Pagi pun tiba. Marhen hari ini ada rapat penting di kantor sehabis sholat shubuh ia berpamitan kepada Nadia dan memberi tahu kepada Nadia bahwa nanti siang papah dan mamahnya akan datang menjenguk Nadia dan akan membawa Nadia kembali ke rumah.
Kiren yang sedang keluar mencari sarapan untuk dirinya dan juga untuk Marhen. Melihat Marhen yang hendak ke luar dari pintu rumah sakit. Dengan sedikit. berlari kiren menghentikan langkah Marhen. "Kak Marhen, tunggu!" Teriaknya saat Marhen hendak membuka pintu mobilnya.
Marhen menoleh kepada asal suara tersebut. Dia hapal benar dengan suara lembut dan sedikit seakan basah dari wanita yang pernah ia harapakan. "Kiren?" Ucapnya.
Kiren menyodorkan kresek yang berisi bubur ayam yang menggunakan wadah bekal berwarna biru yang ia bawa kemarin untuk bekal nasi yang ia bawa dari rumah. "Ini sarapan bubur ayam untuk, kak Marhen!"
Marhen menerimanya dan melihat kotak bekal berwarna biru tersbut. "Untuk kakak?" Tanyanya heran.
"Iya untuk kak Marhen. Memangnya untuk siapa lagi?" Kiren tersenyum
"Terima kasih banyak!" Marhen meletakkannya di bangku mobil. "Maaf semalam udah ganggu waktu tidur kamu"
"Gak apa apa." Kiren tertunduk malu mengingat kejadian semalam.
"Kalu gitu kakak pamit pulang dulu, karena masih ada kerjaan di kantor. Jadi titip Nadia ya, Ki!" Marhen yang sudah duduk di pengemudi.
"Insyaa Allah." Kiren melambaikan tangan yang sebagai salam perpisahan. "Jangan lupa buburnya di makan!" Ucapnya terkahir saat Marhen susah menyalakan mesin mobilnya.
Marhen masih membuka jendela kaca dengan senyum yang mengembangkan dan hati penuh dengan bunga bunga Marhen berpamitan. "Insyaa Allah pasti buburnya akan kakak makan. Terima kasih, wassalamu'alaikum, Kiren!"
"Wa'alaikum salam." Jawab Kiren. Kiren tetap diam di tempat ketika mobil Marhen mulai menjauh baru lah ia pergi meninggalkan parkiran dan masuk ke dalam dengan hati yang penuh dengan kehangatan. Kiren merasakan cintanya tumbuh kembali ketika ia melihat wajah Marhen yang masih dengan tatapan saat ia masih SMA dulu.
*
*
*
"Yusuf hari ini jadi kan anterin ummi ke rumah sakit?" Teriak ummi Mariam yang sudah memasukan sup ayam kampung yang ia buat sendiri ke dalam wadah tahan panas agar supnya tetap hangat saat diberikan kepada sang calon menantu.
Yusuf yang baru selesai menyelesaikan sarapannya menghampiri sang ummi tercintam. "Iya, ummi. Anak ummi yang ganteng ini akan siap mengantarkan ummi kemana pun ummi akan pergi."
"Ya sudah. Ayo sekarang kita berangkat!" Ummi Mariam sudah memasukan sup itu ke dalam tas bekal.
"Sepagi ini, ummi. ini baru jam tujuh loh, ummi?" Yusuf memegangi kedua bahu umminya sambil mengelus ngelus dari samping.
"Iya, biar ummi bisa ngobrol banyak sama calon mantu ummi itu. Kan siang nanti ummi mengisi pengajian di RT sebelah, nak?"
"Baiklah ummiku yang cantik." Yusuf mengekor di belakang ummi Mariam saat ummi Mariam berjalan menuju mobil.
Dalam perjalanan ummi Mariam menanyakan perkembangan Nadia. Dan dia bersyukur saat kejadian itu Yusuf ada bersama Nadia. Ummi sangat mengkhawatirkan Nadia bila saat itu bukan Yusuf yang menolongnya, entah apa yang bisa terjadi kepada Nadia. Apa lagi ia sering mendengar berita kriminal di media sosial dan kelurahan sebelah tempat tinggalnya. Yang belum lama terjadi pembunuhan seorang wanita yang diculik dan dibunuh oleh penjahat.
"Suf, madu yang semalam ummi titip ke kamu sudah di berikan ke Nadia kan?"
"Sudah, ummi?" Yusuf mengingat kembali kejadian semalam saat Nadia dan Marhen terlihat mesra.
"Kamu berikan langsung kan ke Nadia dan kamu kasih tau ukuran minumnya?" Cecar ummi Mariam. Karena ummi Mariam melihat wajah Yusuf malam itu seperti orang yang sedang kecewa
"Yusuf titip ke Kiren ummi, karena tadi malam ada tamunya Nadia yang menjenguk jadi Yusuf gak sempet buat ketemu langsung dengan Nadia." Yusuf fokus mengendarai mobilnya
"Oooh pantes, tadi ummi liat muka ana ummi ini kaya orang lagi cemburu. Jangan su'dzon dulu, nak. Siapa tahu laki laki itu anak dari om nya." Ummi Mariam mengingat ingat ketika ia pernah melihat Nadia yang saat sekolah pernah begitu dekat dengan anak dari Brama. namun ia lupa dengan nama anak tersebut
"Emang ummi pernah tau kalau om nya Nadia punya anak laki laki?" Tanya Yusuf yang berharap laki laki itu bukan orang yang sedang mendekati Nadia.
"Iya, ummi ingat saat Nadia SD dia selalu pergi dan pulang bersama dengan anak om nya. Tapi ummi lupa siapa nama anak laki laki itu!"
"Ciee... anak laki laki ummi lagi cemburu kayanya. Udah biar Nadia gak ada yang ganggu lagi dan kamu gak takut kehilangan dia gimana kalau dua pekan lagi kita rencanakan buat mengkhitbah Nadia. Kita datang berkunjung ke rumah om nya Nadia yang di kota H." Ummi mariam tersenyum dan melihat ke arah anak satu satunya.
"Yusuf ikut apa yang menurut ummi dan abi baik aja." Senyum mengembang terlihat di wajah Yusuf.
Tibanya Ummi Mariam dan Yusuf di rumah sakit. Ada Kiren yang setia menemani Nadia. Senyum indah menghiasi wajahnya Kiren tatkala melihat ummi Maryam datang. Kiren mencium punggung tangan ummi Maryam dengan takzim. Begitu juga Nadia yang bangkit dari tidurnya dan duduk ketika ummi Maryam dan Yusuf menghampirinya.
Ummi Maryam mencium kedua pipi Nadia dan air matanya menetes saat melihat wajah pucat Nadia. "Syafakillah laa Batsa Thuru Insya Allah." Ucap ummi Maryam. Ia menyayanginya Nadia sudah seperti anaknya sendiri.
Ia ingat sekali saat Nadia mulai hijrah memakai jilbab waktu pertama kalinya. Ibunya Liliana saat itu sering mengikuti kajian yang ada di masjid pesantren. Berharap Nadia bisa jadi santri di pondok pesantren ustadz Arrfan. Namun karena Nadia saat SMP seperti orang ketakutan saat ada di dalam keramaian. Sampai akhirnya ia membawa Nadia ke rumah sakit untuk menjalani terapi.
Nadia menghapus air mata yang ada si pipi ummi Maryam. Ummi Maryam tetap menatap wajah Nadia dengan penuh kenangan dikala Nadia menjadi wanita yang benar benar menutup auratnya saat masuk SMA. Walau Nadia tidak menjadi santriwati di sana namun dia tetap mengikuti pelajaran sebagai santriwati yang pulang pergi. Krena jarak rumah dan ponpes ustadz Arffan tidak begitu jauh.
"Ummi, maafkan Nadia bila Nadia membuat ummi khwatir dan sedih." Nadia memeluk erat ummi Maryam layaknya seperti ibu sendiri.
Kiren dan Yusuf melihat apa yang ada di depan mata memang seperti anak dan ibu yang sudah lama tak bertemu.
"Ooh ya, ummi lupa. Ini ummi buatkan sup ayam kampung. Dimakan ya untuk tambahan tenaga juga dan bagus untuk pemulihan. Nak, tolong bawa kesini sup nya!" Ummi Maryam meminta Yusuf untuk membawakannya.
Yusuf memberikan tempat bekal itu kepada umi Maryam dan memberikan senyuman kepada Nadia saat Nadia melihat dirinya. "Bagaimana sudah lebih baik kah?" Ucap Yusuf yang berdiri di dekat ranjang tidur Nadia.
"Tolong bukakan, Yusuf! Ummi akan menyuapi sup nya untuk Nadia."
"Iya. Iya, ummi!"
Ummi Maryam menyuapi Nadia dengan begitu telaten. Nadia hanya bisa menatap wajah ummi Maryam yang teduh dan ia merasakan kedamaian dalam hatinya. Nadia mengeluarkan bulir bening di kedua sudut matanya. Ummi Maryam melihat. "Kenapa, nak?" Tanyanya.
Nadia dengan cepat menghapus air mata itu. Kiren yang sedang merapihkan beberapa bekas makanan dan minuman yang akan di buang ke tempat sampah melihat sahabatnya begitu sedih ketika Nadia menangis sambil disuapi.
"Nadia teringat saat saat Nadia sakit ibu selalu membuatkan Nadia sup ayam kampung dan ketika ibu tidak sempat menyuapi Nadia, ayah akan menggantikannya. Maka dari itu Nadia merasa Nadia sedang mengulang peristiwa itu, ummi!" Nadia menangis sesenggukan. Lagi lagi ummi Maryam memeluknya untuk menenangkan.
Jam menunjukkan pukul sepulu pagi. Kiren izin untuk pulang karena ia harus bekerja pagi itu. Nadia mengucapkan terimakasih karena hanya dia sahabat rasa saudara kandung yang selalu ada untuk Nadia. Ummi Maryam pun memeluk dan mengucapkan terima kasih kepada Kiren karena ia telah menjaga Nadia.
Yusuf yang ada di luar sedang menerima telepon dari sang asisten, yang memberi tahu kan bahwa hari ini ada rapat penting yang harus Yusuf tangani. Yusuf berjalan menuju ruangan. Dia berpamitan kepada ummi Maryam dan Nadia, ketika itu pula Kiren ingin ke luar setelah merapihkan barang barang yang sudah ia rapihkan untuk kepulangan Nadia hari ini.
"Nad, semuanya udah aku rapihin ya. Aku izin, maaf gak bisa anterin kamu pulang ke rumah. Jaga kesehatan, jangan lupa makan dan istrahat yang cukup, iya. Aku gak mau lagi kalau harus ngurusin kamu yang sakit. Aku maunya ngajak kamu belanja dan liburan, aja! " Ledek Kiren. Hingga membuat ummi Maryam dan Yusuf tertawa.
"Iya. iya, bunbun ku. Hati hati di jalan jangan mikirin bang Marhen terus ya!" Nadia membalas candaan dari Kiren.
"Ihhh, apaan sih kamu, Nad. Ya udah, kak Yusuf, ummi Kiren pamit ya?"
Kiren mencium pingung tangan ummi Maryam dan menangkup kan kedua tangannya ketika pamit kepada Yusuf.
"Ummi Yusuf juga pamit ya, ada rapat penting di kantor jadi Yusuf harus datang." Yusuf bersalaman kepada ummi Maryam dan tak lupa ummi Maryam mencium kening Yusuf dan mengelus rambutnya. "Cepet pulih ya Nadia, jangan lupa madunya di minum untuk menambah tenaga." Kedua sudut bibir Yusuf melebar matanya berbinar tak kala Nadia melihat wajahnya dengan senyum yang indah walau wajah Nadia masih terlihat pucat.
"Insyaa Allah, kak. Hati hati di jalan, semoga Allah memisahkan segala urusan kakak. Maaf sudah merepotkan kakak!"
Dua tangan yang Nadia tangkup kan di depan wajahnya bertanda ia merasa tak enak hati karena sudah membuat Yusuf meninggalkan pekerjaannya waktu kemarin karena membawa dirinya ke rumah sakit.
"Aamiin. Kakak gak merasa di repotkan. Sebagai sesama Muslim memang kita harus saling membantu. Iya kan, ummi?"
Yusuf bersembunyi di balik punggung ummi Maryam sambil memegang kedua bahu ummi tercinta.
*
Setelah beberapa menit berlalu dokter yang sudah selesai memeriksa kondisi Nadia memberi tahu kan bahwa Nadia bisa pulang siang nanti. Dan saat itu ummi Maryam pun meminta agar Nadia bisa tinggal di rumahnya sementara waktu. Agar Nadia bisa dirawat olehnya. Namun Nadia menolak secara halus permintaan ummi Mariam yang sudah ia anggap seperti ibunya. Karena akan banyak omongan ketika ia tinggal di sana.
Ummi Maryam menerima keputusan Nadia dan ummi Maryam melihat wajah yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu kepadanya. "Kenapa, nak. Ada yang kamu mau ceritain ke ummi kah?"
Ummi Maryam duduk berhadapan dengan Nadia di atas ranjang rumah sakit. Tangannya memegangi ke dua tangan Nadia. "Katakanlah, ummi akan siap mendengarkannya! "
Nadia mengigit kedua bibirnya. Wajahnya tertunduk saat ia ingin mengambil nafas. "Ummi, apabila kedua orang tua kita sudah meninggal. Lalu ia pernah berjanji kepada saudara atau sahabat lamanya, namun belum bisa ia penuhi. Lalu apakah kita sebagai seorang anak harus menunaikan janjinya tersebut?"
Ummi Maryam sejenak mencerna pertanyaan Nadia. "Apa janji dalam bentuk perkataan atau apa, nak? Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al-Isra ayat 23. Oleh sebab itu kita diwajibkan untuk berbakti kepada keduanya baik semasa hidup maupun setelah meninggal. Bila ayah atau ibunya Nadia mempunyai sahabat lama kita sebagai anak tetap harus menjalin silaturahmi agar tidak terputus. Dan apa bila ayah dan ibu kota yang sudah meninggal mempunyai hutang dalam berbentuk uang kita sebagai ahli waris harus melunasi hutang tersebut. Bila ada hutang janji berarti si anak juga harus memenuhi janji dari kedua orangtuanya kepada rekan atau saudaranya." Jelas ummi Maryam.
Deg
Hati Nadia seolah bergemuruh aliran darahnya seolah mengalir dari bawah hingga ke atas. Ia mencoba memahami apa yang di jelaskan ummi Maryam. Dan Nadia bisa menyimpulkan bahwa ia harus memenuhi apa yang sudah di janjikan oleh ayahnya kepada sahabatnya.
"Nad... Nadia!" Panggil ummi Maryam ketika. melihat Nadia terdiam. "Kamu kenapa, nak?"
Nadia tersadar. Matanya yang ingin menangis namun ia mencoba menahannya. "Ummi terimakasih atas penjelasan dari ummi. Ummi...
" Iya, nak?"
"Bila suatu saat Nadia membuat ummi kecewa, Nadia harap ummi tidak membenci Nadia!" Nadia memeluk ummi Maryam dengan erat dan air mata yang tak bisa terbendung.
Ummi Maryam dapat merasakan kesedihan yang Nadia rasakan saat ini. Namun angan angan nya menerawang seolah ingin mengetahui apa yang sebenarnya Nadia sembunyikan hingga membuat ia begitu sedih. dan saat ummi Maryam akan bertanya pada Nadia. Suara salam dari balik pintu terdengar.
Nadia hafal akan suara tersebut. Tak salah lagi itu adalah suara Syakila dan tante Retno. Syakila menyalami ummi Maryam begitu juga dengan Retno. Syakila melihat wajah pucat Nadia ia langsung memeluknya. Sedangkan tante Retno menyapa ummi Maryam dan senang rasanya mereka dapat berjumpa kembali. Ummi Maryam baru teringat kembali akan Retno yang sebenarnya sudah lama ia mengenalnya saat Marhen SMP ia pernah beberapa kali bertemu dan mengobrol bersama dengan Liliana ibunda Nadia. Saat itu Retno pun mengingatnya dan mereka seperti teman lama yang baru bertemu lagi sambil mengenang masa lalu yang pernah mereka lalui walaupun hanya sebentar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Bang Ipul
antar 2 pilihan ya nad
2024-06-12
0