"Jadi kapan aku bisa menikah dengan Ros Aki?" tanya Barra tidak sabaran
Lelaki itu hanya tersenyum mendengar ucapan Barra.
"Terserah padamu Pangeran," jawab Ki Suryo
"Baiklah aku mau nanti malam, kamu menjadi saksi pernikahan kami," pinta Barra
"Baik,"
Kamipun berpamitan dan segera kembali ke. rumah Barra.
"Apa tidak terlalu cepat kalau kita menikah nanti malam, bukannya kita harus mempersiapkannya dengan matang?" tanyaku bingung
"Aku sudah mempersiapkan segalanya, kau tidak usah khawatir," jawabnya enteng
"Bagaimana dengan kedua orang tuaku, bukannya aku perlu ayahku untuk menjadi wali nikahku?" tandasku lagi
"Tidak usah khawatir, nanti malam mereka pasti akan datang, aku sudah menyuruh orang untuk menjemputnya," balas Barra membuatku benar-benar tidak habis pikir, kalau ia akan sudah merencanakan semuanya dengan matang, sampai menjemput kedua orang tuaku di Tegal yang begitu jauh.
Sesampainya di rumah, ia menyuruhku untuk istirahat.
"Istirahatlah, karena nanti malam kamu harus bergadang," goda Barra membuatku tersipu malu
Aku segera masuk kamarku dan beristirahat.
Tepat pukul setengaj lima aku bangun dan langsung mandi.
Ketika aku akan berganti pakaian tiba-tiba dua orang wanita cantik sudah tersenyum menyambutku. Rupanya mereka adalah perias pengantin, yang akan merias dan mendadani aku untuk menjadi Ratu sehari.
Satu jam lebih mereka meriasku wajahku, hingga aku sendiri tidak mengenali diriku sendiri. Aku terlihat pangling, mungkin karena jarang dandan makannya aku tampak berbeda saat memakai make up tebal.
Aku tersenyum melihat diriku sendiri yang ternyata cantik kalau di make over, maaf bukannya sombong tapi itu benar.
Selesai merias kedua wanita ini mengajakku kesebuah bangunan yang menurutku lebih mirip dengan masjid tua, dan Barra sudah menungguku disana.
Senyuman manis terpancar di wajahnya membuatnya semakin terlihat rupawan bak seorang pangeran, tatapanku tiba-tiba terhenti pada dua orang yang sangat aku rindukan. Bapak dan Ibu sudah sampai disana juga. Tapi tatapan keduanya kosong, dan mereka juga hanya terdiam saat aku menyalaminya.
"Apa kabar Bu, kapan sampai?" tanyaku basa-basi sambil mencium tangannya
"Barusan," jawabannya datar, begitu juga dengan ayah yang hanya tersenyum datar dan tidak berkata apa-apa.
Aku segera duduk bersanding bersama Mas Barra, dan Ki Suryo tampak duduk disebelahku.
Seorang yang bertindak sebagai penghulu duduk didepan kami.
Ketika Akad nikah dimulai, angin berhembus sangat kencang ditambah gemuruh petir yang terus-menerus menggelegar. Hujan lebat disertai angin ****** beliung dan petir yang terus menyambar, membuat Ki Suryo langsung bangun dan menancapkan keris pusakanya ke tanah.
Hujanpun seketika reda, dan angin ****** beliung seakan menghilang entah kemana. Begitu juga suara halilintar langsung mereda setelah untuk beberapa saat, dan kamipun melanjutkan proses Ijab Qobul.
Ketika Mas Barra mengucapkan Ijab Qobul, angin kembali berhembus kencang dan kali ini lebih kencang dari sebelumnya, hingga menumbangkan pohon-pohon disekitar masjid.
Hujan deras kembali turun, dan suara petir terus menggelegar, sepertinya alam sedang murka atau tidak merestui pernikahan kami.
Mbah Surya kembali mencabut kerisnya dan bersedakap sambil membaca mantera namun kali ini ia tidak mampu menghentikan angin ribut dan hujan badai seperti sebelumnya.
Tubuh tuanya justru terhempas angin hingga jatuh terjerembab di di tanah, lelaki itu mencoba bangkit dan masuk kedalam Masjid.
"Sepertinya alam tidak merestui pernikahan kalian," ucapnya membuatku merasa sedih
Semua orang yang berada disana saling berbisik membahas ucapan Ki Suryo.
Aku hanya menunduk karena merasa tidak enak hati, namun Barra yang sudah resmi menjadi suamiku justru menyemangati aku untuk tegar menghadapi semuanya.
"Ini adalah ujian pernikahan kita, walaupun banyak yang menentang tapi aku akan tetap mendampingi dan melindungi kamu, istriku, jadi jangan ragu, percayalah kita akan menjadi pasangan yang bahagia," tutur Barra menguatkan aku
Aku hanya tersenyum sambil mengangguk, Berapa bahagianya aku memiliki suami seperti Mas Barra yang sangat perhatian dan penyayang, setidaknya dia lebih baik daripada Rizal mantaku yang bajing*n itu.
Tidak berselang lama terdengar suara merdu orang ya sedang membaca ayat suci Al-Qur'an, sama seperti yang kudengar kemarin malam. Kali ini suara terdengar lebih keras da sangat merdu. Kuedarkan pandanganku untuk mencari tahu siapa yang sedang bertilawah di hari pernikahan aku ini.
Ajaibnya sepuluh menit setelah suara alunan ayat suci itu berkumandang, hujan angin yang disertai petir itu, sedikit demi sedikit mulai mereda. Hujan tidak lagi deras, angin berhembus semilir, dan sang Dewa Petir sepertinya sudah tidak murka lagi.
Satu persatu para undangan yang menyaksikan pernikahan kami pun pulang ke rumahnya, begitu juga ibu dan bapakku yang berpamitan pulang. Ketika semuanya sudah pergi aku melihat seorang pemuda yang masih setia berada di masjid ini sambil membacakan ayat-ayat suci Al-Qur'an.
Sepertinya aku sangat familiar dengan wajah itu, aku merasa sangat dekat dengannya, tapi kenapa susah sekali untuk mengingat siapa dia.
"Kita pulang sekarang," ajak Barra
"Tapi aku masih mau disini, aku mau mengucapkan terima kasih pada pemuda itu," jawabku sambil menunjuk pemuda yang masih membaca Alqur'an itu.
"Ayolah, sekarang kau istriku, jadi harus menurut padaku, lagian pemuda itu juga sebentar lagi akan pergi dari sini," kulihat Barra sepertinya tidak suka dengan lelaki itu.
Dari tatapannya jelas terpancar kecemburuan dan juga kebencian untuknya.
"Iya Mas, maaf," jawabku berusaha mendinginkan suasana hati suamiku yang mulai memanas.
Aku langsung menggenggam tangannya dan tersenyum manis padanya.
"Ayo pulang," ajakku ramah
Ia segera tersenyum manis padaku dan membawaku pergi dari tempat itu.
Setibanya di rumah, Barra mengajakku masuk ke kamarnya.
Aku benar-benar tercengang melihat kamar pengantinku yang benar-benar megah dan mewah.
Sebuah kasur empuk beralaskan seprai putih bertabur bunga aneka bunga mawar diatasnya, dilengkapi kelambu warna putih yang terbuat dari sutera membuat suasana kamar menjadi semakin elegan. Wangi mawar dan cahaya lilin menambah suasana kamar ini menjadi romantis.
Tidak henti-hentinya aku mengucapkan syukur dalam hati karena mendapatkan semua ini. Betapa beruntungnya aku, memang dibalik musibah pasti ada berkah. Sepertinya pepatah itu benar adanya, aku kehilangan Ka Rizal, tapi Allah menggantikannya dengan Mas Barra yang jauh lebih tampan, lebih mapan dan lebih segala-galanya dari Rizal.
"Bagaimana, apa kamu suka?" tanya Barra sambil memelukku dari belakang, membuatku merasa deg-degan.
"Aku suka, suka sekali. Terima kasih Mas kamu membuatku merasa benar-benar jadi wanita yang sangat beruntung di dunia ini, I Love You Mas," ucapku mengecup pipi suamiku
Ia tersenyum kearahku membuatku semakin deg-degan, suasana hatiku semakin tidak karuan memikirkan apa yang terjadi malam ini.
To Be CONTINUED.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Valentino Febrian
cerita nya bgus mudhan2 Ros bisa sadar
2023-01-23
0
Astri
alam murka krn mereka memiliki dunia berbeda
dan aku curga yg dtg itu bukan org tua ros tp barra hanya menirukan rupa org tua ros.. gak kebayang mnt klau ros tahu siapa suamix.. apakah dia akan meninggalkan suamix
2022-12-30
0
Chercher
barra gak jujur dari awal siapa dia
2022-12-22
0