Jam 15.30 setelah selesai sholat ashar, Lila terus saja menarik-narik tangan Rara untuk ikut bersamanya, mungkin ini sudah rutinitas karena setiap hari minggu Al akan berceramah/dakwah di pesantren miliknya.
"Ra ayo keburu kehabisan tempat duduk" Lila terus menarik lengan Rara.
"Apa si lo ah, gue mager mau di kamar aja" ucap Rara seperti tidak minat.
"Kita harus kesana semua Rara, kalo gak kesana nanti di hukum loh."
"Yaudah lo kesana aja gue mau pulang ketemu nenek biar gak di hukum, adil kan?" Saran Rara.
"Mana bisa gitu"
"Bisa, bawel lo"
"Nanti aku laporin ke Gus Al loh Ra" ucap Lila berusaha menggoda Rara.
"Apaan sih lo, gak jelas. Yaudah-yaudah gue ikut"
"Eumm nah gitu dong" Lila tersenyum dan menangkup kedua pipi Rara dengan gemas, "Makacii Rara.
"Iye" jawab Rara dengan terpaksa.
Dengan terpaksa Rarapun harus ikut mendengarkan dakwah-dakwah Al dari awal sampai akhir karena Lila yang sengaja memaksanya untuk ikut.
"Coba deh denger, Gus Al kalo lagi dakwah seriusnya bukan main lihat aja dari raut wajahnya" Ucap Lila terkagum-kagum.
Rara terdiam, kenapa dirinya seperti memiliki rasa sedikit tak suka ketika orang lain memuji pria itu di depan dirinya?, "Lo suka sama dia?" tanya Rara.
Lila tersenyum manis ke arah Rara, "Sedikit, tapi itu dulu, saya juga sadar diri kalau saya jauh dari type istri idaman beliau."
"Kalo sekarang?"
Bukannya menjawab Lila malah tersenyum meledek ke arah Rara, "Kenapa memangnya? Kamu suka sama Gus Al?"
"Hah? Eh eu, apa sih kaga lah" jawabnya gugub.
"Saya tau type-type orang yang lagi jatuh cinta loh Ra, mulut kamu mungkin bisa berbohong tapi saya yakin dari sorotan mata kamu kalau kamu itu menyukai Gus Al.
"Sotoy lo" Rara membuang wajahnya ke arah depan, artinya pokus pada Al lagi, lain itu Lila hanya geleng-geleng kepala melihat temannya itu.
"Rara" panggil seseorang kepada Rara di saat-saat gadis itu tengah pokus mendengarkan dakwah yang Al sampaikan.
"Siapa Lila?" tanya Rara.
"Ustadzah Aulia"
"Oh"
"Kamu di panggil beliau loh" ucap Lila.
"Biarin, emang gue harus apa? gue gak suka liat muka tu mak-mak.
"Gak boleh gitu, beliau ustadzah di sini.
"Rara" panggil Ustadzah Aulia sekali lagi.
"Kenapa Ustadzah Aulia yang terhormat?" Jawab Rara dengan malas.
"Kamu liat gak? Gus Al kalau lagi dakwah suaranya merdu, wajahnya serius seperti itu dan aura Gus nya terpancar" ucap Ustadzah Aulia entah itu sengaja atau tidak.
"Terus?" Tanya Rara lagi dengan malas.
"Gus Al adalah seorang Gus dan saya seorang Ustadzah bukankah itu cocok?" Ustadzah Aulia menekan kata cocok di akhir kalimat, "Lagi pula dia type idaman saya banget.
"Emang lo type cewe idaman dia?" Ucap Rara, kalimat sederhana namun sangat mematikan sehingga membuat Ustadzah Aulia terdiam dan malu sendiri.
"Rara" tegur Lila.
"Gue dari awal gak suka banget sama dia, awalnya sih baik eh kesini-kesini malah sok baik. Dia itu selalu memanfaatin jabatannya sebagai Ustadzah di sini.
Jam 23.00 semua santriwan maupun santriwati sudah tertidur lelap di tempatnya masing-masing, mungkin ada juga sebagian yang masih membuka mata karena ingin menghafalkan hafalan mereka masing-masing.
Seperti Rara saat ini, ia terbangun di jam sebelas malam karena merasa ingin sekali buang air kecil dan tenggorokannya sedikit mengering. Pertama ia harus ke toilet dan kedua ia harus ke dapur untuk minum.
Merasa tak ingin mengganggu Lila akhirnya Rara keluar seorang diri, meskipun dirinya sedikit takut tapi sebisa mungkin ia tahan.
"Sepi banget ya" Gumam Rara mengusap tangannya karena merasa ketakutan, ia melihat kesana kemari untuk bersiaga.
"Kok gue takut ya?"
Hfff brukkk
"MAKKK SETANNNN"
Pagi harinya, semua isi pesantren di hebohkan oleh berita yang di sampaikan Ustadzah Aulia. Entah kenapa sangat pagi-pagi sekali Ustadzah Aulia sudah membuat seisi pesantren heboh padahal ini masih jam 05.30.
"Bagaimana bisa Ustadzah? bukankah ruangan saya sudah saya kunci rapat-rapat? mana ada seseorang yang bisa masuk kesana, karena kuncinya saja ada berada pada saya dan Ustadzah" ucap Al.
"T-tapi Gus, saya tidak tau apa-apa"
"Coba jelaskan dengan benar dan jelas Ustadzah" perintah Kiyai Zaid.
"J-jadi kiyai tadi sebelum sholat Tahajud saya tidak sengaja melihat ruangan Gus Al yang berantakan dari luar kaca, saya kan punya kunci cadangan ruangan Gus Al jadi saya berinisiatif untuk membersihkan yang berantakan itu. Tapi pas saya liat di laci penyimpanan donasi uang untuk panti asuhan ternyata hilang, Kiyai, Gus" Ustadzah Aulia menjelaskan dengan sedikit menunduk karena merasa takut.
"Astaghfirullahaladzim" Al mengusap wajahnya dengan kasar, "Tapi Ustadzah yakin kalau uangnya tidak ada di tempat?"
"Yakin Gus, saya sudah beberapa kali mengecek tetap saja tidak ada"
"Nominal uang untuk panti asuhan berapa Al?" tanya Kiyai Zaid.
"Sekitar lima ratus jutaan abah" jawab Al.
"Astaghfirullah, uangnya tidak sedikit" ucap Kiyai Zaid dengan terkejut.
"Ini bukan masalah nominal uangnya bah, tapi ini masalah adab, tidak bagus bukan mencuri sembarangan di area pesantren apalagi mencuri uang untuk anak panti.
Kiyai Zaid dan Ustadzah Aulia mengangguk, "Bukannya abah menuduh mereka tapi lebih baik kita cari di setiap kamar santriwati maupun santriwan" usul Kiyai Zaid.
"Tapi abah..."
"Tidak ada salahnya di coba dulu Al."
"Betul apa kata Kiyai Gus, tidak ada salahnya mencoba, uang lima ratus juta bukan jumlah yang sedikit.
Al hanya bisa mengangguk, ia harus mengikuti apa kata sang ayah.
Ustadzah Aulia, Al, Kiyai Zaid, Devan, Vano dan para ustadz Ustadzah lainnya dengan penuh teliti meneliti setiap kamar yang santrinya tempati, begitupun kamar Rara dan Lila juga.
"Ada?" tanya Vano kepada Devan.
Devan menggeleng, "Gak ada, kita cari tempat lain" jawab Devan, "oke"
"Di sana bagaimana Gus?" tanya Ustadzah Aulia.
"Tidak ada"
Semua kamar santriwati dan santriwan sudah mereka telusuri satu persatu, namun tetap tak ada uang yang mereka maksud. Al percaya, mereka semua tidak akan mungkin berani mengambil apa yang bukan hak mereka.
Namun kali ini Al terlihat was-was, sekarang adalah giliran di mana kamar Rara dan Lila lah yang akan di geledah. Semua orang masuk ke kamar mereka dan telaten mencari uang yang di maksud.
"Gus ini uangnya" ucap Devan, kini semua arah tertuju padanya terutama Al dan Rara.
"Hah?" Rara masuk kedalam dengan tergesa-gesa.
"Loh kenapa ada di sini?" Ustadzah Aulia bertanya dengan heran.
"Saya juga gak tau ustadzah kenapa uang itu tiba-tiba bisa ada di kamar kami" Lila membuka suara, mulutnya seperti bergetar ketakutan.
"Saya tau Lila, saya tanya ini lemari baju siapa?"
Lila tidak menjawab melainkan hanya diam dan memainkan jarinya, sesekali ia juga melirik ke arah Rara yang hanya diam mematung.
"Lila?" Semua orang terlihat menunggu jawaban dari Lila, pasalnya amplop uang tersebut berada di antara lipatan-lipatan baju.
"I-itu l-lemari baju m-milik Ra-ra" ,,,maafkan saya Ra,, ucap Lila dalam hati.
Sontak saja semua arah mata tertuju pada Rara terutama dengan Al, sorot mata pria itu sudah tidak bisa di jelaskan lagi, matanya memerah dan sedikit ada rasa kekecewaan yang ada pada mata pria tersebut.
"Ikut saya" Al menarik paksa tangan Rara untuk ikut bersamanya pergi menjauh dari semua orang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments