Yusuf mengikuti Nadia dari Nadia ke rumah mbah Rumi untuk membicarakan masalah rumah mbah Rumi yang ak di kontrak selama enam bulan dan bila Nadia sudah ada yang ia ingin membeli rumah mbah Rumi untuk bu Farid. Agar bila nanti ia jadi menikah Nadia bisa menitipkan pula rumah nya kepada bu Farid.
Nadia ke luar rumah mbah Rumi dan Nadia tidak sadar ketika mobil Yusuf tetap mengikutinya. Yusuf khawatir bila Nadia pergi sendiri, karena perjalanan ke kota M sampai ke kota H lumayan memakan waktu sampai dua jam. Ketika azan ashar Nadia menepi untuk sholat ashar di masjid begitu juga dengan Yusuf ia menepikan mobilnya setelah Nadia memarkirkan motor metik nya di depan parkiran masjid.
"Loh itu kan kak Yusuf, jadi dia mengikuti aku sampai ke sini?" Nadia berbicara pada dirinya sendiri. Hingga orang yang baru saja selesai melaksanakan sholat menoleh padanya.
"Si neng ngomong sama saya?" Tanya bapak bapak berkoko putih dengan kasih sarung warna hijau garis garis.
"Ehh, gak pak. Saya sedang bicara sendiri aja." Jawab Nadia hingga bapak itu menggelengkan kepalanya.
"Anak jaman sekarang kelakuannya emang aneh!" gerutu bapak tersebut kepada teman nya yg sudah duluan berjalan.
Nadia berhenti sejenak sambil menunggu Yusuf yang memarkirkan mobilnya. "Kak Yusuf!" Panggil Nadia.
Yusuf menoleh dan ia hafal benar dengan suara wanita yang selalu membuatnya tersenyum manis. "Loh, bukanya dek Nanad tadi sudah masuk ke masjid ya?" Pikir Yusuf Nadia tidak melihat kedatangannya.
"Belum. Kak Yusuf kenapa ngikutin Nadia sampai sini. Perjalanan Nadia cukup lama loh, kak?" Nadia berjalan sejajar dengan Yusuf menuju depan masjid
"Gak jauh kok. Kebetulan kakak juga ada teman yang tinggal searah dengan rumahnya om dek Nadia!" Yusuf sebenarnya hanya ingin tahu rumah om Brama. Dan Yusuf sudah terbiasa menempuh perjalanan sampai ke kota H, karena ia sering meeting dengan para pengusaha dan ada beberapa temannya yang memang tinggal di kota H.
"Oooh, gitu." Nadia sudah membuka sepatunya dan menuju tempat wudhu wanita. Sedangkan Yusuf berjalan ke arah tempat wudhu laki laki.
Beberapa menit mereka melaksanakan sholat. Yusuf yang sudah selesai duluan menunggu Nadia di depan teras masjid. Jam sudah menunjukan setengah lima sore. Sedangkan perjalanan mereka masih satu jam setengah. Ketika Nadia sudah datang Yusuf meletakan sepatu milik Nadia. "Ini sepatunya, dek!"
Nadia melihat perlakuan Yusuf. "Terimakasih, kak!"
"Sama sama!"
Mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka. Yusuf sempat menawarkan kepada Nadia untuk makan. Namun Nadia menolaknya ajak kan Yusuf karena Nadia tidak ingin mengecewakan om dan tantenya. Satu jam perjalanan sudah Nadia dan Yusuf lalui. Namun tiba tiba hujan turun di pertengahan jalan. Yusuf menepikan mobilnya dan memanggil Nadia untuk masuk kedalam mobil. Nadia menolak karena ia bisa menggunakan jasa hujan untuk melindungi tubuhnya dari derasnya hujan. Dan baru saja beberapa menit Nadia melanjutkan perjalanannya petir menggelegar sangat kuat. Hingga Nadia sedikit takut. Yusuf sudah menepikan mobilnya saat melihat motor Nadia berhenti di sebuah mini market. Yusuf turun dari mobil dan menghampiri Nadia.
"Sudah kakak bilang naik mobil kakak aja, motor nanti bisa di titip kan ke temen kakak. ada temen kakak yang kebetulan dekat sini!" Yusuf berbicara sedikit berteriak karena air hujan yang sangat deras.
"Baiklah!" Nadia menurut saja. Saat ia melihat ponselnya ada beberapa panggilan tidak terjawab dari rante Retno. Dan dia membaca pesan singkat dari tantenya dan juga om Brama. karena mengkhawatirkan Nadia yang belum sampai juga sedangkan jam susah menunjukan pukul 17.45. Nadia membalas mengabarkan bahwa lima belas menit lagi ia akan sampai.
Yusuf sedang berbicara di telepon. Temannya bersedia untuk datang ke mini market yang Yusuf beri tahu untuk mengambil motor Nadia yang akan ia titip kan di rumah temannya Yusuf yang bernama Bastian.
Lima menit Nadia dan Yusuf menunggu temannya Yusuf sambil menjadi segelas kopi susu mereka beli di dalam mini market tersebut. "Itu Bastian datang!" Ucap Yusuf ketika temannya datang dengan membawa satu orang.
Setalah berbincang bidang sebentar Yusuf dan Nadia berpamitan. "Aku titip dulu ya, Bas. Besok aku kabarin kalau Nadia mau ambil motornya." Yusuf menjabat tangan temannya masa kuliah dulu.
"Siap, bro. Asyik dah yang udah punya calon istri. Jangan lupa undang undang kalau udah nikah!" Candanya sambil menepuk nepuk bahu Yusuf.
"Do'ain aja ya, Bas." Yusuf melangkah di ikuti oleh Nadia di belakangnya.
*
*
*
Dikediaman om Brama. Tante Retno dan Brama sudah beberapa kali mencoba menelpon Nadia. Namun ponsel Nadia sudah tidak aktif. Rasa cemas keduanya begitu terlihat oleh Syakila.
"Sudahlah mah. Mamah jangan khawatir begitu. Nadia kan tadi tadi sudah kasih kabar dia kalau dia akan sampe lima belas menitan lagi." Syakila mencoba menenangkan mamah dan papahnya.
"Iya, tapi sekarang sudah lewat dari lima belas menit, Sya." Brama yang angkat bicara dan melihat ke arah pintu masuk rumah miliknya.
Azan magrib pun berkumandang. Saat Retno dan Brama akan masuk ke dalam kamar untuk mengganti pakaian suara pintu pun terdengar dan mereka melihat wajah Nadia. Dengan baju yang terlihat sudah sedikit masih basah. "Assalamu'alaikum" Ucap Nadia.
"Wa'alaikum salam, Yaa Allah Nadia om sama tante khawatir banget tahu kamu belum pulang." Ucap Brama.
"Kami baik baik aja kan, kamu pulang naik motor sampe basah basahan begini?"
Belum juga Nadia menjawab namun tantenya mencecar Nadia dengan banyak pertanyaan.
"Kamu sudah makan? Terus motor kamu ada di mana kok tante gak denger suara motor? karyawan kamu gak ada yang luka kan karena kejadian itu? Terus..." Ucapan Retno terpotong karena Syakila akan membawa Nadia naik ke atas untuk mandi.
"Mamah, alhamdulillah Nadia pulang dengan selamat. Dan mamah kasih pertanyaan banyak banget gitu, Nadia nya kasian kan kedinginan gini." Celoteh Syakila. Dan Nadia hanya tersenyum sambil mencium pipi kiri kanan tante Retno.
"Maaf in tante ya Nadia. Karena tante terlalu khawatir sama kamu. Kamu kan belum lama sembuh." Retno mengelus kerudung Nadia yang masih basah.
Syakila membawa Nadia ke atas sedangkan Brama dan Retno melaksanak sholat magrib di mushola yang ada di dalam rumahnya.
Setelah semuanya selesai dengan ritual masing masing. Retno dan Syakila menuju ke kamar Nadia. Dimana Syakila akan merias'i wajah Nadia. Gamis yang mewah dan elegan telah di letakan di atas kasur Nadia oleh Syakila. Tante Retno membawakan segelas jahe madu untuk menghangatkan tubuh Nadia. "Nak, ini diminum dulu biar kamu gak masuk nagin nanti!" Perintah Tante Retno.
"Terima kasih, tan!" Nadia duduk di tepian tempat tidur bersama Syakila
"Semua keputusan untuk malam ini, kamu yang menentukan Nadia. Tante dan om tidak memaksakan kamu untuk menerimanya bila kamu tidak cocok." Tante Retno mengenggam erat tangan Nadia.
Aliran darah Nadia seolah memuncak di atas kepala, hatinya seperti sulit untuk di ungkapkan. Nanar matanya meredup ingin rasanya ia lari dari semuanya. Namun sesaat ia teringat akan ucapan ummi Mariam yang mengatakan bahwa inilah bakti anak ketika orang tua telah tiada maka seorang anak harus bisa memenuhi nazar orang tuanya kala itu. Namun Nadia hanya ingin mendengarkan kepastian dari cerita sahabat ayahnya.
"Mah, mamah. Pak Daulay dan keluarganya suda datang!" Teriak Brama sebelum mengetuk pintu kamar Nadia.
Retno bangkit dari duduknya. "Tamunya sudah datang, sayang. Cepet make up in Nadia!" Retno menutup pintu
Retno dan Brama turun dan menyambut kedatangan keluarga besar Daulay sahabat dari ayah Nadia dan juga Brama. Sedangkan Syakila dan Nadia masih di dalam kamar.
"Kak. Di make up nya nanti saja nunggu Nanad sholat kaya dulu, ya?" Nadia masuk ke kamar mandi untuk berwudhu. Di dalam kamar mandi Nadia memikirkan tentang malam ini. Bagai mana pun ia ingin tetap berbakti kepada kedua orangtuanya namun di lain sisi ia merasa sedih karena ia tidak bisa bersama dengan orang yang sudah mengisi hatinya beberapa bulan ini. "Bagai mana dengan kak Yusuf nanti? ummi Maryam dan ustadz Arffan pasti akan kecewa padaku!" Gumam Nadia sambil menyandarkan tubuhnya di pintu kamar mandi yang sudah tertutup
Suara ketukan pintu terdengar.
Tok... tok...
"Nadia, Nadia. Kamu gak apa apa kan? kok aku gak denger suara air?" Syakila memanggil manggil Nadia. karena takut terjadi apa apa pada sepupu kesayangannya.
"Iya, kak. Nanad gak apa apa kok. Kerannya sedikit macet jadi agak susah kak!" Jawab Nadia yang kini sudah memutar keran.
"Ooh gitu. Tapi sekarang sudah bisa belum. kalau gak bisa kamu bisa ke kamar mandi aku aja, Nadia!"
*
*
Beberapa menit berlalu Nadia pun telah selesai melaksanakan sholat. Kini ia duduk di depan cermin siap untuk di rias oleh Syakila.
Syakila tahu bahwa Nadia dalam ke adaan tak tenang. Ia bisa melihat wajah Nadia yang sedikit sendu. Binar matanya tak seperti pagi tadi. Ia terus memberikan nasihat kepada Nadia, untuk tidak memaksakan dirinya menerima lamaran ini. Apalagi sepertinya Nadia sudah punya seseorang yang ia sukai walau Nadia tidak bercerita langsung namun setiap kali ia melihat Nadia menerima telpon dari Yusuf Syakila bisa memahami wajah bahagia yang terpancar dari wajahnya, binar matanya tak seperti ini.
"Nad, kamu jangan memaksakan sesuatu yang kamu gak suka. Mamah dan papah aku kan bilang semua ini bukan paksaan juga, kan?" Syakila memakaikan lipstik di bibir Nadia.
"Insyaa Allah. Iya kak. Nadia cuma takut bila Nadia nanti menolaknya bagaimana dengan om Brama menyikapi persahabatannya. Pasti sahabat dari ayah dan om akan kecewa karena kita mengingkari janji ayah Nanad, kak?" Nadia memeluk pinggul Syakila yang ada di depannya. Ia menenggelamkan wajahnya di perut Syakila.
"Bismillah, kakak yakin kamu bisa menilai dan memilih mana yang baik menurut mu dan juga menurut Allah. Iya, kan? kamu lebih paham untuk ke arah itu, Nad. Kakak yakin itu. " Syakila mencoba menentukan Nadia.
Di ruang tamu. Brama, Retno dan keluarga besar Daulay beserta istrinya nyonya Nirmala Daulay Syakh dan dua anak laki lakinya Rujukhan Daulay Syakh dan Agasia Daulay Syakh. Mereka sedang berbincang bincang sambil menunggu kedatangan Nadia. Brama dan tuan Daulay sedang bercerita tentang masa lalu mereka saat kuliah dan bekerja sampingan bersama dengan ayahnya Nadia saat itu.
Nadia dan Syakila menuruni tangga langkah demi langkah. Wajah Nadia terus menunduk Syakila terus menggandeng tangan Nadia.
"Assalamu'alaikum, om tante!" Nadia dan Syakila mengalami nonya Nirmala sedangkan kepada tuan Daulay dan kedua anaknya Nadia hanya menangkup kan kedua tangannya di dada.
"Aahh kalau yang ini anak kamu, kan Bram? berarti gadis ini yang anaknya Herman?" Tanya nya saat Nadia akan duduk berhadapan dengan Raju dan Agasia.
Agasia tiada henti menatap wajah Nadia. Sedangkan Raju seolah tak peduli dengan wanita yang ada berhadapan dengan dirinya. "Adem bangat ngeliat ini cewe, cantik pula." Ucap Agasia dalam hati. Agasia menyenggol nyenggol lengan Raju yang sedari tadi memainkan ponselnya. "Bang cewe pilihan papi ternyata cantik banget, kalau elo gak mau gak apa apa gue gak nolak jadi peran pengganti elo, bang!" Canda Agasia dengan mengecilkan suaranya agar tak terdengar oleh papi dan maminya serta beberpa orang yang ada si situ.
Sebelum berangkat ke rumah Brama. Daulay dan Raju sempat bertengkar karena Raju menolak dijodohkan dengan teman sahabatnya dengan dalih Raju tidak bisa menemukan wanita yang baik untuk dirinya sendiri jadi tuan Daulay memutuskan untuk mencari aku wanita untuk dirinya. Apalagi dikuatkan dengan surat perjanjian dirinya dengan ayah Nadia ketika 18 tahun yang lalu saat Nadia masih berusia 4 tahun sedangkan Raju berusia 10 tahun. Ayahnya Nadia (Herman Hartanto) melihat Nadia yang selalu ceria ketika Raju mengajaknya main kala itu. Dan dia ingin persahabatan mereka tidak terputus makan mereka berdua membuat surat perjanjian mana kala mereka bertemu lagi mereka akan menjodohkan Nadia dan Raju. Dan saat Tuan Daulay beserta keluarganya pindah ke luar negri sepuluh tahun kemudian mereka bertemu kembali saat itu ayah Nadia menjadi arsitek untuk perusahaan yang Daulay geluti sampai saat ini. Ketika itu pula beberapa bulan kemudian keluarga Daulay menetap kembali di Indonesia setelah 10 tahun berada si negara paman syam.
Raju yang acuh tak acuh hanya diam saja dengan candaan adiknya. Nadia yang ada si hadapnya merasa kaget ketika melihat wajah Raju yang tak asing baginya. "Jadi orang sombong dan angkuh ini yang nanti akan menjadi calon suamiku. Yaa Allah apakah ini taqdir yang harus aku lalui?" Gumam Nadia dalam hati. Harinya goyah akan keyakinannya untuk menerima lamaran tersebut ketika dia tahu laki laki yang akan menjadi calon suaminya adalah laki laki yang pernah menginjak tangannya dan arogan di acara perjuangan Syakila. Dan terkahir ia bertemu saat mereka menjalin kerja sama bisnis dengan Anyelir. Ia bisa tahu benar bagaimana sifat dari pria yang duduk di hadapan ya saat ini.
"Ya sudah sebelum kita membicarakan hal penting lebih baik kita sekarang makan malam dulu ya. Karena makanan sudah saya siapkan!" Ajak Retno kepada semua yang ada si ruang tamu.
Dan tiba tiba ketika mereka semua berada si meja makan. Suara ketukan pintu dan salam terdengar. Saat itu semua mata terutuju pada suara tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments