"Ra gue nebeng ya" ucap Rani yang tiba-tiba merangkul pundak Rara dari samping.
Rara melihat ke arah Rani dan menjawab dengan deheman saja, ini bukan hal biasa lagi bagi Rara, setiap hari Rani selalu ikut pulang bersamanya ya dengan alasan nebeng.
Di dalam mobil Rani terus memperhatikan Rara yang sepertinya tengah memikirkan sesuatu bahkan anak itu sedikit tak pokus mengemudikan mobil.
"Woi, nyetir yang bener jangan bengong gitu nanti kalo kecelakaan kan bahaya mau koma lagi lo?"
"Ckk" Rara berdecak karena merasa di ganggu oleh Rani, "Yang mau koma lagi siapa?"
"Ya elo, emangnya lo kenapa?"
"Tadi kan guru baru itu ngasih gue makanan terus di dalam makanannya ada surat, tapi pas gue baca gue gak tau maksudnya malah bingung" ucap Rara memberi tahu.
"Suratnya masih ada gak? coba liat.
Rara mengambil kertas tadi dari dalam saku seragamnya dan memberikannya kepada Rani, Ranipun membacanya dengan teliti. Tak lama kemudian wajahnya berubah menjadi bingung.
"Saya harap kamu mengerti kenapa saya bersikap seperti ini terhadap kamu, semoga secepatnya kamu menyadari itu. Hemmm" Rani menaruh jarinya di dagunya seperti tengah berpikir.
"Lo paham gak?" Tanya Rara.
"Jangan-jangan?"
"Jangan-jangan apa? ayo kasih tau jangan cuma bikin orang penasaran aja" kesal Rara.
"Jangan-jangan pak Al suka sama lo.
Wajah Rara yang mulanya telihat penasaran kini berubah menjadi masam, "Suka pala lo, gue juga ogah di sukain sama om-om gitu.
"Emang kenapa kalo om-om? Dia cakep kok.
"Udahlah" jawab Rara seperti malas membahas hal itu.
"Ciee" Rani menyenggol lengan Rara.
"Apa sih Ran gak jelas.
"Ciee orang jatuh cinta emang beda.
"Udah gue gak suka sama dia, besok minggu kan yah? Ke mall cuy seru kali" ucap Rara menaik turunkan alisnya.
"Nah boleh mumpung gue habis di kasih uang sama bokap" ucap Rani.
"Oke kita janjian jam delapan ya, jangan telat.
"Siap kalo gue ayo-ayo aja"
"Pokonya jangan lupa. Dah turun lo" ucap Rara ketika sudah sampai di depan rumah Rani.
"Iya sabar, gue juga bakal turun. Gak mau mampir dulu?" tawar Rani mempersilahkan Rara untuk mampir.
"Makasih Ran sebelumnya tapi maaf gue harus pulang sekarang takut nenek gue khawatir, salam aja buat ibu lo" jawab Rara.
"Yaudah oke, hati-hati ya.
"Sip"
Setelah mengantarkan Rani pulang, Rara kembali menjalankan mobilnya untuk menuju rumahnya. Di sepanjang perjalanan ia mengemudikan mobilnya dengan teliti, namun ada sesuatu hal yang membuat pandangannya tak pokus. Ia melihat satu keluarga yang lengkap tengah menunggu bis di halte bis dengan canda dan tawa.
"Kadang suka iri sama mereka yang masih punya orang tua lengkap, sedangkan gue satupun gak punya" Rara tersenyum miring lalu tertawa hambar.
"Udahlah kalo di pikirin malah tambah penyakit aja" Rara menggelengkan kepalanya sedikit dan mulai kembali terpokus ke depan, namun ketika ia melihat ke depan ia tak sengaja menabrak seseorang yang hendak melintas.
Brukkk
"Awww" rintih seorang pria yang Rara tabrak barusan.
"Aduh itu gue nabrak orang? gimana kalo orangnya kenapa-napa?" pekiknya panik.
"Ini gue harus gimana, keluar gak ya?" Rara menjeda ucapannya untuk sedikit berpikir, "Keluar aja deh dari pada urusannya nanti sama warga kan ribet.
"Pak gak papa kan?" tanya Rara memastikan.
Orang itu mengusap sikutnya yang mungkin sedikit tergores aspal, ia mendongak menatap wajah Rara yang juga nenatap dirinya.
"Eh" Rara menutup mulutnya ketika melihat wajah pria itu yang sama sekali tidak seperti bapak-bapak, "Gue kira bapak-bapak.
"Saya tidak apa-apa" jawabnya.
"Perlu gue bawa kerumah sakit?" tanya Rara lagi.
"Tidak perlu.
"Tapi itu sikut lo berdarah, gimana kalo lo duduk dulu nanti gue beliin obat merah sama plester?" tawar Rara.
"Tidak usah.
Tubuh Rara yang awalnya condong kini perlahan tegak, "Ni orang mau di bantuin malah jawab tidak perlu tidak usah, tidak-tidak kali ah" gumamnya.
"Nanti kalo gue gak ngobatin lo atau gak tanggung jawab atas lo, kalo warga dateng kan ribet.
"Saya tidak akan panggil warga.
"Kan warga punya mata pasti liat lah.
"Hmm" orang itu mulai berdiri dan mulai membereskan buku-bukunya yang berserakan.
"Lo mau kemana?" tanya Rara.
"Saya mau pulang" jawab pria itu.
"Habis dari mana?"
"Kampus"
"Yaudah gini aja, sebagai tanda maaf gue anterin lo pulang ya? boleh gak? dari pada lo nunggu-nunggu kendaraan kan lama" tawar Rara lagi.
"Saya bisa naik taxi" tolak halus pria itu.
"Udah lahh mau aja ayo" geram Rara meraih tangan pria itu tapi pria itu langsung menjauhkan tangannya dari tangan Rara.
"Mohon maaf tidak usah sampai menyentuh saya juga" ucapnya, "Yasudah kalau begitu saya mau" jawab pria itu akhirnya.
"Nah gitu dong"
Rara dan pria itu mulai memasuki mobil, di sepanjang perjalanan hening menyeruaki keduanya dalam mobil. Tak ada satupun yang berani berbicara.
"Ekhem" Rara berdehem mencoba mencairkan suasana, "Btw nama lo siapa?"
"Haikal"
"Oh oke, kenalin gue Rara" sahut Rara.
"Na'am"
"Na'am apaan nj*r" gumamnya bingung, "Nama lengkap lo Muhammad Haikal....."
Belum sempat melanjutkan omongannya, Haikal langsung menutupi bros nama yang ia kenakan di jas yang berada di pangkuannya karena ia tahu jika Rara mengetahui nama lengkapnya dari situ.
"Sorry" ucap Rara meminta maaf karena tak enak, "Kalo di pikir lo kaya guru baru gue di sekolah, kalo sama cewe harus jaga jarak, jaga pandangan, oh ya di tambah lagi kulkas"
"Dalam agama sudah di anjurkan begitu" sahut Haikal.
Tak ada lagi percakapan, mereka pokus pada kegiatan mereka masing-masing. Rara yang tengah pokus ke depan dengan kemudinya sedangkan Haikal pokus kepada ponselnya.
"Sudah berhenti di sini saja" ucap Haikal.
Rara pun menurut, ia menghentikan mobilnya di depan rumah mewah bertingkat dengan nuansa putih bercorak gold. Rara menatap kagum rumah yang berada di depannya, sangat mewah dan sangat berbeda dengan rumahnya yang sederhana.
"Ini rumah lo?" tanya Rara.
"Iya"
Rara membulatkan mulutnya menjadi O, "Ohh yaudah soal tadi sorry ya? gue pamit pulang dulu.
"Terima kasih" setelah Rara menghilang dari pandangannya tiba-tiba saja Haikal tersenyum, senyuman kecil yang hampir tak terlihat.
"Besok kan hari minggu" ucap nek Rina yang sedang makan malam bersama cucu satu-satunya, yaitu Rara.
Rara menghentikan aktivitasnya sejenak untuk mendengarkan apa yang akan nek Rina sampaikan, "Heem emangnya kenapa nek?"
"Nenek mau ajak kamu jalan-jalan"
"Hah? kok tumben banget, emangnya mau kemana? besok aku mau pergi sama Rani, kenapa mendadak banget sih nek" protes Rara.
"Sekali-kali hari minggunya sama nenek, batalin aja perjanjian kamu sama Rani. Kamu bilang ke Rani kalo kamu mau jalan sama nenek, pasti Rani paham" ucap nek Rina.
"Tapi kan nek...."
"Gak ada tapi-tapian Rara, besok kamu harus ikut nenek" tekan nek Rina sudah tetap dengan pendiriannya.
"Ish yaudah nanti aku kabarin Rani" ucap Rara dengan sedikit kesal.
"Sekarang makanannnya di habisin dulu habis itu tidur" perintah nek Rina, dan Rara pun menuruti.
"Pakai kerudungnya" perintah nek Rina, saat ini mereka sedang berada di dalam mobil yang sudah terparkir di sesuatu tempat.
"Enggak ah gerah" bantah Rara.
"Rara, pakai kerudungnya" perintah nek Rina sekali lagi.
Rara berdecak tak ada gunanya lagi membantah, nek Rina adalah nek Rina yang perintahnya tidak ingin di bantah, "Iya Rara pake" ucap Rara sembari memakai hijab pashmina nya dengan terpaksa.
"Pakainya yang benar, masa rambutnya keliatan?"
"Ih iya ah ini juga bener kok" kesal Rara.
"Yakin gak mau pakai gamis?" tanya nek Rina.
"Gak, Ribet"
"Kalau nyesel awas, ayo keluar" nek Rina terlebih dahulu keluar dari dalam mobilnya dia berdiri di depan gerbang tempat yang akan ia kunjungi untuk menunggu Rara.
"Ini di mana sih" setelah turun dari mobil Rara melihat-lihat sekitaran.
"Pondok pesantren Al-Athar?" gumam Rara, "Lah nenek bawa gue ke pesantren mau ngapain coba" monolognya.
"Nek" panggil Rara, "Kenapa nenek bawa aku kepesantren? Nenek mau masukin aku kepesantren, iya? Nek, Rara kan udah pernah bilang kalau Rara gak mau masuk pesantren kenapa nenek maksa sih?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments