Hari kedua sebagai pasangan suami istri, Barra mengajakku jalan-jalan kesebuah Taman yang sangat indah. Beraneka ragam bunga tumbuh disana, suara gemericik air mancur semakin memperindah taman kota itu.
"Selamat atas pernikahan kamu Barra, teganya kau tidak mengundang diriku dalam pesta pernikahanmu," ucap Sukma memberikan selamat kepada Barra
"Selamat Ros, ternyata kamu adalah wanita pilihan Barra, sungguh aku iri padamu, karena meski kalian berbeda Barra sangat mencintaimu," ucap Sukma sembari menjabat tanganku
Aku melihat ada gurat kekecewaan dan kesedihan di matanya yang sengaja ia sembunyikan dibalik senyuman manisnya. Mungkin yang Sukma rasakan sama seperti yang aku rasakan dulu ketika Rizal memilih menikahi Hesti dan memutuskan aku.
Walaupun kisah kami agak sedikit berbeda setidaknya ada kesamaan antara aku dengan Sukma, yaitu sama-sama kecewa ditinggal nikah orang yang kami sayangi, hanya saja dia tidak seperti aku yang bar-bar dan cenderung lebih frontal dalam mengungkapkan kekecewaanku dan ingin memberikan hukuman yang setimpal kepada orang yang menyakitiku. Lain dengan Sukma yang begitu elegan dan tegar dalam menghadapi semua ini, dan ternyata hal ini justru membuatku semakin tidak enak hati padanya.
Aku merasa seperti seorang pelakor yang merebut Mas Barra dari Sukma, walaupun sebenarnya aku tahu Barra tidak pernah mencintai Sukma.
Bila Sukma terlihat menyeramkan saat menemuiku di tempat kosku, namun ia sangat berbeda disini. Ia terlihat lebih cantik dan sangat elegan.
"Makasih," jawabku singkat
Entahlah kenapa saat Sukma menjabat tanganku seperti ada hawa panas yang menjalar masuk ke tubuhku, hingga buru-buru aku melepas tanganku.
"Yaudah aku pamit ya, selamat bersenang-senang Ros," ucapnya dengan senyum aneh yang terpancar di wajahnya
"Kamu kenapa Ros?" tanya Barra, yang melihatku merasa kepanasan
"Rasanya panas Mas, kita pulang yuk," ajakku sambil mengipasi tubuhku dengan daun jati
Barrapun mengangguk dan menggandengku pulang menuju ke rumahnya.
Setibanya dirumah Barra, aku merasakan tubuhku semakin panas dan leherku rasanya seperti terbakar. Aku berteriak-teriak seperti orang kesurupan sambil memegangi leherku yang kini terlihat menghitam, dan mudah sekali terluka jika ku sentuh. Rasa panas bercampur gatal membuatku terus menjerit-jerit hingga membuat Barra dan Romonya khawatir padaku.
"Romo, kenapa dengan Ros?" tanya Barra panik
"Sepertinya Sukma sedang meluapkan amarahnya terhadap istrimu, kau harus segera menemuinya jika ingin istrimu selamat," jawab Romo
"Baik Romo, tolong jaga Ros untukku," Barra segera berlari meninggalkan istrinya yang terus meraung-raung kesakitan
"Panas!, tolong!, aku tidak kuat lagi!, aku mau mati saja!!" rancauku, rasanya ingin sekali menggaruk leherku namun tangan Romo menahanku
Mungkin ini rasanya panas api neraka, seumur-umur baru aku merasakan sakit panas yang membuatku begitu ingin mengakhiri hidupku agar terbebas dari rasa sakit ini. Kini Ki Suryo juga berada di sampingku untuk membantu mengobati lukaku, namun sama saja tidak ada perubahan sedikitpun walaupun Aki Suryo berkali-kali memberikan minuman yang sudah diberikan jampi-jampi padaku, justru malah semakin memperparah keadaanku.
Ketika aku merasakan seperti sedang sakaratul maut, tiba-tiba suara indah lantunan ayat suci itu berkumandang lagi, membuatku merasa tenang dan rasa panas yang menyiksaku mulai sedikit-demi sedikit berkurang. Akupun akhirnya bisa terlelap untuk melupakan sedikit rasa sakitku. Melihat aku yang sudah mulai mendengkur Aki Suryo tersenyum bahagia dan mengusap ubun-ubun kepalaku.
"Cepatlah sadar dan kembalilah ke rumahmu!!" sayup-sayup kudengar bisikan Ki Suryo di telingaku membuat wajah ibu dan bapakku hadir dalam mimpiku.
Suara lantunan ayat suci itu masih terdengar jelas dan semakin menambah kerinduanku pada ibu dan bapakku. Rasanya aku baru benar-benar sadar jika selama ini aku jarang sekali membuat ibuku tersenyum, maafkan aku ibu, mungkin sakitku ini teguran dari Allah agar aku bisa lebih peduli padamu ibu. Lelehan kristal bening mulai membasahi wajahku. Aku menangis tersedu-sedu rasanya kali ini aku benar-benar ingin pulang ke rumah aku kangen sekali dengan ibuku, rasa sakit dan sesak didadaku karena terus menangis membuatku terbangun dari tudurku.
"Ros...Ros...Ros...pulang Ros, Ibu kangen nduk," Selain suara orang mengaji kini ku dengan suara Ibuku yang memanggil-mangil namaku karena rindu, membuatku kembali terisak di depan Romo dan Ki Suryo.
"Kamu kenapa Ros?" tanya Aki Suryo
"Aku mau pulang Ki, aku kangen Ibu dan Bapak," jawabku sambil terisak
"Iya, nanti Aki antar kamu pulang, tapi kita tunggu Sukma sebentar supaya luka di lehermu bisa sembuh, sabar ya," hibur Aki Suryo membuatku sedikit lega
Baru saja aku bernapas lega dan merasa sedikit enakan, rasa sakit itu kembali menyerang dan kali ini rasa panasnya menjadi dua kali lipat dari sebelumnya, membuatku kembali menjerit-jerit sambil berusaha mencekik diriku sendiri.
"Istighfar Ros, nyebut... Astagfirullah hal adzim, Astaghfirullah hal adzim...." terdengar seperti suara Ibu yang menuntunku untuk beristighfar
"As...as...as...,_" ingin sekali aku beristigfar atau mengucapkan kalimat-kalimat thoyibah agar bisa mengurangi rasa sakitku tapi sulit sekali kata-kata itu keluar dari mulutku, seperti ada ribuan kekuatan gaib yang menahanku, membekap mulutku agar tidak mengucapkan kalimat-kalimat itu.
Berkali-kali aku coba melawan semua itu dan kucoba berkali-kali mengucapkan istighfar tapi tetap saja kalimat itu tidak bisa keluar dari mulutku, aku hanya bisa berucap dalam diam. Ini benar-benar aneh, aku berkali-kali bisa mengucapkannya tapi tetap tidak ada suara yang keluar dari mulutku, lidahku terasa kelu dan membuat aku akhirnya menyerah dan pasrah.
"Lawan Ros, lawan, istighfar, lawan!" suara itu terdengar lagi di telingaku, aku yakin sekali itu suara ibuku yang terus membimbingku agar aku terus beristighfar.
**Tap...tap...tap!
Terdengar suara langkah kaki Mas Barra dan seorang wanita masuk ke kamarku.
"Tolong Sukma, tolonglah istriku aku tahu hanya kamu yang bisa menyembuhkannya, tolonglah dia, jangan sakiti dia hanya karena kau benci padaku!" pinta Barra
"Hmmm, kau baru sadar Barra bahwa keegoisanmu untuk menikahi Ros hanya akan menyakitinya, aku bisa saja mengobatinya dengan satu syarat," jawab Sukma
"Katakanlah, apa syaratnya?" tanya Barra
"Kau harus menikahi aku, jadikan aku istrimu!" ucap Sukma penuh pemaksaan
"Maaf aku tidak bisa Sukma, aku sudah menikah dan aku tidak berniat untuk menambah istri lagi karena akan menyakiti hati Ros," jawab Barra membuatku terpana sekaligus kagum padanya
"Baiklah kalau itu yang kau mau, kau ternyata tidak mencintai istrimu sepenuh hati, kau bahkan tega membiarkan dia kesakitan daripada mengorbankan sedikit egomu untuk kesembuhannya, jadi jangan salahkan aku kalau istrimu sampai meninggal karena kaulah yang menyebabkan semua itu, bukan aku," jawab Sukma
"Beraninya kau menceramahi aku perempuan Iblis!" hardik Barra
"Sepertinya bukan aku yang Iblis tapi kau, kamu membawa Ros ke duniamu dengan tameng untuk melindungi dan menjaganya, padahal sebenarnya kau sudah menyiksanya dan sebentar lagi kau akan membunuhnya, hahaha!" ucap Sukma sambil tertawa penuh kemenangan
Ketika wanita itu mulai melangkah keluar dari kamarku kurasakan tubuhku terasa panas dan kali ini panasnya meningkat tiga kali lipat membuatku mengejang dan aku rasakan badanku terasa ringan dan hendak terbang.
Suara Ibu yang terus menagisiku dan memanggil-mangil namaku seakan tak mampu menahanku untuk tidak terbang melayang semakin jauh dan menjauh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Ayuk Vila Desi
serem banget...😱
2022-08-25
0
Ray
Barra sangat egois karena akan membunuh Ros dengan caranya menolak Sukma😱Seandainya Ros sadar dimana dia berada🙏
2022-08-18
0
Ita Reynita
haduh thoorr jadi galon sndri bacanya 🤣🤣🤣🤣
kemungkinan jasadnya ros jg lagi kejang"
2022-06-21
0