya?" Kiren menatap wajah Nadia dengan seksama. "Kalau ada hal yang kamu pingin ceritain. Cerita aja, Nad. Aku siap kok jadi jadi pendengar yang baik!"
Nadia belum siap untuk bercerita kepada Kiren karena takut Kiren akan memberikan tahu kepada Yusuf. Nadia hanya ingin mengambil keputusan yang tepat saat pikirannya mulai tenang dan ia tahu semua itu harus melibatkan sang pemilik kehidupan ini Allah Azza wajala.
"Ya sudah kalau kamu belum siap cerita. Aku pamit pulang ya, mamahku udah chat aku. " Kiren mengelus punggung tangan Nadia dan dikuti salam setelahnya.
*
*
*
Malam pukul delapan. Nadia baru saja selesai tilawah. Ia tutup al Qur'an berwarna jingga dan ia letakan di dekat laptop miliknya. Ada beberapa pesan yang masuk ke ponselnya, saat Nadia mengaktifkan ponsel yang tadi ia nonaktifkan.
Ada pesan dari Anyelir, Yusuf, Marhen dan beberapa grup dari toko dan teman kuliahnya. Nadia membaca pesan paling bawah dari Yusuf.
Yusuf menanyakan apakah Nadia sedang berada di kota H. Karena ketika ia melewati rumahnya ia melihat mobil terparkir di teras rumah. Nadia mencoba membalasnya. Dengan berkata jujur.
"Iya, Nadia siang tadi pulang bersama bang Marhen kakak Syakila." Pesan itu langsung Nadia kirim ke pria yang sudah mengisi hatinya.
Pesan kedua ia buka dari Marhen yang mengabarkan dirinya sudah sampai rumah tepat pas azan magrib. Dan menyampaikan salam kepada Kiren bila nanti bertemu. Nadia hanya menjawab salam dan emoji ok pada Marhen.
Pesan ketiga yang Nadia buka dari Anyelir yang mengabarkan bahwa asisten dari tuan Raju hang bernama Gunawan meminta nomer pribadi Nadia kepada Anyelir. Namun dengan cepat Anyelir tidak menggubris permintaan sang asisten CEO PT. Daulai Sykh. Nadia membalas dengan voice not. Dengan keputusan yang Anyelir lakukan sudah tepat baginya.
Satu persatu chat yang masuk Nadia balas. jari jemari nya masih menari di atas benda pilih yang bisa melintas seluruh dunia. Nadia membuka media sosial miliknya ia berselancar melihat setiap postingan yang ada di media sosial face book. Ada berapa teman SD yang memposting foto dirinya dengan Marhen saat di Sekolah yang ia kunjungi tadi. Karena salah satu teman Sekolah Dasar ketika itu ada yang menjadi guru di sekolah tersebut. Ternyata kedatangan dirinya dan Marhen menjadi perbincangan hangat di media sosial dan sekolah. Nasia hanya tersenyum. Dan seketika ada notifikasi chat yang masuk dari tante Retno.
"Assalamu'alaikum, sayang. Nadia tante hanya memberikan kabar bila minggu depan sahabat ayahmu om Daulay bersama anaknya akan datang ke rumah. Dan tante harap kamu bisa pulang sebelum kedatangan mereka. Apapun keputusanmu om dan tante akan mendukungmu, nak." pesan singkat itu Nadia baca dengan seksama.
"Wa'alaikum salam. Baik, insyaa Allah tante, Nadia tidak akan membuat tante dan om ke dewan. Insyaallah." Balas Nadia dan akhirnya ia memikirkan tentang perjodohan itu kembali.
Nadia meraih foto yang ada di atas meja dimana ayah dan ibunya ketika berdua. "Ayah, apakah perjodohan masa kecil itu harus Nadia penuhi? mengapa ayah dan ibu tidak pernah membahas ini sebelum kepergian kalian?" Nadia meneteskan air mata di atas kaca foto yang ada dalam dekapannya.
Apa yang harus Nadia katakan pula kepasa keluarga ustadz Arffan bila Nadia menerima perjodohan ini? Nadia sudah menerima kak Yusuf di hari Nadia yah, bu!" Nadia menangis dan hatinya merasa sakit tubuhnya seolah tak bertenaga memikirkan hal ini.
Tiba tiba ponsel Nadia berdering dilihatnya nama yang tidak ia harapkan untuk menerima panggilan tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments