"Woyyy"
Plakkkkk
Pipi Jessica di tampar oleh Rio yang baru saja datang membuat gadis itu melepaskan cengkramannya pada rambut Rara. Dalam hal ini, tentu saja Rio akan membela Rara karena Rara adalah sahabatnya. Bukan tentang siapa yang paling cantik maka dia pemenangnya tapi tentang siapa dia di hidupnya maka dia pemenang.
"Apa-apa sih" ucap Jessica tak terima.
"Lo bisa gak sih gak usah buat onar mulu?" Bentak Rio.
Stttttt
"Ikut"
Tangan Rara di genggam lalu di tarik oleh seseorang dan langsung membawanya pergi entah kemana itu. Bahkan Rara pun sempat kaget ada yang menariknya begitu saja.
Karena kekuatannya sangat kuat, mau tak mau tubuh Rara harus ikut kemanapun arah itu melangkah, "Kenapa?"
"Apanya?" tanya Rara.
"Tadi, kenapa harus sampai ribut seperti itu?"
"Oh, dia nyerobot antrian gue sama Rani. Ya gue gak terima lah, mana gue laper banget lagi" dumel Rara.
"Harus banget pakai kekerasan seperti tadi?"
"Dia yang mulai duluan jambak rambut gue, ya gue bales lah. Mentang-mentang yang katanya anak tercantik di sekolah ini dia bisa seenaknya kaya gitu? oh sorry banget, sekolah ini bukan milik dia, jadi dia gak bisa seenaknya kaya gitu."
"Lain kali jangan di ulangi ya? kalau marah atau kesal lebih baik pendam aja walau gak mudah. Menyakiti orang ketika marah itu gak baik. Baik menyakiti karena kata atau karena perbuatan."
"Iya iya bapak Al yang terhormat" ucap Rara sedikit terpaksa.
"Lapar? Kenapa tidak menunggu saya?"
"Nunggu lo? gue lapar bukan mau ketemu lo" jawab Rara dengan judes.
"Saya tegaskan hari ini, kalau setiap hari sekolah saya akan membawakan kamu bekal makanan dari rumah dan saya sendiri yang memasaknya" tegas Al.
"Terus kenapa tadi lo gak ada? cacing yang da di dalem perut gue udah konser, jadinya gue ke kantin. Sampe di kantin bukannya makan malah gelut, ada-ada aja nenek lampir."
"Maaf, tadi di ruang guru banyak yang harus saya kerjakan jadinya saya sedikit terlambat memberikan kamu makanan.
"Keburu laper gue.
"Maaf"
"Iya-iya, sini mau gue makan" Rara merebut kotak nasi yang di bawa Al, ia memakannya dengan di temani Al.
"Kenapa lo liatin gue kaya gitu?" tanya Rara heran.
"Kapan kamu mau sadar?" Ucap Al menatap lamat-lamat manik mata Rara.
Rara menyergitkan keningnya, "Sadar? gue udah sadar kali.
"Saya kangen kamu"
"Wah lo setres ya? gimana bisa kangen sedangkan lo sama gue selalu ketemu tiap hari, di pesantren iya dan di sekolah juga iya."
"Tapi rasa kangen yang saya tanggung saat ini jauh lebih besar, kapan waktu di mana tiba saatnya kamu menyadari semuanya Ra? Saya kangen kamu" ucap Al.
"Euuhh gue gak tau apa-apa, salah orang kali lo. Bukannya lo dulu bilang punya cewe? awas cewe lo labrak gue" jawab Rara mengalihkan pembicaraan, ia susah payah menelan ludahnya. Ada yang aneh di dalam diri Al.
"Saya pastikan dua atau tiga bulan lagi kamu bisa menyadari semuanya ya? saya pamit, waktu istirahat sudah mulai habis, assalamu'alaikum" pamit Al.
"Nyenyenye" ejek Rara.
"Jawab apa?"
"Hee iya waalaikumussalam, sana pergi husss" usir Rara.
"Nenekkkk" jerit Rara dari arah luar, ia memutuskan pulang terlebih dahulu ke rumah neneknya sebelum kepesantren. Merasa sudah seminggu ini ia di pesantren membuatnya merasa sangat jarang bertemu dengan nek Rina.
"Nenek aku pulang.
"Di mana sih?" tanya Rara kepada dirinya sendiri.
"Biasanya ada di ruang tamu lagi nonton TV" gumam Rara, "Oh mungkin di kamarnya" tambahnya lagi.
Rara bergegas menuju kamarnya nek Rina yang bersebelahan dengan dapur, tak menaiki tangga di karenakan rumah Rara sangatlah sederhana makanya waktu melihat rumah mewah Haikal Rara sampai terkagum-kagum.
Saat di depan kamar, Rara tak sengaja mendapati nek Rina yang sedang berteleponan dengan seseorang, entah siapa itu. Tapi sepertinya pembahasan mereka sangatlah penting dan rahasia.
"Nenek minta tolong banget, jangan sampai kamu memperlakukan dia spesial. Tetap anggap dia itu biasa dan sama seperti yang lain ya?"
<<................................................................>>
"Nenek paham, tapi kamu harus tetap menunggu ya nak? Dia masih butuh waktu, nenek tau pasti ini sangat berat tapi tunggu aja sampai semuanya siap baru kita bicarakan sebenarnya."
<<................................................................>>
"Intinya gini nak, jangan sampai dia tau sebelum waktunya. Kalau dia tau sebelum waktunya maka semuanya akan hancur. Sampai di sini kamu paham kan nak?"
<<.............................>>
"Di perbanyak sabar selama dia dalam kendali nenek dia gak akan macam-macam oke?"
<<.............................,>>
"Nek?" Panggil Rara.
"Astaghfirullahaladzim, kamu dari kapan ada di situ?"
"Hah? Ehh!! Lumayan lama.
"Kamu nguping?"
"Eh enggak!! Tapi heheh maaf aku gak sengaja denger nenek ngomong" ucap Rara dengan jujur sambil cengengesan.
"Sedikit atau banyak?"
"Banyak, dari nenek bilang nenek minta tolong sampai nenek bilang perbanyak sabar. Emangnya nenek lagi teleponan sama siapa sih? Kok panik gitu?" tanya Rara bingung.
"Gak sama siapa-siapa.
"Ah nenek gak seru main rahasia-rahasiaan sama Rara" ucap Rara sok ngambek.
"Ini urusan orang dewasa jawab nek Rina.
Rara merubah wajahnya menjadi seperti biasa, "Ya sudah lah lagian aku gak mau tau juga. Aku ke kamar dulu ya? bay nenek muach" pamit Rara, namun sebelumnya ia mencium pipi nek Rina terlebih dahulu.
"Lama bet busettt" gerutu Rara yang saat ini sedang menunggu seseorang di halte bis yang lumayan tak jauh dari rumahnya.
Me Ra:
14.50 (woy jodoh orang, lo masih di mana sih? gue jamuran nungguin lo di sini)
14.50 (woy)
14.52 (bisa baca chat gue bemtar gak sih? buruan dikit ege)
Guru ngeselin:
14.56 (gak boleh ngomong kaya gitu, ketikannya di filter sedikit biar lebih sopan)
14.56 (sebentar lagi saya sampai, tunggu)
"Sibintir ligi siyi simpii, tinggi. Alahh paling juga lagi make sepatu di kamarnya" oceh Rara.
"Aaaa sumpah kesabaran gue setipis tisu di bagi seribu lembar, gue gak sabar lagi anj*r lamaaaa.
"Sudah marahnya?"
Rara menoleh dan betapa terkejutnya ia melihat Al yang sudah berada di belakang dan berdiri dengan tubuh yang bersender di mobil yang ia bawa.
"Lama lo" sahut Rara dengan wajah marah tetapi masih terlihat gemas.
"Iya maaf ya, tadi di suruh abah sebentar jadi lama sampainya" jawab Al, "Maaf ya? jangan marah gitu, nanti cantiknya nambah" tambah Al.
"Apaan sih lo gak jelas" ucap Rara yang wajahnya kini sudah memerah.
Al terkekeh melihatnya, "Kamu memang cantik dari segi apapun Athara."
"Hahhh? Hehhe hari ini panas banget ya? aduhhh" Rara berusaha mengalihkan pembicaraannya, tangan perempuan itu seperti mengipas-ngipasi lehernya.
"Cuaca hari ini normal-normal aja Rara, tidak panas dan tidak mendung juga" ucap Al menggoda Rara.
"Panassss lo liat tuh panas ahahah" ucap Rara dengan ucapan yang sangat tidak jelas. Al mengerti, ia hanya tertawa melihat Rara yang salah tingkah karena ulahnya.
Hening.......
"Suttt"
"Kenapa?" tanya Al yang melihat Rara membunyikan bibirnya.
"Itu"
"Itu apa?" ucap Al kebingungan.
"Pas gue nunggu lo gue gak sengaja jajan minuman sampe dua cup terus arumanis tu satu, berhubung gue nunggu lo lama, jadi gue mau minta pertanggung jawabannya."
"Apa itu?"
"Ya itu, minta duit dong buat bayarin itu. Gak banyak kok cuma lima puluh ribu" ucap Rara sambil mengulurkan tangannya seperti meminta.
Tak terasa senyum Al terbit, bahkan kali ini sangat jelas terlihat oleh siapa saja yang melihatnya.
"Bayarin bukan senyum-senyum ae lo.
Al merogoh saku belakangnya untuk mengambil dompet, ia mengambil uang seratus ribuan tiga lembar lalu memberikannya kepada penjual yang Rara beli makanannya tadi.
"Kebanyakan mas, orang tadi mbaknya cuma jajan lima puluh ribu doang" kata kang penjual.
"Gak papa pak, ambil aja.
"Oh yowes makasih ya" Al tersenyum untuk menanggapi.
"Ayo" Al menarik tangan Rara untuk masuk kedalam mobilnya.
Di dalam mobil Rara terus saja menatap Al sampai orang yang di tatap salah tingkah sendiri, "Gue heran kenapa lo ngasihnya banyak banget? gue cuma jajan lima puluh ribu, buat uang tiga ratus ribu itu kebanyakan. Kalaupun lo mau ngasih lebih kan seratus ribu juga bisa masih ada tuh lima puluh.
Al membuang nafas dan tersenyum kecil, "Tidak apa, itu artinya sudah rezekinya bapak tadi. Bisa aja itu rezeki yang mau Allah kasih untuk bapak tadi dengan saya sebagai perantaranya" jawab Al, Rara hanya manggut-manggut saja.
"Lagi pula kan harta cuma titipan dari Allah, gak ada yang perlu di sombongkan atas hal itu, harta gak di bawa mati. Harta yang saya punya saat ini itu sebagian juga milik orang-orang bukan hanya saya.
Rara tersenyum, ada niat yang tak benar yang tertanam di dalam pikirannya, "Kalau gitu lo transferin gue duit 10 juga dong, mau gak? kan katanya duit lo duit orang-orang juga. Berhubung gue juga orang ya gue berhak kan ya?" ucap Rara menaik turunkan alisnya.
"Sini nomor rekeningnya biar saya transfer" ucap Al.
"Nih" Rara menunjukkannya dengan menyodorkan ponsel dirinya.
"Sebentar" ucap Al, "Oke, sudah masuk kamu cek aja" tambah Al mengucapkan itu dengan entengnya.
Rara di buat panik sendiri oleh kelakuan Al, ia melototkan matanya sambil menatap Al yang masih pokus dengan kemudinya. Ia beralih membuka ponsel yang di pegangnya untuk melihat apakah perkataan Al itu benar atau tidak.
Sesudah di cek mata Rara kembali membulat, benar saja ada transferan masuk dari nomor rekening Al ke nomor rekeningnya, reall 10 juta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments