Mobil sedan berhenti di belakang motor Nadia dan Kiren. Ketika Kiren hendak melanjutkan perjalanannya mengantarkan sang adik.
"Itu sepertinya mobil ustadz Yusuf, Nad? Emang ya kalau namanya jodoh pasti deh akan selalu diberikan kemudahan untuk bertemu." Ledek Kiren yang sudah mendapatkan cubitan kecil dari adiknya untuk segera jalan.
Wajah Nadia bersemu merah mendengar ledekan jail sahabat masa kecilnya itu. Setelah motor Kiren melaju, Yusuf menghampiri Nadia.
"Kenapa lagi motornya, dek?" Yusuf yang penampilannya hari ini berbeda dari biasanya. Hai ini ia menggunakan jas berwarna abu-abu dengan kemeja berwarna cream dan dasi garis-garis yang dipadukan senada dengan warna jas dan celana yang ia kenakan.
Mata Nadia melihat wajah tampan yang memiliki lesung Pipit ketika tersenyum dengan begitu terpesona karena Yusuf terlihat lebih gagah dan semakin tampan dengan rambut sedikit klimis yang biasanya ia tutup dengan peci.
"Dek, Nadia!" Panggil Yusuf dengan lambaian tangan di hadapan Nadia. "Ditanya nya kok diem aja malah ngeliatin ke sana!" Tunjuk Yusuf yang dikiranya Nadia melihat ke arah mobil sedan miliknya.
"Oohh gak... gak kak. Maaf tad... Ucap Nadia terpotong ketika Yusuf melihat ban belakang motor Nadia.
"Oohh, ban motor mu kempes ya, dek? kamu mau kemana biar nanti sekalian kakak antar." Yusuf langsung melangkah ke arah mobilnya dimana sudah ada pak Syarif di bangku supir.
"Gak. gak usah, kak. Biar Nadia nanti naik ojek online aja." Tolak Nadia yang tak enak hati. " Takut nanti kak Yusuf telat juga kan!"
"Gak apa-apa. Kakak cuma mau ke kantor kok, itu juga gak buru-buru banget. Yusuf sudah membukakan pintu penumpang untuk Nadia."
Ketika Nadia hendak masuk ada seseorang yang akan membawa motor Nadia. Dengan cepat mata Nadia tertuju pada orang tersebut yang pasti itu orang suruhan Yusuf untuk memperbaiki motornya.
Yusuf masuk dan duduk di sebelah kanan Nadia. Jantung Nadia berdetak tak beraturan baru kali ini ia duduk berdampingan dengan Yusuf dalam satu mobil. Wajah malunya ia sembunyikan dan pura-pura melihat ke arah jendela mobil.
Begitu juga dengan Yusuf senatural mungkin ia mengusir rasa gugupnya dengan wanita yang ada di sebelah kirinya. Ia mencoba mengatur nafasnya untuk menetralkan rasa yang ada di hatinya.
"Ehhhmmm... maaf kak Nadia sudah merepotkan kakak lagi dua hari ini." Nadia memberanikan diri untuk bersuara ketika mobil sudah melaju.
Yusuf sedikit terkejut dengan suara Nadia yang begitu dekat dengannya. Hingga membuat tangan Yusuf sedikit dingin dan merasa kikuk. "Oohh... gak, gak merasa direpotkan kok!" Jawabnya sambil melihat ke arah depan, hendak melirik ke sampingnya namun ia takut matanya bertemu dengan mata Nadia yang akan membuatnya merasa lebih kikuk dibuatnya.
Nadia mengeser kan bokongnya ke sebelah kiri hingga tubuhnya begitu dekat dengan jendela. Begitu juga dengan Yusuf. Hingga ada sisa tempat yang cukup kosong di tengah-tengah mereka.
Pak Syarif mengendarai mobil sedikit kencang hingga ia lupa di depannya ada polisi tidur yang begitu tinggi di depannya. Nadia yang sedang menopangkan dagunya ke jendela terjeduk kaca jendela mobil dimana guncangan di mobil begitu terasa.
Dukk...
Kening Nadia terkena benturan. Sontak membuat Yusuf mendekat kepada Nadia. "Kamu gak apa-apa, dek?" Tangannya Yusuf refleks hendak memegang wajah Nadia. Namun dengan cepat tubuhnya menjauh dari Nadia. "Maa... maaf.!" Ucap Yusuf.
"Maaf ya ustadz dan neng Nadia, bapak gak engeh kalau ada polisi tidur di depan!" Ucap pak Syarif yang menoleh kebelakang sambil menangkupkan kedua tangan di dadanya.
"Ya gak apa-apa, pak." Jawab Nadia dan Yusuf bersamaan!"
Beberapa detik suasana hening. Dan membuat Yusuf bingung mencari obrolan agar mencairkan suasana.
"Maaf tadi pagi chat kakak kok gak di bales?" Ucap Yusuf memberanikan diri.
Nadia sedikit berfikir untuk mengingat-ingat. "Sepertinya Nadia sudah membalasnya, kak!" Nadia merogoh hape di dalam tas Selempang nya.
Dengan cepat Yusuf menyodorkan hape di hadapan Nadia dengan layar yang menunjukan chat diantara mereka berdua. Nadia tersenyum ketika chat darinya tidak ada di layar hape Yusuf.
Senyum kecil mengembang di wajah Nadia hingga membuat Yusuf pun ikut tersenyum. "Maaf tadi mungkin Nadia kelewat hendak membalas chat dari kak Yusuf." Nadia membelokan tubuhnya ke arah Yusuf. "Hari ini supir pribadi om Brama akan menjemput Nadia sekitar jam 10. Makanya pagi ini Nadia juga harus urus keperluan toko yang beberapa bahan bakunya sudah habis." Nadia melirik Yusuf yang tak ingin menatap wajahnya.
"Sebenarnya kakak mau ngajakin kamu bareng ke kota H. Karena kebetulan hari ini kakak ada urusan dengan perusahaan MITEK. Tapi nunggu balasan dari kamu gak kunjung datang. Jadi kakak putuskan untuk pergi bersama pak Syarif ke kota H." Yusuf berbicara namun matanya memandang ke arah depan. Karena ia tak bisa mengontrol detak kan jantungnya ketika menatap Nadia begitu dekat.
"Yaa maaf!" Nadia mendudukkan kepalanya.
"Gak maksud apa-apa kok. Kakak cuma ingin tau alamat om kamu di kota H. Biar suatu saat ketika kakak dan keluarga datang ke berkunjung ke rumah om nya dek Nadia dengan niat baik gak akan kesasar kan?" Yusuf tersenyum dengan sumringah.
Sementara hati Nadia begitu tak karuan ketika mendengar kata-kata Yusuf barusan. Ia menarik nafas dengan perlahan untuk menyesuaikan hatinya yang sedikit ada rasa bahagia dengan kata-kata Yusuf yang seolah ingin meminta restu kepada om nya. "Maksud kak Yusuf berkunjung ke rumah om Brama, itu apa ya?" Dengan perlahan dan penuh penekanan dikata terkahir Nadia memberanikan diri bertanya ke pada laki-laki yang sudah membuat hatinya berbunga-bunga.
"Untuk hal itu biar ummi yang bicara langsung sama dek Nadia." jawabnya dan mobil pun berhenti tepat di depan toko kue Nadia.
"Baiklah. Terimakasih pak Syarif dan kak Yusuf untuk tumpangan nya. Nadia hendak membuka pintu mobil dan mengucapkan salam kepada kedua nya.
"Nanti motormu di antaranya ke toko sama pak Yusril." Ucap Yusuf yang sudah memberikan senyum manis terakhir ketika Nadia sudah menutup pintu mobilnya.
Mobil pun melaju. Yusuf hanya mengulum senyum di sepanjang jalan. Sedikit demi sedikit langkahnya untuk halalkan Nadia semakin mudah.
*
*
*
Dua orang berbaju seragam dari merek terigu ternama sudah menunggu kehadiran Nadia di depan tokonya yang lumayan besar dengan ukuran toko kue yang ada di sekitar ruko-ruko di daerah perkotaan.
"Maaf mas kalau sampe nunggu saya lama. Karena tadi motor yang saya kendarai bannya bocor." ucap Nadia ketika menemui dua pria tersebut yang sudah mengeluarkan beberapa karung gula, terigu dan bahan-bahan untuk kue.
"Gak apa-apa, neng. Ini juga karena jadwal kita yang ngatur. Abis kalau besok-besok kan tau sendiri udah mau liburan gini pasti jalanan akan macet. Jadi kita sekalian aja bawa orderan neng." Salah satu bapak-bapak tersebut menyodorkan nota pembelian. Tertera nominal sisa pembayaran yang harus Nadia bayar.
" Nanti sisanya saya transfer aja ya pak, karena kemarin saya lupa ke bank buat ambil uang cash." Ucap Nadia yang sudah menerima nota tersebut.
"Siap, neng. Kaya orang baru kenal kemarin aja. Ya sudah bapak lanjut ya."
"Makasih ya pak Tarman dan mas Andi? Ucap Nadia yang sudah 4 tahun ini berlangganan dengan mereka.
Ketika Nadia hendak membuka gudang di tokonya dua karyawannya sudah datang. Dan membantu memasukan barang-barang yang tadi ada di depan tokonya.
Setelah beberapa menit mereka bertiga membereskan semuanya sampai masuk ke gudang persediaan. Nadia memanggil salah satu karyawan ke percayaannya untuk menemuinya di ruang istirahat Nadia. "Bu Farid, dua hari mungkin saya tidak datang ke toko nanti semua urusan yang berusaha dengan toko Pelangi 1, 2 dan 3 saya serahkan ke Bu Farid ya. Jadi laporan mereka pun Bu Farid yang pegang ya. Kalau masalah storan nanti teman saya Kiren yang datang ke sini."
"Baik neng Nadia. Ada acara apa toh neng ke kota H.!" Ucap Bu Farid yang sudah menerima daftar nama orang-orang dan rumah makan yang memesan kue-kue dari toko Nadia.
"Sepupu saya lamaran, Bu! jadi saya harus datang sebelum hari H, habis dari sini saya langsung berangkat, Bu. Dan ini sedikit uang jajan buat anak ibu di rumah." Nadia menyelipkan 300 ribu uang tambahan untuk Bu Farida yang Nadia tau Bu Farid memiliki 4 orang anak yang masih sekolah.
"Loh kok gede banget neng? cicilan hutang ibu aja belum ibu cicil lagi, neng!" Bu Farid yang tak enak hati karena Nadia begitu baik kepada nya dan karyawan-karyawannya.
"Gak apa-apa Bu, masalah pinjaman ibu itu gak usah di pikirin. Kalau keperluan ibu lagi gak ada baru ibu Farid cicil lagi. Ya sudah ya Bu saya pamit. "Narto jangan lupa ya kirim terigu ke pelangi dua dan tiga hari ini!"
"Ya mba, siap laksanakan." Narto yang sudah menerima uang tambahan dari Nadia terlebih dahulu dan di amanah kan untuk membagi-bagikan pula jatah kepada 4 karyawan Nadia yang lainnya.
"Mba Nadia itu baik banget ya sama kita-kita. Setiap dia dapat Rezki lebih pasti kita kebagian" ucap karyawan bernama Agus.
"Semoga mba Nadia mendapatkan jodoh yang baik dan Sholeh sepeti ustadz Yusuf." Celetuk Pani yang sedang membuat adonan.
"Aamiin." Mereka berenam kompak mengaminkan ucapan Pani.
*
*
*
Motor Nadia sudah terparkir di depan tokonya ketika Nadia sudah keluar. Dan bapak paruh baya itu menyerahkan kunci motor Nadia. Nadia menerimanya sambil menyelipkan amplop berisi uang kepada pak Yusril.
"Gak, gak usah neng. Ustadz Yusuf tadi sudah membayar bapak. jadi neng gak usah ngasih lagi." Tolak pak Yusril yang menolak pemberian uang dari Nadia.
"Gak ap, apa pak, ini beda lagi. Kebetulan saya sedang ada rezki lebih jadi ini uang tip untuk bapak. Terima ya pak!" Nadia memasukan amplop itu ke saku kaos pak Yusril. Dan mau tak mau pak Yusril menerimanya dengan senang hati.
"Saya pamit ya pak. Terima kasih sudah mengantarkan dan memperbaiki motor saya." Nadia sudah duduk di motor merahnya dan mengucapkan salam kepada pak Yusril.
"Pantas saja ustadz Yusuf peduli kepada Nadia. Ternyata benar kata orang-orang yang bekerja di sini neng Nadia itu baik banget. Semoga aja dia berjodoh dengan ustadz Yusuf. Sama-sama baik dan sama-sama ganteng dan cantik serta Sholeh dan Sholehah pula. Paket komplit dah." Ucap pak Yusril yang membuka isi amplop yang berisi 4 lembar uang lima puluh ribuan.
*
*
*
Jam setengah 10 Nadia sampai di rumahnya di lihatanya mobil Honda Jess yang tepat berada di depan gerbang miliknya.
Sopir melihat ke datangan Nadia lalu ia menghampiri Nadia yang sedang membuka kunci gembok pagar rumahnya.
Nadia dorong pagar berwarna hitam yang sudah usang karena sudah beberapa tahun belum ia ganti.
""Non Nadia ya? Tanya pak Darto supir pribadi Syakila. Ketika ia menemui Nadia yang hendak memasukan motornya ke parkiran depan rumahnya. "Saya pak Darto supir pribadi non Syakila yang di perintahkan untuk menjemput nona Nadia!"
"Ooh pak Darto. Ya silahkan parkirkan saja mobil bapak ke dalam sini biar tidak menghalangi jalan." Nadia mendorong lebih lebar pagar rumahnya.
Halaman rumah Nadia memang agak besar karena ketika mendiang ayahnya masih ada ia sempat memiliki mobil dan setelah ayahnya meninggal mobil itu dijual untuk modal ibunya membuka toko kue.
Pak Darto memarkirkan mobil di halaman rumah Nadia. Nadia sudah menyediakan segelas jus mangga untuk pak Darto sambil menunggu dirinya membereskan barang-barang yang akan dibawa olehnya.
Dua puluh menit pak Darto beristirahat di teras rumah Nadia. Akhirnya mobil pak Darto membawa Nadia jalan menuju kediaman om Brama.
Nadia mengirim chat kepada Syakila mengabarkan bahwa dirinya sudah dalam perjalanan menuju rumah om nya.
"Neng tinggal di rumah sendirian?" Tanya pak Darto
Kegiatan mengetik Nadia terhenti dengan pertanyaan supir yang ada di depannya. "Ya pak! Karena kedua orang tua saya sudah meninggal!" Nadia meletakan benda pipih di tas.
"Kenapa neng gak tinggal aja sama tuan Brama. Rumah tuan Brma kan sangat besar, non!"
Nadia menjawab setiap ucapan pak Darto dan memberikan alasan mengapa ia masih ingin tinggal di rumah kedua orangtuanya. Walau pun ia tinggal sendiri ia merasa bahwa kedua orangtuanya masih menemaninya di rumah tersebut. Kehangatan di rumah itu membuatnya nyaman walau terkadang ia suka merasa kesepian namun sesekali ia meminta Kiren untuk menginap menemaninya.
Pak Darto memahami keputusan Nadia. Walau bagaimana pun senyaman nyamanya tempat tinggal adalah rumah sendiri walau sempit namun tetap di rindukan. Yang sulit untuk Nadia meninggalkan rumah kediaman orangtuanya adalah kenangan dan banyak kisah yang sudah Nadia lalui di rumah tersebut.
Walau bagaimana pun Nadia tidak akan menjual atau merubah rumah tersebut. Agar tetap menjadi kenangan baginya. Walau ia punya niat untuk sedikit memperbaiki bagain-bagian rumah yang sudah sedikit rusak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
ℛムメနんム⭑ⷫ ᭄ⷶ°♬
👍
2024-08-19
0
Bang Ipul
lanjuut
2024-06-11
0
Bilqies
aduh bakalan merah merona tuh wajahnya si Nadia /Grin//Grin/
2024-06-06
0