Bintang telah menunjukan cahayanya. Langit telah menjadi gelap tapi tidak dengan hati Yusuf yang kini merasakan bahagia karena kedua orangtuanya sudah terang terangan mendukung ia agar segera melamar Nadia sebagai istrinya.
Dua tangan ia lipat ke belakang lehernya dan bersandar ke sofa empuk berwarna abu-abu yang ada di kamarnya tersebut. Ia membayangkan kejadian tadi sore ketika wajah Nadia memerah setelah mendengar perkataan abi nya waktu di meja makan. Yusuf yakin Nadia pun memiliki perasaan yang sama dengan yang ia rasakan.
"Mungkin setelah Nadia wisuda aku harus menanyakan dimana alamat rumah om nya, semoga Allah mudahkan niat baik ku untuk segera menghalalkan Nadia menjadi istriku, Yaa Robb!" Yusuf bergumam dalam hati sambil terus menatap bintang dari jendela kamarnya.
Tok... Tok...
Suara ketukan pintu terdengar hingga menyadarkan Yusuf dari hayalan nya.
"Boleh ummi masuk, nak!" Ummi Mariam menghampiri Yusuf dan duduk di di sebelah kiri Yusuf.
Yusuf berbalik melihat kedatangan sang ibu, senyum mengembang dari wajah ummi Mariam.
"Sepertinya anak ummi ini sedang memikirkan sesuatu, Gimana kalau Minggu depan kita coba menanyakan kepada Nadia masalah niat kita akan melamarnya." Ummi Mariam melihat ke wajah Yusuf dan mengelus lembut rambut hitam Yusuf.
"Jangan dulu, ummi. Kurang lebih dua bulan lagi Nadia akan si wisuda. Yusuf sudah merencanakan setelah Nadia di wisuda Yusuf akan datang ke rumah om Brama membicarakan lamaran ini kepada keluarga beliau."
"Baiklah, kalau itu sudah jadi keputusanmu, nak. Jangan sampai kamu kehilangan kesempatan ya, sayang." Ummi Mariam meletakan tangannya di atas tangan Yusuf. "Ummi sangat menantikan hari itu dimana kamu mengucapkan ijab kabul di depan penghulu dan Nadia mengenakan gaun pengantin syar'i. Ummi tadi melihat-lihat gaun pengantin di butik teman ummi yang di mall tadi loh, suf!"
Yusuf tersenyum dan menatap wajah ummi Mariam dengan kedua tangannya menggenggam tangan ummi Mariam. "Yusuf bersyukur ummi dan Abi meridhoi niat Yusuf melamar Nadia. Semoga saja ya ummi om nya Nadia merestui niat baik kita ini!" Yusuf yang merasa khawatir dengan restu dari om nya Nadia. Dimana ia tau kehidupan om Brama seorang pembisnis handal.
"Kami jangan khawatir dengan sesuatu yang belum terjadi yang penting yakinkan hatimu, nak. Ummi yakin pasti om nya Nadia akan merestui pernikahan keponakannya dengan kamu. Nanti ummi akan mampir ke toko kue Nadia dan mengajak Nadia ke sini lagi untuk membicarakan niat kita ini, ya."
Ummi Mariam bangkit dari sofa dan meninggalkan Yusuf. Suara chat dari benda pipihnya terdengar. Di lihatnya bukti transferan dari Nadia.
"Assalamu'aikum. kak mohon di terima ini cicilan untuk hape. Alhamdulillah hari ini Nadia ada sedikit Rezki jadi bisa mencicil angsuran hape yang kakak belikan tadi."
Begitulah pesan singkat dari Nadia. Yusuf hanya menatap isi chat dari Nadia tanpa menyentuh foto bukti transferan yang Nadia kirim. Jari jemarinya d dengan lincah membalas pesan singkat Nadia.
"Wa'alaikum salam. Jazakillah, dek!" di sertai emot senyum.
Sebenarnya Yusuf tidak mengharapkan Nadia membayar apa yang sudah ia belikan. Karena toh tak lama lagi ia akan menjadi suami istri. Yusuf berniat menyimpan setiap transferan dari Nadia. Ketika Nadia sudah menjadi istrinya ia akan memberikannya kembali uang tersebut.
*
*
*
Tak ada balasan lagi di antara keduanya. Sehingga Nadia yang kini ada di ruang kerjanya menatap kembali layar ponselnya. "Cuma itu balesannya, ya sudahlah mungkin kak Yusuf sedang sibuk!" Nadia meletakan benda pipihnya di atas meja kerjanya.
Sepuluh menit kemudian denting chat masuk ke hand phone Nadia.
"Dek, wisudamu tanggal berapa? kakak boleh gak datang?" pesan singkat itu muncul kembali ke layar ponsel Nadia. Nadia membaca dengan seksama dan mulai memikirkan jawaban yang tepat untuk seseorang di sana.
Baru saja Nadia akan mengetik balasan, Yusuf melakukan panggilan di telepon Nadia.
"Wa'aikum salam" Nadia menjawab salam dari Yusuf sambil menutup laptop yang ada di hadapannya sambil berjalan menuju tempat tidur. "Ya kak, maaf tadi Nadia baru mau bales chat kakak tapi kakak udah nelepon duluan."
Keduanya membahas tentang wisuda yang akan Nadia laksanakan dalam dua bulan kurang. Dan ketika Yusuf mengutarakan rencana ummi nya yang besok akan mengajak Nadia untuk main ke rumahnya kembali dengan halus Nadia menolaknya karena ia akan pergi ke rumah om Brama.
Nadia meminta maaf bila belum bisa memenuhi undangan ummi Mariam kali ini. Jari telunjuknya ia gigit ketika Yusuf ingin mengetahui alamat rumah om Brama. karena dirinya sendiri belum tahu alamat rumah baru om nya yang sekarang.
"Nanti Nadia kasih share lock nya, kak. Bila Nadia sudah sampai. Sampaikan permintaan maaf Nadia ya kak sama ummi. Insyaa Allah nanti kalau sudah kembali lagi ke sini Nadia akan mampir ke rumah ummi." Nadia mengakhiri panggilannya dengan Yusuf dengan ucapan salam dari keduanya.
Nadia melihat jam di dinding di kamarnya menunjukan pukul 10 malam. Tak terasa ia dan Yusuf cukup lama mengobrol di telepon hampir 35 menit.
*
*
*
Syakila memotret setiap sudut yang sudah di hias dengan aneka bunga-bunga yang segar. Foto itu ia kirim ke Nadia, dia ingin berbagi moment bahagia kepada sepupunya. Tak lupa ia mengingatkan kepada Nadia kalau besok Nadia di jemput oleh supir pribadi papahnya pak Darto.
Seseorang menemani Syakila untuk melihat tempat yang sudah di dekor dengan nuansa kebun bunga yang indah. Tangan Adrian tak lepas dari pundak Syakila. " Sayang, foto itu kamu kirim ke siapa?" Ketika mata Adrian melihat calon istrinya sibuk mengirim foto-foto kepada Nadia.
"Aku ingin berbagi kebahagiaan kepada sepupuku yang ada di kota M. Besok aku kenalin deh kamu ke Nadia." Syakila mengalungkan tangannya ke leher Adrian.
"Ooh Nadia sepupu kamu yang sering kamu ceritain itu ke aku ya, sayang?" Kenapa dia gak tinggal sama papah kamu aja di sini?" Tangan Syakila sudah lepas dari leher Adrian dan mereka berdua menuju pintu ke luar. Tangan Adrian sambil menggenggam tangan Syakila ketika hendak menuju parkiran.
"Maka dari itu aku sama papah datang ke rumah Nadia ngebujukin dia buat tinggal sama kami di sini, Alhamdulillah kurang lebih 2 bulan lagi dia akan tinggal sama kami disini."
Adrian membukakan pintu mobil untuk Syakila dan tak lupa memasangkan sabuk pengaman, lalu ia duduk di kursi pengemudi. "Baguslah kalau begitu, disana juga dia tidak ada siapa-siapa kan? lebih nyaman kalau tinggal dengan keluarga mu disini dari pada ia tinggal sendiri di kota M." Adrian melajukan mobilnya.
"Ya mas. Aku gak bisa ngebayangin kalau aku di posisi Nadia. Aku salut banget pokoknya sama dia." Syakila menceritakan masa-masa ketika ayahnya Nadia meninggal dimana kehidupan Nadia dan sang ibu harus bisa membiayai kehidupan mereka sendiri. Dan sang ibu tidak pernah mau menerima bantuan dari papahnya karena takut menjadi fitnah di lingkungan tempat mereka tinggal. Sampai akhirnya ibu Nadia membuka toko kue untuk keberlangsungan hidup mereka berdua. Dan Syakila juga menceritakan bagaimana Nadia harus kehilangan ibunya ketika itu. Setelah kepergian ibunya Syakila dan papahnya pernah membujuk Nadia untuk tinggal bersamanya namun Nadia tidak mau karena ia ingin menyelesaikan kuliahnya sampai ia lulus.
" Kayanya Nadia itu idola kamu banget ya, sampai-sampai mas itu hafal dengan cerita yang sering kamu ceritai ke mas." Ucap Adrian sambil mengelus pucuk kepala Syakila.
Syakila hanya tersenyum dan melirik ke arah Adrian. "Nanti kalau Nadia sudah tinggal di sini aku akan ajak dia untuk berkeliling-keliling di kota ini, mau aku ajakin shopping dan pokoknya hal yang bikin kami seneng!" Oceh Syakila yang membayangkan dengan senangnya ia bisa tinggal bersama dengan Nadia.
"Boleh. tapi jangan lupa nanti setelah kita menikah kita gak bisa tinggal lagi di rumah orangtuamu, sayang. Tapi mas gak akan membatasi keakraban mu degan Nadia." Adrian tersenyum dan mengedip-ngedipkan matanya ke Syakila hingga membuat Syakila tersenyum malu.
"Ooh ya, mas. Kalau nanti di kantor mu ada lowongan kerjaan yang cocok untuk Nadia boleh ya, mas."
"Boleh. Memang lulusan Nadia itu apa?"
"Sarjana hukum!"
"Hemmm... tapi untuk di bagian itu sulit, sayang. Nanti coba mas carikan ke beberapa teman, mas. Selain itu Nadia memiliki keahlian yang lain tidak?
"Ada sih dia pinter bikin beraneka ragam kue-kue. Makanya dia sampe punya dua cabang di kota M."
"Ya sudah kalau gitu nanti coba ajak kerja sama saja dengan restoran-restoran di beberapa tempat, mas!"
"Beneran, mas?"
"Ya, sayang!" Syakila hendak mencium Adrian tapi hal itu ia urungkan karena Adrian sedang menyetir mobil.
*
*
*
Suara ayam jago sudah mengeluarkan suaranya dan suara-suara sholawat bergema di setiap menara-menara masjid. Kia yang sudah selesai dengan sholat tahajjud nya yang kini beralih dengan mushaf berwarna jingga. Ia baca lembar demi lembar sampai ia menunggu suara adzan subuh berkumandang.
Setelah satu juz ia membaca ayat suci Al Qur'an suara adzan shubuh pun berkumandang. Perlahan ia meletakan Al Qur'an di atas meja kamarnya. Ia membuka jendela agar udara masuk ke dalam kamarnya. Ia matikan kipas yang tadi telah menemaninya dan membuat kesejukan dalam dirinya . Hingga akhirnya ia melaksanakan sholat shubuh.
Selesai sholat Nadia mengecek kembali barang bawaan yang akan ia bawa ketika menginap dua hari di rumah om Brama. Dirasa sudah lengkap dengan apa yang sudah ia siapkan. Nadia beranjak ke dapur untuk membuat segelas susu coklat dan dua lembar roti sisa kemarin. Sambil menikmati sarapannya Nadia mengecek beberapa pesan yang masuk, chat paling atas dari Yusuf yang menanyakan jam berangkat Nadia hari ini. Nadia membalas chat paling bawah dengan nama id Syakila yang memberi tahu bahwa pak Darto akan tiba di rumahnya sekitar jam 10 pagi. Di tatap lagi chat dari Anyelir yang mengatakan bahwa pengusaha yang sudah menerima sketsa buatan Nadia sangat puas dan ia ingin bertemu langsung dengan si pembuat sketsa.
"Anyelir kamu harus mencari alasan kepada orang tersebut kalau yang membuat sketsa itu terlalu sibuk. Atau kamu sendiri yang mengaku itu adalah hasil buatan mu." Begitulah kira-kira Nadia membalas chat dari Anyelir.
Nadia meletakan hapenya setelah membalas chat dari Anyelir. Ia lupa untuk membalas chat dari Yusuf. Kedua tangan Nadia mengusap wajahnya dengan kasar. Memikirkan bila suatu saat akan ada orang yang ingin mengetahui setiap sketsa bangunan yang ia rancang.
"Aku tidak mau hal orang-orang kaya seperti mereka mengetahui setiap sketsa yang aku buat. Mereka cukup mengambil hasil sketsaku dan membayarnya tanpa harus tau siapa yang membuatnya. Bathin Nadia
Setelah ia membalas chat-chat di hape nya, Nadia bergegas untuk pergi ke toko karena ada beberapa suplayer yang mengirim bahan-bahan baku ke tokonya pagi ini. Hingga akhirnya Nadia mengeluarkan motornya dari samping rumahnya.
Seseorang menyapanya ketika Nadia sudah mengunci gerbang rumah yang tingginya sebahu Nadia.
"Mau kemana neng Nadia pagi-pagi gini udah rapih?" Tanya ibu-ibu paruh baya dengan tentengan kantong kresek berisi sayur-sayuran.
"Eehh ya, Mbah. Nadia mau ke toko, mbah karena ada yang harus di urus." Jawab Nadia yang memberikan senyum manis kepada tetangga komplek yang rumahnya beda 3 rumah dari rumah Nadia.
"Kemarin kayanya di anterin pulang tuh sama anaknya pak Ustadz Arffan? Celetuk ibu-ibu yang samping kanan rumah Nadia. "Pasti kamu ya yang kegatelan ngedeketin anaknya ustadz Arffan."
"Astagfirullahaladzim" ucap Nadia ketika mendengar ocehan tetangganya yang selalu usil tentang Nadia karena ia juga memiliki gadis yang usianya tak jauh berbeda dengan Nadia.
"Ehh, Narti jangan sembarangan kalau ngomong. Bilang aja kalau kamu iri sama neng Nadia. Karena anakmu jarang disuka pria yang bermobil." Bela Mbah Arum.
Nadia hanya senyum kepada tetangga sebelahnya, ia sudah kebal dengan setiap ucapan yang tidak baik dari mulut ibu-ibu itu. Dan akhirnya ia berpamitan untuk pergi kepada Mbah Arum dengan senyum yang ia sunggingkan dan sedikit anggukan kepala.
Dalam perjalanan motor Nadia tiba-tiba mogok di tengah jalan dilihatnya ban belakang motor yang kempes. Ia menatap jam di tanganya pukul 6.30 mana ada tukang tambal ban jam yang buka sepagi ini.
"Yaa Allah, merah-merah kenapa si kamu dua hari ini gak bersahabat banget sama aku!" ucap Nadia yang kini mendorong kembali motor metik yang sudah hampir 5 tahun menemani nya.
Suara motor berhenti di sampingnya hingga membuat Nadia menoleh ke arah motor tersebut dan di lihatnya Kiren yang memboncengi adiknya yang berseragam putih biru.
"Kenapa, Nan motor kamu?" Tanya Kiren yang masih menggenggam stang motor dan mematikan mesin motornya ketika melihat Nadia yang mendorong-dorong motor metiknya.
"Tuh coba kamu liat ban belakangku minta jajan pagi-pagi gini. Kamu tau sendiri kan jam segini mana ada tukang tambal ban yang buka!" Nadi menggelengkan kepalanya.
"Ya udah kamu tunggu aja aku di sini, sehabis aku nganterin adek ku Firman, aku akan anterin kamu. Emang kamu mau kemana pagi-pagi gini, Nad? Ucap Kiren yang sudah diberi sinyal oleh adiknya karena takut terlambat masuk sekolah.
"Mau ke toko, Ki. Ada supplier yang mau anter bahan-bahan ke toko aku yang di dekat mall Moon." Nadia melihat Firman yang sudah gelisah karena takut terlambat. "Ya udah sana kamu anter adek kamu aja, aku mah gampang nanti bisa pesan ojek online lah."
Mobil sedan berhenti di belakang motor Nadia dan Kiren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Bang Ipul
ceritanya bagus gak ada komflik
2024-06-11
0
Bilqies
seneng gak tuh yang dapat chat dari Yusuf 🤣🤣
2024-06-06
0