Satu bulan kemudian
Hari yang ditunggu-tunggu Nadia telah tiba. Kiren sang sahabat sudah memoles wajah Nadia dengan begitu cantik dengan lipstik berwana pink rose, baju kebaya berwana hijau botol dipadukan dengan kain batik sebagai bawahan yang bercorak warna hitam sebagai dasar dari rok berpola A. Sepatu rajut tanpa hills yang menjadi ciri khas Nadia karena ia tidak terbiasa dengan yang berhak tinggi.
Kiren memutar mutar tubuh Nadia dengan menatap kagum sahabat yang ada di hadapannya. "Masya Allah kamu cantik banget Nadia. Ini sih tinggal panggil kak Yusuf dan penghulunya!" Canda Kiren dengan tawa lepas hingga mendapat cubitan kecil di Nadia.
"Awww... sakit, Nad!" rengek Kiren yang memegang pinggangnya karena bekas cubitan Nadia.
Perlahan Nadia duduk di meja kerjanya, perlahan tangan mungilnya meraih bingkai foto dimana dua orang yang ia sayangi sedang tersenyum di balik foto tersebut. Jari lentiknya mengusap bingkai foto, ia tatap wajah sang ayah dan ibu yang selalu ia rindukan. Kiren yang ada di dekat tempat tidur perlahan mendekati Nadia yang sudah mendaratkan air bening dari kedua sudut matanya. Kiren memegang kedua bahu Nadia dari belakang sambil mengelus lembut.
"Ayah, ibu hari ini adalah hari yang kalian tunggu dimana Nanad (panggilan kesayangan orang tua Nadia) sudah menyelesaikan kuliah Nanad, Yah, Bu!" Jarinya menghapus perlahan air mata yang jatuh di foto wajah sang ayah dan ibunya. "Nanad yakin bila ayah dan ibu masih ada, pasti ayah dan ibu sangat senang dan sangat sibuk menyiapkan semua perlengkapan wisuda Nanad."Tangan kanan Nadia menyapa punggung tangan Kiren yang ada di bahunya dengan lirih Nadia berbicara pada foto yang ada di tangannya.
"Aku yakin Nad ayah dan ibu mu pasti melihat kebahagiaan yang hari ini kamu rasakan." Kiren mencoba untuk menghibur Nadia.
Perlahan Kiren memeluk Nadia yang masih duduk. Kepala Nadia tengelam dalam pelukan Kiren dimana wajahnya ia sembunyikan di perut Kiren dan Kiren dengan mengusap lembut kepala Nadia yang sedang menangis tersedu dalam pelukannya. Tangan Nadia memeluk erat tubuh sang sahabat dengan dada yang serasa sesak karena merasakan kesedihan di dalam hatinya.
Perlahan Kiren mendorong kepala Nadia yang bersandar di perutnya hingga terlihatlah riasan di wajah Nadia yang luntur. "Udah jangan terlalu sedih begini, hari ini adalah hari dimana kedua orang tua kamu bangga dengan kamu." Perlahan Kiren menghapus air mata Nadia yang basah. "Liat tuh riasan yang aku udah cape cape jadi luntur semua." Hibur Kiren sambil menyodorkan tisu.
"Terimakasih ya, Ki. Kamu selalu ada dalam keadaan apa pun di sisiku." Nadia menghapus air matanya.
Kiren memperlihatkan wajah Nadia dengan cermin kecil di tangannya. "Tuh coba kamu liat?" Kiren menahan senyum karena maskara yang tadi ia pakaikan sudah luntur jadi bagian mata Nadia menjadi hitam semua.
"Hehehehe" Nadia dan Kiren tertawa bersama.
Lima belas menit kemudian Kiren sudah memperbaiki make up di wajah Nadia dengan bedak water proof, berjaga jaga bila nanti Nadia menangis jadi tidak merusak riasannya. Begitu juga dengan maskara yang sekarang di gunakan.
*
*
*
Nadia turun dari mobil yang Kiren kendarai. tepat pukul delapan pagi Nadia dan Kiren tiba di kampus. Seorang pria ditemani dengan wanita paruh baya di sebrang sana mengulas senyum ketika melihat Nadia dan Kiren tiba. Siapa lagi kalau bukan Yusuf dan ummi Mariam. Perlahan kaki Nadia melangkah menuju kedua orang yang sangat ia hormati dan ia kagumi di dalam hatinya.
"Assalamu'aikum, ummi, kak Yusuf! Nadia menyapa dan mencium punggung tangan ummi Mariam begitu juga dengan Kiren yang bergantian di belakangnya.
"Wa'aikum salam" Jawab ummi Mariam dan Yusuf bersamaan. "Masyaa Allah calon menantu ummi cantik banget, sampe pangling ummi liatnya.
Wajah Nadia bersemu merah merona hingga ia menundukkan pandangannya di hadapan ummi Mariam.
Yusuf yang sedari tadi melihat Nadia dari kejauhan, ia pun mengagumi wanita yang sudah lama mengisi hatinya.
"Tuh kan Nad, ummi aja udah manggil kamu calon menantu!" Goda Kiren sambil menyenggol lengan Nadia. "Coba kak Yusuf pake jas, udah deh abis acara wisudaan tinggal cari penghulu, ya gak, ummi?"
Ucapan Kiren telah membuat hati Nadia dan Yusuf berdebar tak karuan keduanya sama sama menunduk malu. Wajah Yusuf yang bersih putih kemerah merahnya, terlihat sangat jelas kalau ia di rendung rasa malu oleh perkataan Kiren. Begitu juga dengan Nadia.
"Iya ya, nak Kiren. Sayangnya anak ummi hari mengunakan batik." Tambah ummi Mariam yang membuat Nadia salah tingkah dibuatnya.
"Sudah ah, ummi kasihan tuh Nadia nanti telat ikut wisudaannya." Ucap Yusuf menggandeng tangan umminya agar berhenti menggoda dia dan Nadia.
Nadia masuk di sebuah ruangan besar yang sudah di penuhi dengan para mahasiswa yang akan di wisuda. Para dosen dan para petinggi di universitas tersebut duduk di bagian depan dengan meja panjang menghadap panggung yang megah dan mewah.
Seseorang wanita berpakaian biasa menghampiri Nadia. "Mba Nadia ya! Orang tua mba sudah duduk disana mengunggu mba Nadia dari lima belas menit yang lalu." Ucap nya sambil menunjukan kursi dimana om Brama dan Tante Retno sudah menunggu dan melambaikan tangan ketika mata Nadia melihat ke arahnya.
Sambutan demi sambutan dari para dekan dan para dosen serta petinggi di kampus tersebut telah usai. Kini sang pembawa acara memanggil satu satu mahasiswa yang berprestasi nama Nadia termasuk salah satunya.
Brama dan Retno terharu dengan prestasi yang telah di raih oleh Nadia, lulus dengan predikat cumlaude"
Sang pembawa acara memanggil nama Nadia. "Kita langsung panggil saja Nadia Sakura Hartono yang lulus dengan predikat cumlaude dengan nilai IPK 4 anak dari almarhum bapak Herman Hartanto dan almarhumah ibu Liliana Hertanto!" Ucap sang pembawa acara di iringi dengan riuh para mahasiswa dan para orang tua yang memberikan tepuk tangan kepada Nadia.
Nadia terdiam sejenak, terlintas wajah sang ayah dan ibu di depannya. Perlahan tangan Retno menyentuh Nadia. Majulah ke depan sayang, ayah dan ibu mu pasti sangat bangga di sana, atas prestasimu, nak." Ucap Retno dengan mengulas senyum dan terlihat jelas ia meneteskan air matanya.
Perlahan Nadia mengusap air mata dari sudut mata Retno. "Terimakasih om dan Tante sudah mendampingi Nadia hari ini." Nadia menatap wajah Brama dan Retno lalu ia berdiri dan akan melangkah ke depan panggung.
Ketika Nadia melangkah sekelompok teman Nadia bertakbir dan Nadia mengulas senyum sambil memberikan salam penghormatan kepada mereka. langkahnya diiringi dengan senyuman manis ketika para mata menatap kedatanganya menuju panggung. Kini Nadia sudah ada di atas panggung salah satu profesor berdiri dan diikuti ajudan yang membawa benda berbentuk tabung berwarna kuning dan sebuah selempang penghargaan yang akan di berikan kepada Nadia.
Dari kejauhan Yusuf melihat Nadia. Hatinya merasa terharu dengan prestasi yang didapatkan oleh Nadia begitu juga dengan ummi Mariam dan Kiren yang melihat Nadia dari kejauhan.
Nadia sudah menerima semua yang menempel di badannya. Perlahan sang pembawa acara memberikan mic kepada Nadia untuk meminta Nadia mengucapkan sepatah atau dua patah kata.
Nadia meraih mic yang ada di hadapannya dengan sedikit bergetar tangannya mencoba untuk menggengam mic. Senyum di iring haru menjadi satu, Nadia mencoba untuk menetralkan keadaanya namun air mata lolos begitu saja dari matanya. Suara yang tadi ramai kini menjadi sunyi senyap. Bila ada satu pena yang jatuh pun akan sangat terdengar di sana.
Nadia mengambil nafas perlahan ia buang dengan sembarang. "Assalamu'aikum warohmatullahi wa barokatuh" Getaran suara Nadia yang menyembunyikan tangisannya terdengar jelas oleh siapapun. "hal pertama yang ingin saya ucapkan adalah Alhamdulillah wa syurkurillah atas ridho Allah telah mempermudah langkah saya dalam menyelesaikan S1 saya si kampus ini, dan ucapan yang kedua saya sangat dan sangat sangat berterimakasih sekali kepada para dosen yang sudah mengajari saya selama ini dan dosen pembimbing saya dalam menyelesaikan skripsi saya, dan orang orang, sahabat dan temen teman yang terlibat selama ini selama saya kuliah. Untuk prestasi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya yang sudah tiada, sa... sa saya yakin ayah dan ibu senang di syuga-Nya." Nadia berbicara dengan sesenggukan sambil menyeka air matanya yang mengalir bagaikan air sungai tanpa muara.
"i... ibu, hari ini adalah hari dimana hari yang selalu engkau tunggu tunggu, Nanad yakin ibu dan ayah hadir di sini melihat Nanad dipanggung ini." Nadia mengangkat selempang yang ada ditubuhnya sambil tersenyum diiringi air mata, kakinya terasa lemas hampir saja ia terjauh namun sang pembawa acara langsung sigap menahan bobot tubuh Nadia.
Seisi auditorium ikut sedih mendengar sambutan dari Nadia. Apalagi Kiren yang tau perjalanan hidup Nadia setelah kepergian kedua orangtuanya. Nadia banting tulang untuk biaya kuliahnya sendiri tanpa mau dibantu oleh om Brama.
Disisi lain Brama dan Retno ikut terhanyut oleh kesedihan yang dirasakan sang keponakan. Brama merasa bersalah karena membiarkan sang keponakan dalam ke kesusahan selama ini, walau Syakila pernah membujuk Nadia untuk memakai ATM yang Brama berikan khusus untuk nya namun Nadia tetap tidak mau.
Begitu juga dengan Yusuf dan ummi Mariam, yang ikut terhanyut dengan ucapan yang Nadia sampaikan. Umi Mariam tak henti hentinya menyeka air mata nya dengan tisu.
"Bila Allah meridhoi kita untuk bersama aku akan selalu ada untukmu dan tak ingin membuatmu sedih, Nadia." Bathin Yusuf sambil mengelus ngelus punggung sang ummi tercinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Bang Ipul
semoga jodoh
2024-06-11
0