Bab 7

"Pondok pesantren Al-Athar?" gumam Rara, "Lah nenek bawa gue ke pesantren mau ngapain coba" monolognya.

"Nek" panggil Rara, "Kenapa nenek bawa aku kepesantren? Nenek mau masukin aku kepesantren, iya? Nek, Rara kan udah pernah bilang kalau Rara gak mau masuk pesantren kenapa nenek maksa sih?"

"Siapa yang mau masukin kamu ke pesantren?"

"Ya terus ini nenek bawa aku ke sini mau ngapain kalo bukan mau masukin aku ke pesantren?" tanya Rara.

"Ayo masuk" ucap nek Rina tanpa menjawab pertanyaan Rara.

"Aku gak mau masuk takut di simpen di sini seterusnya" jawab Rara.

"Yasudah terserah kamu, memangnya kamu mau di sini sendiri terus di liat banyaknya santriwan dan santriwati? mana pakaian kamu kurang sopan dan membentuk tubuh gitu" ucap nek Rina mulai melangkahkan kakinya untuk masuk ke area pesantren.

"Ihh yaudah tunggu bentar" Rara mengejar nek Rina yang sudah masuk terlebih dahulu.

Di area pesantren Rara banyak sekali mendapatkan tatapan-tatapan aneh dari santriwati, mungkin cara berpakaiannya yang sama sekali tidak menampilkan seorang muslimah. Celana jeans ketat, baju rajut yang sangat pas dengan tubuhnya serta hijab pashmina yang hanya menutup bagian ujung kepalanya saja membuatnya terlihat aneh. Masa masuk pesantren berpakain seperti itu? Pikir mereka.

"Sebenernya nenek kesini mau ngapain sih, malu-maluin aku tau gak" omel Rara.

"Udah nenek bilang kan dari rumah kalau kamu harus pakai gamis, tapi kamu bilang gak mau. Yasudah" ucap nek Rina.

"Ya aku pikir nenek mau ajak aku jalan-jalan ke mall, ke restoran atau kemana kek, bukan kepesantren" jawab Rara.

"Udah diem bawel"

Nek Rina dan Rara terus berjalan walaupun Rara menjadi sorotan tatapan para santriwati dan santriwan, "Pulang yuk nek" ajak Rara.

"Kita sudah sampai masa mau pulang?" ucap nek Rina.

"Di sini gak enak auranya, apalagi Rara gak pake gamis kaya mereka. Malu" balas Rara.

Langkah nek Rina terhenti begitupun dengan Rara, Rara yang mulanya berada di belakang nek Rina harus rela terpentok oleh badannya nek Rina akibat nek Rina berhenti mendadak.

"Aduh, ngapain sih nek pake acara berhenti segala? udah nyampe emang?"

Tanpa menjawab nek Rina malah tersenyum kepada orang yang berada di hadapannya, orang itupun juga membalas senyuman nek Rina, lalu matanya kini beralih tertuju kepada gadis yang sudah berada di samping nek Rina. Tak lain ialah Rara.

Orang itu menatap Rara dengan perasaan senang, senyumnya juga terbit. Setelah tersadar akhirnya pria itu menyodorkan satu buah paper bag kepada Rara.

Rara yang awalnya menunduk kini mendongakkan kepalanya untuk melihat orang yang memberinya sebuah paper bag yang entah apa isinya.

"Lo?" ucap Rara, "Ngapain di sini? ngintilin gue?" ucap Rara tanpa dosa.

Orang itu terkekeh kecil sambil menggelengkan kepalanya sedikit, "Kamu di mana-mana tetap sama" ucap orang itu.

"Dih"

"Rara yang sopan sama Gus Al, gak boleh gitu" nek Rina menyenggol lengan Rara pelan.

"Gus? Kenapa Gus.... emangnya nama lo ada Agusnya?" tanya Rara.

Al lagi-lagi terkekeh mendengar ucapan Rara, bisa-bisanya dia tidak tahu arti dari kata Gus yang pastinya sudah tak asing bagi sebagian orang.

"Gus itu panggilan untuk anak kiyai atau anak pemilik pesantren ini Rara, astaghfitullah maaf ya Gus jika cucu saya lancang" ucap nek Rina meminta maaf karena merasa tidak enak.

Al tersenyum tipis, "Tidak apa nek" jawab Al sopan, ia kembali menyodorkan paper bag kepada Rara karena gadis itu sama sekali belum menerimanya.

"Apaan nih" ucap Rara agak mundur sedikit.

"Di ambil"

"Ya isinya apaan? bom? boneka santet? jurig? atau...."

"Gamis dan khimar" jawab Al, "Kamu lagi perlu itu kan?" tambahnya lagi mentap Rara.

"Dari mana lo tau?"

"Itu" Al menujuk tubuh Rara dengan bibir bawahnya yang agak ia majukan kedepan.

Rara spontan menundukkan kepalanya untuk melihat pakaian yang ia pakai, benar saja ia masih memakai jelana jeans.

"Eh iya, sini" Rara merampas paper bag yang berada di tangan Al dengan kasar, lalu berlari meninggalkan Al dan nek Rina.

"Kamu mau kemana?" ucap nek Rina sedikit berteriak.

"Ganti baju" jawab Rara.

Nek Rina melirik Al, "Memang dia tau ya Gus tempat gantinya di mana?" ucap nek Rina.

"Gak tau nek, coba saya ikutin ya? tidak apa nenek pergi terlebih dahulu ke Ndalem, si sana sudah terdapat Ustadzah serta Ustadz dan Abah"

"Baik Gus nenek permisi ya? assalamualaikum"

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh" jawab Al. Setelah merasa nek Rina sudah berjalan dari hadapannya, ia pun juga bergegas berjalan menuju arah Rara pergi tadi.

Rara berjalan sembari melihat kesana kemari untuk mencari di mana toilet berada, namun sudah cukup lama ia sama sekali tak menemukan apa yang ia cari.

"Weh lo sini deh" ucap Rara menujuk salah satu seorang santriwati yang melintas dan ia mengode dengan tangannya untuk menyuruh orang itu agar segera mendekat ke arahnya.

"Kenapa ya mbak?" tanya santriwati itu.

"Toilet yang lo pada pake di mana ya?" tanya Rara.

"Tidak ada toilet umum kak, sekarang di setiap kamar santriwati maupun santriwan sudah terdapat toilet sekaligus kamar mandinya masing-masing" santriwati itu menjelaskan.

"Lah? setau gue kalo di pesantren itu kamar mandinya satu untuk semua kaya sctv, kalo mandi berebut gitu kan. Kok ini kaga?" tanya Rara terheran.

"Alhamdulillah di sini sedikit berbeda dengan pesantren pada umumnya"

"Yaudah gue boleh numpang ke kamar mandi lo kaga? bukan mau berak tapi mau ganti pakean yang kaya lo pake, jubah sama khamar"

"Hah? Jubah? dan khamar apa ya kak?"

"Khamar kaya tudung yang lo pake gede sampe nutupin pantat" jawab Rara, sontak santriwati itu beristighfar.

"Astaghfirullah kak, itu namanya khimar bukan khamar

Dan satu lagi, ini namanya gamis bukan jubah" ralatnya.

"Sama ae lah, yaudah boleh kaga?"

Diam-diam Al yang sedang mengintip Rara dari kejauhan tersenyum, entahlah, tak akan ada yang bisa menghentikan bibirnya untuk menjadi bulan sabit bila sudah melihat gadis itu.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" ucap Al mengampiri Rara dan santriwati itu.

Santriwati yang sedang bersama Rara langsung sedikit menjauh dan menundukkan pandangannya ketika melihat Gus-nya datang, "Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh"

"Kenapa?"

Santriwati itu terkejut ketika Rara tak menjawab salam dari Gus-nya dan malah langsung tanya 'kenapa?'

"Sudah ganti baju?" tanya Al.

"Ya lo liat sendiri lah" ucap Rara kesal.

"Eh afwan Gus saya permisi Assalamualaikum" ucap santriwati itu karena tidak enak.

"Ikut saya" Al meraih tangan Rara sehingga pergelangan tangan Rara di genggam oleh Al.

"Kemana?"

"Ganti baju kamu" jawab Al.

"Ehhh ekhem maaf Gus bukan mahram" ucap Faisal.

"Astaghfirullah" Al beristighfar dan refleks melepaskan tangan Rara, "Ekhem, kalau mau datang itu bilang Assalamualaikum terlebih dahulu" peringat Al.

"Eh iya Gus lupa, maaf. Assalamualaikum" Faisal mengulang.

"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh, ada apa Sal?"

"Maaf Gus, di panggil sama kiyai Zaid untuk segera ke Ndalem"

"Iya, terima kasih ya Sal" ucap Al.

"Nggeh Gus kalo gitu saya permisi, Assalamualaikum"

"Waalaikumussalam" jawab Al, "Ayo" ucapnya kepada Rara.

"Iya" Rarapun mengikuti kemana arah Al melangkah.

"Gue ganti di mana?" tanya Rara.

"Di sini" jawab Al.

Rara mengerutkan keningnya bingung, apa maksud pria di hadapannya ini? di sini? di mana?, "Maksud lo di mana? di depan lo?"

"Ya kalau kamu mau"

Plakkk

Rara respek menampar pipi Al "Maksud lo apaan? lo mau ngintip gitu? dasar cowo paham agama tapi cabul" ucap Rara.

Al menggelengkan kepalanya sembari terkekeh, pikiran gadis di hadapannya ini memang tidak jernih, "Kamu masuk"

"Maen masuk aja, emangnya itu kamar siapa?"

"Kamar saya"

"Emangnya boleh kalo gue masuk kamar lo? sedangkan setiap kamar orang itu kan pribadi, gak boleh di masuki sembarangan orang" ucap Rara.

"Saya kan sudah memberi ijin kamu jadi tidak ada masalah kalau kamu masuk kamar saya karena sudah mendapatkan dari sang pemilik, tapi jikalau kamu masuk tanpa ijin dari sang pemilik itu baru tidak boleh. Lagi pula kamar itu juga akan menjadi milik kamu juga bukan?" Al tersenyum berusaha menggoda Rara.

Rara memesang wajah masam mendengar perkataan Al, ia perlahan mulai membuka pintu kamar Al, "Hah? kamar gue? gue bakal jadi istri lo gitu? Ogah" Rara menutup pintu kamar Al dengan keras tanpa mengucapkan apapun lagi.

Setelah berada di kamar, Rara membalikkan badannya dan ternyata ia di buat terkejut oleh seisi kamar Al. Kamar berwarna hitam dengan perpaduan warna putih membuatnya terlihat elegan apalagi dengan beberapa hiasan yang berada di sana, kamarnya juga terlihat bersih dan rapih. Aroma mint atau aroma khas Al yang menyerbak membuat udara di kamar itu terasa sejuk dan tenang.

"Daebak sih kamar cowo serapih ini mana gede juga, beda banget sama kamar gue yang kecil dan pasti berantakan banget. Baju di mana-mana, bekas cemilan di mana-mana, selimut gak gue lipet, kasur gak gw beresin. Hadeuh emang bener-bener ya lu Ra" monolog Rara.

Pandangan Rara tertuju pada sebuah foto yang tertempel di dinding tepat di atas trpat kasur Al, ia berjalan sedikit menuju foto itu.

"Guru itu kalo di lihat-lihat ganteng juga ya, hitam manis" gumam Rara, ia sendiripun bahkan tak menyadari jika ia telah berbicara demikian.

"Iya sih ganteng tapi ngeselin"

"Dahlah mending ganti baju dulu"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!