Bab 8

Tok tok tok

Pintu kamar Al yang terdapat Rara di dalamnya berkali-kali berbunyi, bahkan gadis itu sampai kesal mendengar ketukan tersebut karena merasa tidurnya terganggu.

Tok tok

"Aih apaan sih" gerutu gadis itu sambil menggaruk kepalanya, matanya masih setengah terbuka.

"Assalamualaikum" ucap orang dari luar.

"Sudah selesai gantinya? kalau sudah segera keluar semua orang sudah menunggu kamu di ruang tengah" tambah orang itu.

"Pagi-pagi gini siapa sih" Rara mengucek matanya, ia berjalan untuk membukakan pintu.

"Lo siapa sih pagi-pagi gini udah..."

"Astaghfirullahaladzim laa illaha ilallah" ucap orang itu terpekik kaget tat kala melihat pakaian Rara yang sangat kurang bahan.

"Hah apa? Kenapa Istighfar? lo kok ada di sini pagi-pagi gini?" ucap Rara kebingungan.

"Astaghfirullah Rara, apa kamu belum selesai berganti pakaian? Kenapa kamu cuma pakai celana seatas lutut dan baju yang cuma ********** saja? setidaknya kamu pakai kaos kecil" nasehat Al.

"Katanya Gus atau Ustadz apalah itu, tapi liat gue pake pakaian kaya gini gak nunduk atau gimana? malah melek mata lo" ledek Rara.

Al refleks menundukkan kepalanya dan memulai jarak antara keduanya, "Kenapa kamu menatap saya seperti itu?" tanya Al sedikit gerogi dan sangat tak karuan, keringatnya bercucuran.

"Kenapa lo gak istighfar?" tanya Rara heran.

"Memangnya kenapa harus istighfar?" tanya Al balik.

"Kan lo habis liat gue pake baju beginian"

"Astaghfirullah" ucap Al "Ah ya, tadi kata kamu ini pagi? sekarang bukan pagi tapi sudah siang sudah hampir waktunya dzuhur. Tadi saya memerintah kamu untuk ganti pakaian tapi kenapa sudah setengah jam tidak ada keluar?" tambah Al bertanya.

"Lah emang iya? emang gue lagi di mana?"

"Kamu lagi di pesantren Al-Athar, dan sekarang kamu sedang berada di Ndalem lebih tepatnya di kamar pribadi milik saya" jawab Al.

Rara mengetuk-ngetuk kan jarinya di dagunya seperti tengah berpikir, "Oh iya ya gue kesini sama nenek tadi, terus lo nyuruh gue ganti baju pake gamis di kamar lo. Tapi kenapa gue bisa tidur di kamar lo sih?"

Al mengangkat bahunya tidak tahu, "Mungkin diri kamu sudah merasa cocok tidur di kamar itu, lagi pula tak lama lagi kamu akan tidur seterusnya di sana. Mau tak mau kamu harus mau, siap tidak siap ya harus siap" ucap Al menatap tajam mata Rara, "Saya tunggu waktu itu ya? semoga kamu mengerti" ucap Al, lalu kemudian ia pergi dari hadapan Rara.

Rara menatap kepergian Al, setelah punggung Al tak terlihat Rara terdiam memikirkan perkataan Al. Kemarin dan hari ini lagi-lagi dia mengucapkan hal serupa 'Semoga kamu mengerti'

"Alah udahlah" Rara menepis pikirannya itu lalu kembali masuk kedalam kamar Al untuk berganti pakaian yang sudah Al berikan tadi.

"Jreng, hallo semuanya gimana aku cantik kan?" ucap Rara yang tiba-tiba saja muncul di ruang tengah. Di sana terdapat, Kiyai Zaid, nek Rina, dua anak kiyai Zaid dan juga para Ustadz dan Ustadzah.

Nek Rina menatap semua yang ada di ruangan itu, ia tersenyum canggung karena merasa tak enak sekaligus malu dengan kelakuan cucu satu-satunya, "Maaf nggeh kiyai, Gus dan semuanya."

"Ma syaa Allah cantik" gumam Al.

"Cantik" gumam adik Al.

"Rara duduk, malu di liatin Ustadz sama Ustadzah" perintah nek Rina.

"Iya bentar nek ribet, ini gamisnya gede banget mana panjang banget lagi udah gitu nyentuh inti bumi" ucapnya sibuk membenarkan gamis yang ia pakai, "Dia gak tau ukuran baju buat aku kali ya? Segede apaan belinya gede banget" omelnya.

Al yang duduk tak jauh dengan Rara hanya bisa tersenyum dan tekekeh kecil mendengar Omelan terdengar dari mulut gadis itu.

"Biasa saja natapnya Al" bisik Kiyai Zaid kepada Al yang tak henti menatap Rara.

"Eh Abah" Al terlihat salah tingkah.

"Puasa dulu ya"

"Apa sih bah, iya-iya Al puasa" ucapnya, Al melirik adiknya dan ternyata ia juga tengah menatap Rara. Tiba-tiba saja Al merasa emosi dan tak terima jika ada laki-laki lain yang menatap Rara walaupun itu adiknya sendiri.

"Haikal, tolong jaga pandangannya" tegur Al. Haikal menatap Al sekilas dengan raut wajah tak suka lalu mengalihkan pandangannya.

"Eh Haikal, lo ada di sini juga? ngapain?" tanya Rara kepada Haikal tentu saja itu membuat Al panas.

"Saya..."

"Dia adik saya" jawab Al dengan cepat.

"Hah? adek lo? pantesan gue liat bros nama dia persis kaya nama lo" ucap Rara, " Muhammad Haikal Ghairullah Al-Ghifary, iyakan?" Haikal sedikit mengangguk untuk menjawab pertanyaan Rara.

"Suttt" Rara menyenggol Al, dan Al menoleh seolah bertanya ada apa?

Rara yang paham maksud Al langsung mengeluarkan suara lagi, dan mencondongkan tubuhnya sedikit agar bisa berbisik kepada Al, "Sebenernya ini ada apaan ya? Kok gue sama nenek gue ikut kaya gini padahal kan kita bukan siapa-siapa elu.

"Kamu tamu di sini.

"Emang acara apaan?"

"Saya juga tidak tahu"

"Eh Ustadz, Ustadzah gue mau nanya ini tuh acara apaan ya?" Belum sempat melanjutkan omongannya Rara telebih dahulu di senggol oleh nek Rina karena merasa ucapannya tidak lah sopan.

"Kalau ngomong yang benar, masa ngomong sama Ustadz, Ustadzah pake gue. Harusnya saya" peringat nek Rina sembari berbisik.

"Eh iya ya lupa" ucapnya nyengir, "Enggak maksud saya tuh gini Ustadz, Ustadzah. Kok aneh gitu saya sama nenek saya yang bukan siapa-siapa di sini bisa ikutan acara kaya gini.

"Kamu sama nek Rina tamu di sini" jawab Ustadzah tersenyum hangat.

Rara mengerutkan bibirnya, "Jawaban Ustadzah sama ae kaya jawaban dia" ucap Rara menunjuk Al dengan dagunya. Semuanya terkekeh melihat tingkah Rara kecuali nek Rina yang menahan malu.

Diam-diam senyum Al terbit membentuk bulan sabit, "Ma syaa Allah"

"Oi, temenin gue keluar yu? liat area pesantren aja gitu, gue males di sini mulu kaki gue kesemutan lama-lama" ucap Rara.

"Saya?" Al menunjuk dirinya sendiri.

"Ya iya elo"

"Bah?" Al menatap Kiyai Zaid untuk meminta ijin. Kiyai Zaid mengangguk kecil sebagai jawaban.

"Iya ayo"

"Asekk, weh semuanya saya keluar dulu ya pegel di sini" pamit Rara tanpa sopan santun sedikitpun.

Haikal menatap Al dan Rara yang beriringan keluar dari Ndalem, ada sorot ketidak sukaan yang ia pendam untuk keduanya.

"Abah, semuanya. Saya ijin keluar sebentar ya" ijin Haikal berpamitan.

"Ini kita mau kemana" tanya Rara yang sudah berjalan tak menentu arah bersama Al.

"Terserah kamu."

"Kok terserah gue? gue kan gak tau setiap penjuru pesantren ini, ya lo bawa gue kemana kek jangan jalan mulu kaya gini cape"

"Kalau mau diam kenapa gak diam di Ndalem aja?"

"Kesemutan kaki gue kalo di sana. Btw kenapa sih lo jalannya jauhan gitu sama gue? kalo gue deketin pasti lo ngehindar. Gak bisa banget ya deket sama gue?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!