"Neng Rara santri putri baru ya di sini?" tanya Ustadzah Aulia yang saat ini sedang berjalan berdampingan dengan Rara.
"Enggak, gue gak mau mondok cuma gue di jebak sama nenek supaya biar bisa ngaji di sini. Padahal gue gak suka ada di sini" jawab Rara dengan jujur.
Ustadzah Aulia terdiam, sopan kah berbicara dengan kosa kata lo gue?, "Oh gitu toh? kalau boleh tau sebenarnya neng Rara sama Gus Al ada hubungan apa ya? saya liat-liat kok kalian kaya dekat, saya aja baru liat Gus Al mau berinteraksi sama perempuan bahkan perempuannya cuma neng Rara.
"Gak ada hubungannya apa-apa sih, gue sama dia cuma sebatas guru sama murid di sekolah" jawab Rara.
"Neng Rara suka gak sama Gus Al ?"
Rara menghentikan langkahnya, ia menatap Ustadzah Aulia dengan tatapan mengintimidasi, "Kenapa? lo suka ya sama dia?"
"Semua orang juga tau kalau saya suka sama Gus Al neng, tapi kalau dengan Gus Al nya sendiri saya tidak tau dia tau perasaan saya atau tidak" ucap Ustadzah Aulia sedikit malu-malu.
"Ohh" Rara hanya manggut-manggut saja, "Kenapa lo gak jujur aja sama dia?"
"Itu dia neng, saya malu dan saya gak berani. Sebenarnya saya cemburu neng kalo neng Rara dekat-dekat dengan Gus Al" ucap Ustadzah Aulia dengan nada yang tak suka.
"Ah elahh, gue sama dia gak ada apa-apa, gue ataupun dia juga gak ada suka satu sama lain. Selow aja" kata Rara menyakinkan.
"Tapi neng"
"Lo bisa percaya sih sama gue, kalo gue gak akan suka sama dia. Gue sedikitpun gak suka sama dia" ulang Rara.
"Iya neng. Yaudah ini kamar yang akan di tempati neng Rara, coba gabung aja sama mereka pasti mereka juga mau berbagi tempatnya"
"Iya dah thanks ya"
"Iya sama-sama, kalau begitu sama permisi ke Ndalem lagi ya neng" ucap Ustadzah Aulia lalu pergi namun sebelumnya ia berhenti sejenak dan berdecak kecil.
"Hey, gue ikut tidur di sini ya?"
"Iya silahkan kak, lagian ada satu kasur yang kosong" jawab Lila salah satu santriwati yang tidur di kamar itu.
"Oke thanks, btw lo mau gak jadi temen gue di sini?, kalo gak ada temen nanti gue mumet" ucap Rara.
Lila tersenyum, "Dengan senang hati saya mau"
Tok tok tok
Pintu kamar Al berbunyi dengan keras, pemiliknya yang saat ini sedang berdzikir harus menghentikan aktivitasnya dahulu, kalau tidak ia yakin suara ketukan itu akan semakin keras.
"Iya Kal ada ap...." Al menghentikan ucapannya kala melihat seseorang pelaku pintunya berbunyi itu siapa.
"Astaghfirullahaladzim kenapa kamu bisa sampai di sini? ini sudah malam Rara seharusnya kamu tidur, kenapa kamu malah kesini?" pekik Al dengan terkejutnya, pasalnya ini sudah malam pasti semua yang berada di pesantren sudah tertidur dan mungkin hanya yang bertugas menjaga keamanan saja yang masih setia membuka matanya.
"Ah elah santai kali, lagian gue laper makanya gue kesini. Di kamar gak ada apa-apa" ucap Rara cengengesan.
"Astaghfirullah, lagi pula kenapa kamu bisa sampai di sini? perasaan pintu utama Ndalem sudah saya kunci, bagaimana bisa?" ucap Al dengan heran.
"Gue masuk kamarnya Aulia tadi, gue minjem kunci serepnya bentar" iya, karena Ustadzah Aulia adalah pengajar sekaligus juru masak di pesantren ia, jadi Ustadzah Aulia memiliki kunci serep Ndalem.
"Mkasud kamu Ustadzah Aulia?"
"Ya itu"
"Ra, dengerin saya. Tidak baik masuk kedalam kamar pribadi milik orang, apalagi kamu dengan lancangnya mengambil sesuatu dari sana" nasehat Al.
"Bisa udah gak sih? gue laper"
Al membuang nafasnya, ia harus sabar menghadapi gadis barbar yang satu ini, "Ikut saya" ucap Al yang sudah berjalan terlebih dahulu menuju dapur Ndalem.
Setelah sampai di dapur Al membuka rak makanan, ternyata tak ada makanan apapun di sana. Setelah itu ia beralih membuka kulkas, banyak sekali bahan makanan di sana. Ia pun mengeluarkan daging dan beberapa sayuran.
"Kamu duduk" perintah Al.
"Terus lo mau ngapain? tanya Rara.
"Saya mau masak, tunggu sebentar ya"
"Emang bisa?" tanya Rara lagi tak percaya.
"Kamu pikir makanan yang selama ini saya kasih ke kamu di sekolah itu buatan siapa?"
"Wah, buatan lo? keren sih bisa seenak itu, gue aja yang cewek gak bisa masak sama sekali" Rara menggaruk belakang kepalanya sambil cengengesan.
"Tak perlu bisa masak, di dalam rumah tangga kamu nanti masak itu adalah tugas suami"
Rara beranjak dari duduknya dan menghampiri Al berniat ingin membantunya memotong sayuran, "Emang iya? kalo gitu sih enak jadi gue gak perlu bisa masak.
"Hemm, ngapain kesini? bukannya saya bilang kamu duduk saja? biar saya aja yang buat nanti kamu tinggal makan, biar gak cape" ucap Al.
"Alah gak papa, gue cuma mau bantuin motong sayuran doang boleh kan?" Rara mencondongkan kepalanya untuk menatap Al
yang sedang pokus dengan pisau dan sayurannya, setelah itu Rara tersenyum manis.
"Tapi...."
"Gak ada tapi-tapian, sini...." Rara merebut pisau dari tangan Al sehingga tangan mereka bersentuhan.
1 sampai 2 menit mereka saling bertatapan tak ada yang mau melepaskan tangannya satu sama lain, sampai kala itu seseorang tak sengaja menyenggol mangkuk seng sehingga membuatnya jatuh ke lantai dan menghasilkan suara yang nyaring. Hal itu membuat Al dan Rara kaget.
"Abah" ucap Al kaget, sedangkan Rara hanya diam bak tak terjadi apa-apa.
"Astaghfirullah, maaf Al abah gak sengaja" ucap kiyai Zaid.
"Iya bah tidak apa-apa.
"Kalian kenapa malam-malam malah di dapur seperti ini? apa kalian tidak tidur? balik ke kamar kalian masing-masing sebelum ada yang melihat" perintah kiyai Zaid.
"Tapi anu pak aku laper" ucap Rara, nadanya terlihat aneh menggunakan kosa kata aku seperti itu.
"Oh kamu laper? ya sudah makan dulu, nanti kalau sudah selesai jangan lupa segera balik ke kamar kalian masing-masing ya?"
"Iya pak" jawab Rara.
"Baik Abah"
"Abah duluan ya? ngantuk" ucap kiyai Zaid, Al dan Rara mengangguk.
"Sini, udah biar gue aja yang potong sayurannya" paksa Rara.
"Tidak usah, lebih baik kamu yang cuci dagingnya biar saya yang masak ya?" ucap Al dengan lembut.
"Yaudah deh" Rara menyimpan pisaunya dan beralih mengambil daging yang di maksud lalu mencucinya.
Keduanya tengah pokus dengan pekerjaan mereka masing-masing, tak ada yang bersuara sedikitpun.
"Arghhh" pekik Al.
Rara yang menyadari langsung menghampiri Al, tak lupa menyimpan dagingnya terlebih dahulu, "Eh!! Kenapa lo? Tangan lo ke iris kan?" ucap Rara panik sendiri.
"Sini-sini duduk dulu" Rara memegang jari telunjuk Al dan membawa Al agar duduk di meja makan.
"Aduhh gede juga lukanya" ucap Rara meniup-niup jari Al yang terluka. Bukannya kesakitan Al malah menatap wajah Rara yang terlihat panik, senyum pria itu mengembang melihat wajah gemas Rara.
"Sakit gak? P3K di mana sih? biar gue ambil"
Tak ada jawaban.....
"Woi P3K di man...." Rara menghentikan ucapannya kala melihat Al yang menatap dirinya dengan tersenyum.
Rara mendengus, ia menggisik luka Al dengan tangannya sehingga membuat pria itu meringis, "Arhh, iya kenapa?" tanya Al.
"Lo ya, gue lagi panik. Gue tanya P3K di mana malah natap muka gue, buruan P3K di mana? ini darah lo udah keluar banyakk"
"Kamu? khawatir sama saya?" tanya Al lagi.
"Hah? enggak kok" jawab Rara ngeles.
"Wajah kamu ma syaa Allah lucu kalau lagi panik seperti itu" goda Al.
"Apa sih" Rara memalingkan wajahnya karena salting, ia tak mau Al melihat pipinya yang merah.
"Ikatan kita kuat ya? sampai-sampai saya terluka sedikit saja membuat kamu sangat khawatir seperti tadi" ucap Al.
"Ikatan apa sih? gue gak ngerti, udahlah gue ambil P3K dulu, di mana? di kamar lo kan?"
Rarapun pergi, untuk mengambil kotal P3K yang di maksud untuk mengobati luka Al. Tak selang beberapa lama, ia kembali dengan barang itu.
"Sini tangannya gue obatin dulu" Rara meraih jari telunjuk Al dan mengobatinya dengan telaten, pertama ia membersihkan darahnya terlebih dahulu lalu memberikan luka itu obat merah dan terakhir memberinya plester.
Di tengah-tengah aktivitas mereka berdua, ternyata ada yang diam-diam memperhatikan mereka berdua. Tak lain dan tak bukan adalah Ridwan, hari ini dia menginap pesantren.
"Bang Al benar-benar sudah terhipnotis oleh perempuan itu" guman Al mendengus kecil.
"Astaghfirullahaladzim Gus" Ustadzah Aulia tiba-tiba masuk dan mengagetkan mereka berdua. Sontak saja keduanya langsung menjauhkan diri mereka masing-masing.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments