"Bang" panggil Haikal saat Al tiba di depan masjid pesantren untuk menunaikan ibadah sholat ashar.
Al membalikkan badannya, ia menatap Haikal dengan bertanya, rasanya saat ini ia sangat tidak ingin berhadapan atau berbicara dengan siapapun kecuali dengan sang Rabbi-Nya, "Ada apa?"
"Kita perlu bicara" jawab Haikal.
"Kamu dengar gak?" ucap Al mengacungkan jari telunjuknya ke atas, "Panggilan untuk kita segera sholat sudah berkumandang, masuklah, tidak ada yang lebih penting dari pada bersujud kepadanya. Kita bisa bicarakan ini nanti" Al menepuk pundak Haikal lalu masuk terlebih dahulu ke dalam masjid.
"Permisi Gus saya duluan ya" ucap Vano yang melintas bersama Devan di hadapan Haikal.
Haikal menatap keduanya dengan dingin, lalu menganggukan kepalanya sebagai jawaban.
"Gun, abah mau bicara denganmu" ucap Abah Zaid, kini Al dan juga Kiyai Zaid sudah berada di Ndalem pesantren.
"Oh ya Bah, sebantar" Al membenarkan sarung dan juga kopiahnya lalu menghampiri Kiyai Zaid yang sudah duduk di kursi ruangan tengah, "Ada apa Bah?"
"Bagaimana kamu dengan Rara? Baik-baik saja kan?, Anak itu sudah mulai banyak berubah atau tidak?" tanya Kiyai Zaid.
Al terdiam, ia harus menjawab apa?, "Sebenarnya Abah....."
"Abah tidak ingin dengar kalau kalian berdua tidak baik-baik saja, Abah harap kamu bisa lebih sabar menghadapi Rara, perempuan itu hatinya lembut sangat lembut, jika dirinya nakal namun percayalah hatinya sangat lembut. Rara hanya butuh bimbingan bukan paksaan, jadi kamu harus selalu sabar dalam merubah dia, in syaa Allah, sedikit demi sedikit anak itu akan luluh hatinya" ucap Kiyai Zaid tersenyum dan menepuk pundak Al.
Al membalas senyuman Kiyai Zaid, ia mengangguk paham, "Iya Abah, in syaa Allah Al akan selalu sabar dan tolong Abah do'akan juga supaya Al bisa lebih memahami sifat Rara, do'akan juga semoga kita bisa segera pada umumnya."
"Pasti nak, Abah selalu mendoakan yang terbaik untukmu, untuk adikmu juga.
"Iya bah, Syukron"
"Waiyyak nak" jawab Kiyai Zaid, "Apa dia tidak ada setoran hafalan sama kamu hari ini?"
Al merenung, sebenarnya ada, tetapi ingin meminta gadis itu untuk ke Ndalem dan menyuruhnya mensetorkan hafalannya pun Al rasa ia gak mampu. Setelah kejadian tadi siang di sekolah, ia tidah pernah berbicara dengan Rara lagi.
Al menggeleng kecil, "Gak ada bah, mungkin beberapa hari kedepan ada, Al masih ngasih Rara waktu untuk lebih menghafalkannya lagi" jawab Al dengan terpaksa harus berbohong.
"Oh ya sudah, sana tidurlah dan jangan lupa lakukan sunnah-sunnah sebelum tidur telebih dahulu, terutama wudhu.
"Iya Bah"
Jam 05.00 semua santriwan maupun santriwati baru saja selesai melaksanakan sholat subuh berjamaah dengan Al sebagai imamnya.
Beberapa santriwan maupun santriwati sudah kembali ke asramanya masing-masing, namun ada juga yang masih menetap di masjid untuk tadarusan sampai matahari terbit mungkin sampai sekitar jam 06.00.
Al ikut dengan segerombolan santriwan tak lupa dengan Devan dan Vano, mereka bertiga tidak ikut tadarusan karena sebelum sholat subuh di laksanakan sudah terlebih dahulu memulai.
"Bang" panggil Haikal ketika Al baru saja memakai sandalnya.
"Gus" ucap Devan dan Vano dengan sopan menyapa Haikal? sedikit membungkukkan tubuhnya, tak lupa dengan kedua tangan yang ia pegang di depan.
"Kita perlu meneruskan pembicaraan yang maghrib sempat tertunda" ucap Haikal to the point.
"Kita bicara di halaman belakang, Vano Devan bantu santriwan yang lainnya untuk masak."
"Iya Gus baik"
"Ikut abang" perintah Al lalu meninggalkan Ridwan yang berdiri di belakangnya.
Di halaman belakang, Al sudah berdiri di depan Ridwan dengan tangan yang ia genggam di belakang, "Katakan" perintah Al.
"Athara" ucap Haikal, mendengar nama gadis itu sontak Al membalikkan badannya, ia tahu pasti ada yang tidak beres dengan adik dan gadis itu. Beberapa bulan mengenal Rara, Al tahu kalau Haikal di awal mengenal gadis itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments