"Kamu tidak kekantin?" ucap Al kepada Rara yang sekarang ini sedang duduk di bangkunya dengan menaruh kepalanya di meja.
Gadis itu menoleh ke arah suara, lalu memalingkan wajahnya lagi, "Lagi mager, rencananya gue pengen bolos.
"Kenapa harus bolos?"
"Ya karna gue males sekolah, pelajarannya bikin otak gue mau keluar. Apalagi pelajaran pak Jarwo sama pelajaran lo. Paling males gue.
"Biologi sama PAI/BTQ?"
"Iya"
"Kenapa kamu malas dengan pelajaran saya?" tanya Al.
Rara berdecak dan menegakkan tubuhnya, "Pembahasannya itu mulu, terus tadi lagi ngapain lo bahas-bahas hijab? mau nyindir gue sama temen sekelas gue? supaya gue tertampar terjungkal dan minat buat hijrah?" ucap Rara sedikit meninggikan nada suaranya.
"Kalau kamu tertampar kenapa kamu tidak berusaha untuk memperbaiki diri? Kalau tidak mau hijrah sekarang setidaknya pakai hijab dulu, lagi pula hijab bagi seluruh wanita muslim yang sudah baligh itu hukumnya wajib" ucap Al, "Sembunyikan rambutmu.
dengan hijab kamu, tutupi lekuk tubuh kamu dengan gamis lebar mu supaya tidak ada yang bisa melihatnya dan tidak ada yang bisa menikmati setiap lekuknya, kecantikan yang kamu miliki juga seharusnya jangan kamu pamerkan apalagi di sosial media yang bisa membuat menarik perhatian ajnabi. Jagalah itu semua untuk suamimu kelak."
Rara menerjap-erjapkan matanya dan menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal, "Gue gak tau lo ngomong apa, gue belum nikah yaudah sih ya gak papa kan?"
"Kenapa harus menunggu waktu menikah dulu? tutupi tubuh kamu mulai dari sekarang dan hadiahi lah suami dengan rambut dan semua tubuhmu yang kamu jaga selama kamu belum mengenalnya" jawab Al.
"Nanti gerah gimana?" tanya Rara.
"Memang jika awal gerah, tapi coba di pakai. Awal mulanya di paksa, kepaksa, dan lalu terbiasa, pasti akan enak nantinya dan pastinya jika sudah terbiasa kamu akan risih untuk membukanya"
"Hmm" jawab Rara.
Al menghela nafas, menurutnya percuma juga berbicara panjang lebar dengan Rara, yang pastinya hanya cuma di dengar lewat kuping kanan dan keluar lewat kuping kiri, "Ini" Al menyodorkan sebuah kotak nasi kepada Rara, "Untuk makan siang, jangan lupa di makan."
"Lagi? Tapi ya boleh aja, oke thanks"
"Saya permisi Assalamualaikum" Al hendak melangkah.
"Tunggu bentar, lo gak mau nemein gue makan?" tanya Rara.
Sebelum membalikkan badannya kembali menghadap Rara, Al menerbitkan senyumnya,, 'apa ini serius?,, ucap Al dalam hati.
"Mau saya temenin?"
"Itu kalo lo mau, gue sih gak maksa" jawab Rara yang sudah membuka kotak nasi yang Al berikan tadi lalu menyuapkan satu sendok kedalam mulutnya.
"Memangnya kenapa harus di temenin saya?" tanya Al lagi-lagi.
"Gak papa, cuma biar ada temen ngobrol doang" jawab Rara.
"Di ruang guru sedang banyak kerjaan yang harus saya kerjakan, lain kali saja saya temenin kamu" ucap Al.
"Yaudah"
"Saya permisi, Assalamualaikum"
"Iya"
"Eh bro ngapain lo di sini sendirian? kaga kekantin sama si Rani lo? gue liat-liat udah beberapa hari lo gak kekantin kenapa?" Tiba-tiba saja Rio datang entah dari mana menepuk pundak Rara dan duduk di kursi sebelah Rara yang kosong.
Al tak sengaja mendengar suara lelaki itu dari arah bangku Rara yang belum jauh darinya, lagi-lagi langkah Al terhenti. Ia pun langsung membalikkan badannya, dan bergegas menghampiri Rara yang sedang mengobrol dengan Rio, teman sedari SD-nya.
"Menjauh dari Rara" ucap Al tegas.
"Lah? saya pak?" ucap Rio terheran-heran.
"Iya, duduk di belakang. Kalian bukan mahram yang bisa duduk mojok berdua seenaknya saja" ucap Al lagi tentu saja dengan raut wajah yang dingin.
Rio dan Rara saling tatap dengan wajah yang masih bingung, seharusnya ini bukan hal biasa karena sudah sebulan ini Al mengajar di SMK Garuda Al selalu menegaskan semua muridnya bahwa duduk tak berjarak atau mojok dengan lawan jenis itu haram.
"Aneh tau gak" bisik Rio.
"Maksud lo?"
"Pak Al kalo negur orang lain gak seserius dan sedingin itu mukanya, tapi pas negur elo atau kita dia gak gitu banget" ucap Rio.
"Iya ya, tapi mungkin perasaan lo aja kali"
"Enggak, kayanya pak Al suka sama lo" ucap Rio.
Rara memukul Rio, "Enak aja lo, mana mungkin dia suka sama gue yang umpanya jauh dari agama.
"Ya bisa aja kan"
"Ekhem" Al berdehem kala merasa dirinya di kacangin.
Rara dan Rio kompak menoleh ke arah Al "Eh iya pak" ucap Rio.
"Cepat duduk di belakang" perintah Al masih dengan wajah yang tak berekspresi.
"Iya-iya pak" Rio pun beralih duduk di belakang bangku Rara.
Al berjalan dan duduk di sebelah Rara sambil melihat gadis itu yang sedang makan, "Ngapain?" tanya Rara.
"Nemenin kamu"
"Bukan mahram sana jauh-jauh, katanya lagi banyak kerjaan di ruang guru" ucap Rara.
"Tidak apa-apa lagipula sebentar lagi kita akan mahram" jawab Al.
"Terserah lo deh" sahut Rara pasrah dan mengabaikan Al yang sedang memperhatikannya makan.
Al menyenderkan tangannya di meja untuk menahan kepalanya agar bisa jelas menatap Rara, gadis itu kenapa selalu membuatnya gila? bahkan jauh darinya sedetikpun rasanya tidak mampu, seakan banyak magnet yang menempel di dalam tubuh gadis itu untuk terus menarik dekat dengannya.
"Nanti setelah pulang sekolah, kamu kepesantren Al-Athar ya? ada yang harus saya biacarakan dengan kamu" ucap Al.
Rara menghadap Al dengan mulut yang penuh dengan makanan yang sedang ia kunyah, "Mau ngapain? lagian gue nanti sore bakalan main sama Rani, kalo ada yang mau di omongin kenapa gak di sini aja? mumpung kita lagi berdua.
"Di sini terlalu banyak orang, saya takut nya mereka melihat atau mendengar pembicaraan kita.
"Oke deh, nanti gue kesana" jawab Rara.
"Jangan lupa pakai pakaian yang tertutup" peringat Al.
"Iya gue tau"
"RARA AYO KEKANTIN SEBELUM BEL MASUK BU......NYI" ucap Rani dengan suara yang menggelegar hingga memenuhi semua penjuru kelas.
"Ohh, omaygat omaygat s-sorry gue ganggu" ucap Rani merasa tak enak, refleks saja Al sedikit menjauh dan mengalihkan pandangannya dari Rara.
"Saya ke ruang guru dulu, jangan lupa nanti setelah pulang sekolah assalamualaikum" Al pun bergegas ke luar kelas dengan wajah yang sedikit kikut.
Rani melihat setiap langkah Al, bahkan ia tak berkedip sampai lelaki itu hilang dari pandangannya. Setelah merasa Al tak terlihat lagi, Rani beralih menghampiri Rara dan duduk di sebelahnya.
"Ini serius lo sama pak Al ngobrol berduaan gitu?" tanya Rani.
"Kenapa?"
"Katanya..."
"Gak tau lah, dia tiap hari emang gitu suka ngajak gue ngobrol bahkan nih suka ngasih gue makanan. Nanti gue mau kepesantren dia, lo mau ikut gak?"
"Hah? Pesantren? sejak kapan lo tau pesantren dia? dan sejak kapan lo mau ke pesantren?" tanya Rani bertumpuk-tumpuk.
"Ish, gak perlu lah lo tau. Yang jelas lo mau gak ikut?" ucap Rara berbalik bertanya.
"Gak deh, gue nanti mau nemein adek gue ke mall" jawab Rani.
"Yaudah"
"Lagi ngapain?"
"Huahh buset ngagetin aja lo, gue lagi nyari taxi" jawab Rara.
"Mau kemana?" tanya Haikal.
"Mau kepesantren ada janji sama abang lo.
"Ngapain selalu ketemu sama abang saya?" tanya Haikal dengan wajah datar.
"Masalah sekolah mungkin, gue aja gak tau ini di suruh ke pesantren mau ngapain.
"Kamu deketin abang saya tidak ada maksud lain?"
Rara mengerutkan keningnya, "Maksud lo?"
"Awalnya saya memang memaklumi kedekatan kalian selama ini, tapi setelah saya perhatikan sepertinya kamu ada maksud lain mendekati abang saya" ucap Haikal menatap tak suka ke arah Rara.
"Wait? Apa sih maksudnya"
"Jangan kamu pikir saya bodoh, kamu mendekati abang saya karena hartanya bukan?"
"Hah? Gila lo, walaupun gue hidup sederhana tapi gak mungkin gw kaya gitu. Lagian lo kenapa sih, kita kenal udah sebulan gak ada tuh lo nuduh-nuduh kaya gini.
"Ya karna saya baru tau niat kamu itu sekarang, Athara" Jawab Haikal.
"Bahkan gue aja gak pernah kepikiran buat morotin abang lo dan mau ngambil duit abang lo. Ini itu cuma fitnah, bukannya fitnah lebih kejam dari pada pembunuhan ya?" ucap Rara tak terima.
Skak mat Haikal terdiam seribu bahasa, tak ada yang harus ia katakan sekarang. Ia benar-benar tidak tahu harus menjawab apa sekarang.
"Jauhi abang saya"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments