Dan tiba tiba ketika mereka semua berada di meja makan. Suara ketukan pintu dan salam terdengar. Saat itu semua mata tertuju pada suara tersebut. Dan seketika wajah Marhen terlihat, Marehen berteriak mencari mamah dan papah nya.
"Assalamu'alaikum. Mah, pahhh!" Teriaknya.
Retno berdiri dan menghampiri putra sulungnya yang baru saja pulang dari tugas luar kotanya. "Wa'alaikum salam. Sttt, jangan teriak teriak gitu dong, Hen. Ada sahabatnya papah!"
Marhen mencium punggung tangan Retno. "Maaf mah Marhen gak tahu. Baru Marhen mau tanya ada mobil siapa aja itu. Tapi salah satunya Marhen tahu itu kaya mobil temen Marhen." Retno membawa Marhen ke meja makan untuk bersalaman kepada keluarga Daulay
Dan saat Marhen melihat Agasia temannya. "Aga. Loh kok, lo ada disini?" celetuk Marhen yang sampai mendapat deheman keras dari Brama.
"EHEMMM!"
"Maaf, maaf mah, om, tante!" Ucap Marhen tak enak hati dan ia langsung bersalaman kepada papah dan kedua orang tua Agasia.
Marhen dan Agasia menggunakan kata isyarat ketika mereka bertemu. Marhen pun pamit untuk naik ke atas karena ia sudah makan malam sebelum ia pulang.
Dua puluh menit makan malam pun sudah selesai, semua menikmati masakan yang dibuat oleh Retno. Semua orang duduk di ruang keluarga membicarakan masalah pertunangan Nadia dan Raju.
Daulay memulai percakapan dengan mengulang kisah ketika Herman ayah Nadia dan dirinya ketika menulis surat perjanjian lima belas tahun yang lalu. Nadia memahami setiap kisah yang Daulay ceritakan dan ia pun membaca isi surat yang tuan Daulay berikan kepadanya. Karena Daulay tidak ingin perkataan nya itu dianggap mengada ada tanpa sebuah bukti.
Hati Nadia gusar. Dan matanya menyipit saat membaca kata demi kata setiap isi surat yang ayahnya tulis. Ia mengenali betul tulisan sang ayah yang sangat ia rindu kan . "Yaa Allah, mengapa ayah bisa sampai membuat perjanjian perjodohan ini?" Syakila melihat perubahan wajah Nadia. Ia melihat wajah sedih yang tak banyak orang tahu.
Syakila memegang tangan Nadia yang dingin. Ia bisa merasakan apa yang Nadia rasakan saat ini. Nadia meletakan surat itu dengan perlahan. Ia mencoba menetralkan kondisi tubuhnya. Jantungnya yang berdegup kencang saat tadi kini mulai kembali stabil dengan perlahan ketika ia menarik napas dan mengucapkan. "Laa Hawla Walakuata ilabillah" Nadia mengucapkan itu terus di dalam hatinya.
"Jadi bagaimana, nak. Apakah nak Nadia akan menerima lamaran ini?" Tanya tuan Daulay kepada Nadia. Saat itu pun suasana menjadi hening dan semua mata tertuju pada sosok Nadia.
Raju yang ada di depan Nadia berharap Nadia menolak perjodohan ini. Karena ia tidak sama sekali ingin dirinya menikah, karena rasa sakit hati yang masih menggerogoti hatinya lantaran kecewa kelasa Calista yang sudah menduakan dirinya. Dalam pikiran nya semua wanita sama di mata nya.
Nadia menarik napas, tangannya menggenggam erat tangan Syakila. "Bismillahirrahmanirrahim, Nadia siap om. Perjanjian itu akan Nadia tunaikan sebagai bakti Nadia kepada ayah!" Ucapnya tanpa ragu.
Alangkah terkejutnya Retno, Brama dan Syakila mendengar perkataan Nadia barusan. Syakila sampai menoleh dan meraup wajah Nadia. "Nad, kamu yakin?" Tanyanya.
"Insyaa Allah yakin, kak?" jawab Nadia.
Wajah kecewa Raju terlihat jelas di mata papinya. Tak ada senyum yang terlihat dari wajah pria berkulit putih, berambut kecoklatan dan bermata hitam nan tajam. "Sial nh cewe. Gue tau dia mau nerima lamar ini paling cuma buat morotin harta keluarga gue. Setelah dia dapet pasti dia kabur sama cowok lain." gusarnya dalam hati
Daulay pun menyuruh Nirmala untuk memakaikan cincin di jari manis Nadia. Semua berdiri, Retno mendekati Nadia sedangkan Syakila mengabadikan moment tersebut dengan memotret nya juga seornag photographer dari kelurga Daulay. Nirmala memasukan cincin berlian yang dipilihkan oleh Daulay kepada sang calon menantu. Daulay mengatur posisi untuk memotret Nadia dan Raju. Keduanya tak memberikan senyum yang tulus. Namun sebisa mungkin Nadia memperlihatkan senyum tipisnya agar tak terlihat paksaan ketika ia menerima lamaran tersebut.
Setelah Daulay memanggil photographer keluarga dan semua mendapat giliran untuk berfoto bersama calon pengantin. Nirmala yang sedikit tidak suka kepada Nadia menatap Nadia dengan tatapan rendah. "Gadis ini hanya gadis pinggiran kota yang pasti niatnya hanya ingin terlihat kaya dengan menit makan lamaran ini!" Gerutunya dalam hati.
Setelah semuanya selesai keluarga Daulay pun membicarakan perihal pernikahan Nadia dan Raju untuk di adakan seminggu setelah pertunangan. "Sementara mereka akan melakukan pernikahan syirih dahulu sebelum semua di daftarkan ke KUA." Ucap Daulay kepada Brama dan semua.
"Apa ini gak kecepatan, pi?" Tanya Nirmala.
"Ini hanya untuk mengikat mereka berdua dulu, mi. Nanti setelah semuanya siap kita akan mengadakan pesta mengundang semua teman teman terdekat kita." Jawab Daulay.
"Kalau saya terserah kepada pak Daulay saja, gimana baik nya!" Brama menimpali.
Brama dan Daulay memberikan kesempatan untuk Nadia dan Raju berdua bersama. Namun Nadia menarik tangan Syakila untuk menemaninya. Mereka bertiga berjalan menuju kolom renang yang ada di belakang dimana pintu dari ruang makan langsung menuju kolam renang. Syakila memulai percakapan dengan mengingat kejadian ketika di tempat pembuangan dirinya dengan Adrian.
"Bukan kah anda yang waktu itu menabrak dan menumpahkan segelas minuman ke gaun Nadia? dan anda juga orang yang terkenal sombong dimata saya karena anda tidak meminta maaf kepada adik saya ini!" Syakila ingin rasanya memukul laki laki yang kini ada di sampingnya.
Nadia berusaha untuk menahan tangan Syakila agar meminta Syakila diam dan tidak mengungkit prihal itu di depan Raju. Karena Nadia takut Raju akan berbuat tidak baik kepada sang kakak sepupu.
"Anda mungkin salah orang. Saya tidak pernah bertemu kalian berdua sebelumnya!" Raju tidak. mengingat kejadian tersebut. Atau memang dia sengaja berbohong untuk menutupi rasa malunya.
"And... anda...!" Syakila sudah kehabisan kesabaran hingga ia berdiri di hadapan Raju. "Anda itu pria yang paling sombong dan angkuh, bila anda menyakiti hati dan perasaan adik saya. Anda akan merasakan akibatnya!"
"Kak sudah, sudah!" Cegah Nadia tak ingin ada keributan di rumah.
"Lagian kamu ngapain sih, Nad. Nerima pertuangan ini. Biarin aja orang ini jadi laki laki tua yang gak akan ada wanita yang mau nikahin dia kalau dia tetap sombong sama wanita.!" Oceh Syakila yang berlaku dari harapan Raju dan Nadia.
Syakila pergi dengan keadaan hari yang gusar. Darahnya seolah naik ke kepala ketika ia melihat laki laki yang akan menjadi adik ipar dari sepupunya. Syakila berjalan cepat dengan wajah yang tak bersahabat.
Raju dan Nadia duduk terpisah dimana keduanya melihat kearah kolam renang. "Gue tahu elo nerima pertunangan ini cuma pengen harta orang tua gue kan? karena gue tahu cewe kaya elo tu cuma bisa manfaatin orang kaya. Ia, kan?"
Deg
Hati Nadia bergetar mendengar perkataan pria yang ada di samping kanannya yang terpisah oleh meja bundar. Matanya ingin sekali mengeluarkan air yang ia bendung. Namun ia mencoba untuk melihat ke atas langit untuk melihat bintang bintang agar buliran kristal yang ia milik tidak jatuh di kedua pipinya.
"Gue bisa kasih berapa yang elo mau tapi dengan syarat lo harus batalin pertunangan ini!" Lagi lagi Raju menganggap Nadia sebagai wanita matre seperti Calista.
"Jika Allah tidak meridhoi semua ini maka pertunangan ini tidak akan terjadi. Kita sebagai hamba hanya bisa berencana tapi Allah Lah yang menentukan segalanya. Saya tidak akan menjanjikan apa apa kepada anda. Saya ikuti jalan dari Allah, bila semua ini dipermudah makan itulah petunjuk darinya!" Ucap Nadia tanpa menoleh ke arah orang yang ia ajak bicara.
"Laga lo dah kaya ustadzah kondang aja. Cepet lo mau minta berapa?" Raju berdiri. Tiba tiba suara berjalan mendekati mereka berdua.
"Cie, cieee yang udah resmi tunangan!" Ledek Marhen. Dan seketika Raju pergi meninggalkan mereka. "Ehh adek ipar mau kemana, main pergi aja!" Ledek Marhen sambil menepuk bahu kiri Raju.
Raju hanya tersenyum kecil kepada Marhen. Dan pergi berlalu meninggalkan tempat tersebut.
*
*
*
Ke esok kan paginya Nadia sudah pergi untuk mengambil motor metik miliknya ke rumah teman Yusuf. Ia menchat Yusuf untuk meminta alamat dari temannya yang semalam membawa motor bersejarah miliknya. Setelah ia menerima alamat dan share lock, Nadia langsung berpamitan kepada om dan tantenya. Nadia pergi bersama dengan Marhen yang kebetulan akan pergi ke kantor.
"Kamu yakin, Nad. Ini rumahnya? Coba kamu telepon dulu orangnya biar dia keluar!" tanya Marhen yang sudah berhenti di depan pintu gerbang pemilik rumah teman Yusuf
"Iya ini, bang. Kalau di lihat dari alamat dan share lock sih udah tepat. Sebentar Nadia telepon dulu." Nadia menyentuh satu nomer yang sudah Yusuf berikan. Seketika tersambung dan pria itu pun melihat ke arah Nadia yang ada di sebrang.
Setelah beberapa menit pria itu bernama Baskara memberikan motor merah Nadia. "Kmau tinggal di daerah sini juga, Nad?" Tanya nya menyerahkan konci motor milik Nadia.
"Iya, kebetulan Nadia tinggal sama om Nadia kak. Kenalin itu abang Nadia namanya bang Marhen!" Nadia menunjuk ke dalam mobil karena Marhen buru buru untuk pergi ke kantor.
"Saya izin pergi duluan ya, terima kasih sudah menjaga motor adik saya!" Teriak Marhen yang sudah menyalakan mesin mobil.
Dan Baskara hanya menganggukkan kepala dan menangkup kan kedua yang nya.
"Ia sama sama. Hati hati di jalan."
Nadia melambaikan tangannya ketika mobil Marhen mulai meninggalkan mereka. "Hati hati di jalan bang!" Teriaknya.
"Kamu ini pasti wanita spesial nya Yusuf. Karena yang saya tau selama ini Yusuf itu jarang banget punya temen perempuan. Apa jangan jangan Nadia ini sudah bertunangan sama Yusuf?" Tanya Baskara yang tau bagaimana tipikal Yusuf dalam bergaul dengan perempuan.
"Belum. Kami hanya teman satu daerah saja. Kebetulan saya dekat dengan orang tua kak Yusuf! Jawab Nadia yang sedikit malu.
Beberapa menit mereka berbincang bincang kecil. Akhirnya Nadia memutuskan untuk pamit dari Baskara. Nadia mengucapkan terima kasih karena kesedihan Baskara untuk membantunya tadi malam.
Nadia melanjutkan perjalanannya untuk pergi ke kota M. Dia menerima telepon dari kantor polisi yang mengabarkan bahwa para pejabat yang sudah merusak tokonya sudah di amankan di kantor polisi. Dalam perjalanan Nadia memikirkan perkataan yang Raju katakan semalam. Kata kata itu selalu terngiang di telinga Nadia. Sampai semalam pun Nadia memikirkannya hingga membuat tidurnya tak tenang.
Setelah Nadia ke kantor polisi Nadia menyerahkan semua itu kepada keputusan polisi. Nadia tidak ingin memperpanjang masalah hingga akhirnya ia menyerahkan semua itu kepada polisi. Setelah keputusan polisi bahwa para penjahat itu akan di hukum kurang lebih masa tahanan selam 3 tahun. Dan untuk yang telah mendalangi itu semua ternyata memang benar dari ibu ibu toko kue yang ada di sebrang toko kue Nadia. Nadia tidak ingin menemui wanita tersebut. Akhirnya Nadia memutuskan untuk pergi ke pemakaman orang tuanya
Jam sepuluh Nadia sampai ke pemakaman orang tuanya. Nadia membawa sekeranjang bunga mawar berwarna merah dan putih serta dua tangkai bunga mawar yang Nadia letakan satu persatu di pusaran ayah dan ibunya. Nadia bercerita tentang perjanjian yang ayahnya buat kepada sahabatnya yaitu keluarga Daulay. Air mata Nadia membasahi kedua pipinya. Walau di rasa berat baginya untuk menunaikan semua perjanjian sang ayah namun dengan segala kekuatannya ia mau menerima perjodohan itu demi baktinya kepada orangtuanya.
"Nadia tida tahu bahwa sejak kecil Nadia sudah di jodohkan, yah. Bila Nadia tahu, Nadia tidak akan menerima laki laki lain di hati Nadia. Sekarang Nadia sudah menerima perjodohan ini. Lalu bagaimana dengan kak Yusuf yang sudah berharap kepada Nadia, Yah!" Nadia menangis dengan sejadi jadinya. Hatinya rapuh ingin rasanya ia bisa memeluk sang ibu dan ayahnya.
"Ayah dan ibu tahu kan bagaimana keluarga ustadz Arffan? mereka begitu baik kepada Nadia setelah ayah dan ibu pergi meninggalkan Nadia. Ummi Maryam sangat berharap Nadia bisa menjadi menantunya. Nadia bisa merasakan ketulusan dari hati ummi Maryam ketika Nadia bersamanya." Nadia menghapus air matanya dan terus bercerita kepada ayah dan ibunya yang sudah tidak berdaya ada di dalam tanah. "Begitu juga perasaan hati Nadia kepada kak Yusuf, Nadia merasa ketulusan dari kak Yusuf kepada Nadia, Yah bu?"
Nadia meluapkan kesedihan yang ia rasakan, hingga kehadiran seseorang yang sedari tadi mendengar Nadia berbicara dimakan ke dua orangtuanya. Setelah Nadia hampir hendak memejamkan mata ia mendekat dan langsung menjatuhkan tubuh Nadia ke hadapannya. "Nad!" Kiren melihat sahabatnya seperti orang yang tak berdaya saat ini.
Nadia yang menyadari suara itu, melihat sosok sahabatnya dan langsung memeluk erat Kiren dengan tangis yang mendalam. Kiren pun ikut terhayut dalam kesedihan sang sahabat. Mereka berpelukan dengan erat. "Kamu pasti bisa melewati semua ini. Aku akan selalu ada di sisimu, Nad!" Lirih Kiren mencoba menghibur.
Beberapa menit kemudian mereka berdua meninggalkan makam kedua orang tua Nadia setelah membacakan doa. Kiren mengendarai motor Nadia dan Nadia duduk di belakang. Kiren membawa Nadia ke sebuah cafe favorit mereka berdua. Dimana mereka sering menghabiskan waktu mereka berdua untuk mencurahkan hati mereka karena suasana cafe tersebut begitu nyaman dan nyaman serta ada ruang privasi untuk para konsumen setia cafe tersebut.
"Hai mba Nadia dan mba Kiren!" Sapa owner cafe tersebut yang bernama Pingkan.
"Assalamu'alaikum kak Pingkan. Biasa ya pesanan dan tempat favorit kami berdua." Ucap Kiren.
"Siappp. Udah rapih kok pas kamu chat tadi." Jawab wanita bertubuh agak gempal dengan kerudung yang ia lilit kan di lehernya.
Nadia dan Kiren pun masuk ke ruangan tersebut nuansa asri dan sejuk menjadi kesukaan para pengunjung betah berlama lamaan di cafe tersebut. Ada beberapa orang menatap kedatangan Nadia dan Kiren salah satunya adalah pria berjas warna coklat muda menatap dua wanita yang baru saja melewatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments