"Ibu, terima saya dan bayi ini," Maya bersimpuh di kaki ibunya Prasetyo.
"Kau sudah merusak kebahagiaan menantuku. Kau hancurkan rumah tangganya. Sekarang kau datang meminta aku mengijinkan kau menikah dengan putraku. Aku tidak bisa menerimamu!" ucap tegas ibu mertuanya seraya memalingkan wajahnya dari wajah Maya.
"Aku mohon, biarkan aku menjadi istri Mas Pras. Aku mengandung anak laki-laki, bukankah kau tidak akan menyia-nyiakan cucumu ini,"
"Hentikan sandiwaramu. Aku tegaskan agar kau menjauhi putraku!" tegasnya sekali lagi.
Tiba-tiba saja Maya berdiri dan menatap tegas wajah ibu mertuanya.
"Jika kau tidak mengijinkannya. Maka aku tetap akan menikah dengannya!" ucapnya kasar dan dengan berani membantah ibunya Prasetyo.
Melihat sifat asli Maya, ibunya Prasetyo hanya menggelengkan kepalanya dengan sedih.
Maya berlalu tanpa pamit. Dia geram karena calon mertuanya lebih memihak Dewi daripada dirinya.
Sampai dipintu keluar, Maya berpapasan dengan Dewi yang akan masuk. Dewi berniat memberitahu mertuanya jika dia akan bercerai dan sudah mengajukan gugatan di pengadilan melalui pengacaranya.
"Apa yang kau lakukan disini?" tegur Dewi kaget karena tidak di duga Maya berani datang menemui mertuanya.
"Seharusnya aku tidak membantumu sejak awal. Jika aku tahu kau adalah seekor ular!" Dewi berhenti lalu menatap perut Maya yang semakin membesar dengan muak.
"Jangan hanya salahkan aku. Suamimu juga turut andil!" Maya menatap tajam dan sekarang sepertinya diapun mulai menunjukkan sifat aslinya.
"Meskipun dia merayumu jika kau bukan jala*ng maka kau takkan meladeninya!" Dewi berkata sambil menatap lurus mata Maya namun wanita ini sungguh sudah putus urat malunya.
"Dewi! Jaga bicaramu!" hardik Maya tak menyangka Dewi kini bersikap keras padanya.
"Apakah aku salah? Apa sebutannya wanita seperti dirimu? Perusak rumah tangga orang lain!" Dewi semakin kesal saja.
"Aku tidak mau berdebat denganmu! Aku masih cukup baik, karena Prasetyo tidak menelantarkan dirimu, karena dia akan memilih ku!" ucap Maya dengan angkuhnya dan kini dua sahabat itu mulai saling melawan.
"Ambillah jika memang sampah sangat berarti bagimu! Pria seperti itu, untuk apa aku pertahankan!" Dewi mencebikkan bibirnya.
"Dewi! Kau lancang!" Maya merasa terhina dengan ucapan sahabatnya itu.
"Kenapa? Hh, kau pikir sampai kapan cinta kalian bisa bertahan?" Dewi meragukan dua orang itu akan tetap solid selamanya.
"Aku dan Mas Pras saling mencintai! Kami akan bertahan selamanya!" Maya yakin tanpa ragu sedikitpun.
"Akan aku lihat sejak sekarang!"
Dewi lalu berlalu sedangkan Maya memegangi perutnya karena dia bernafas dengan cepat kala berdebat dengan Dewi.
"Mah,"
"Dewi?"
Dewi mencium tangan ibu mertuanya lalu duduk di dekatnya.
"Apakah kau baru saja menerima tamu?" tanya Dewi karena Maya dan dia berpapasan di pintu paling luar rumah itu.
"Ehm, iya. Dia datang kemari," ucap ibu mertuanya dengan nada rendah.
"Aku tahu. Sekarang aku tidak bisa bertahan lagi. Aku akan mengakhiri rumah tangga kami," kata Dewi memberitahu ibu mertuanya.
"Apakah kau tidak bisa bertahan demi aku? Kau sudah aku anggap seperti anakku sendiri," kata ibu mertuanya menahan isaknya.
"Maafkan aku mah. Aku sudah berusaha, tapi semuanya semakin tak terkendali," ucap Dewi dengan lembut.
"Memang anakku yang bersalah. Aku tidak menyalahkanmu," Mama mertuanya masih memihak Dewi.
"Mah," Dewi memeluk ibu mertuanya dan terisak di pelukannya. Karena hubungan mereka terjalin dengan harmonis selama ini. Jika akhirnya rumah tangganya kandas, dia sedih karena akan kehilangan kebersamaan yang selama ini di jalani.
.
"Suster, kemasi barang Rena. Kita akan pergi dari rumah ini!" Seru Dewi.
Dewi segera memasukkan semua barangnya kedalam koper. Dia tak ingin Prasetyo tahu dan menghalangi langkahnya. Apalagi sejak dia tahu Prasetyo tak segan kasar dan main tangan.
Ini adalah rumahnya juga. Namun tinggal satu atap dengannya selama proses perceraian tidak bisa dia lakukan lagi. Karena sikap Prasetyo seperti tidak waras dan mulai di luar batas.
Kamu pikir, karena aku sebatang kara maka kau akan berbuat semaunya!
Tidak banyak yang Dewi bawa. Hanya bajunya serta semua barang milik Rena. Mereka lalu naik taksi dan pergi ke sebuah apartemen. Dan merahasiakan tempat ini dari Prasetyo.
"Ayo, cepat masuk sus!" Ajak Dewi kala mereka turun dari taksi.
"Iya Bu!" suster itu menggendong Rena dan Dewi membawa barang yang dibawa masuk ke lift.
Atas saran pengacaranya maka Dewi tinggal di apartemen ini untuk sementara waktu.
Sore hari, Prasetyo pulang dan mendapatkan rumah begitu sepi.
"Bi!" Panggilnya begitu masuk.
"Iya tuan!" Bibi datang dengan tergopoh-gopoh.
"Mana Dewi? Apakah dia belum pulang?" tanyanya seraya mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan besar itu.
"Ehm, non Dewi ....!" Lama di bibi terdiam karena takut untuk berbicara.
"Katakan! Dimana dia?!" hardik Prasetyo.
"Itu tuan, Non Dewi pergi dari rumah!"
"Apa!?" Prasetyo langsung bangkit dan melihat kamar Rena.
Kreeekkk! Begitu dibuka, ternyata kamar itu telah kosong.
Mata Prasetyo nanar menatap setiap sudut ruangan itu. Amarahnya membuncah seketika.
Sementara si bibi langsung ke dapur karena takut jadi pelampiasan amarah Prasetyo.
Pranggg! Terdengar barang dilempar dari kamar itu.
"Kurang ajar!" umpatnya. Tak habis pikir jika Dewi akan kabur dari rumahnya. Dan meninggalkan kenyamanan yang dia berikan selama ini.
"Lancang!"
"Pergi tanpa seijinku!"
Prasetyo ngamuk dikamar Rena. Dia melempar dan membanting barang-barang.
Dia tak menduga Dewi akan senekat itu. Padahal dia tahu jika istrinya itu tak punya apa-apa dan tak punya siapa-siapa.
"Kemana dia pergi!?"
Prasetyo lalu keluar dan akan mencari Dewi ke beberapa tempat. Termasuk ke rumah orang tuanya.
"Dewi tidak datang kemari," sahut keponakannya.
"Ohh, kira-kira kemana perginya?" tanyanya lagi.
"Aku tidak tahu Om," jawab keponakannya.
"Ya sudah." Prasetyo kembali ke mobilnya dan telponnya berdering sejak tadi.
Maya menelponnya, namun Prasetyo tidak mengangkatnya. Dia tidak mau kehilangan jejak Dewi. Saat ini dia sedang fokus mencari keberadaannya.
"Ihh! Kenapa sih ngga diangkat juga!" Maya melempar handphonenya ke atas ranjang dengan kesal.
.
Pagi harinya, Prasetyo menunggu Dewi di kantor Deandlas. Dia berdiri di halaman dan nampak Dewi turun dari sebuah taksi. Dewi tidak melihat kehadirannya hingga dia berjalan dengan santai akan masuk ke kantor.
Sreeetttt!
"Ikut aku!" Prasetyo menarik Dewi dengan kasar hingga Dewi terjatuh dan pegangan Prasetyo terlepas. Dewi jatuh tepat di kaki Devan yang juga sedang berjalan masuk.
Deg!
Devan berhenti dan mengulurkan tangannya menolong Dewi.
Dewi mendongak dengan penuh rasa malu.
"Kau tidak papa?" Devan menatap lembut pada Dewi.
"Aku tidak papa," Dewi malu karena ulah suaminya yang bersikap kasar ditempat umum.
"Pak Pras!" panggil Devan melihat Prasetyo ada disana.
"Jangan ikut campur! Dia istriku!" Hardik Prasetyo menantang Devan.
Devan hanya tersenyum kecil lalu menatap kearah Dewi.
"Ini kantor. Aku akan bekerja. Jangan membuat keributan ditempat umum," ucap Dewi masih berusaha menutupi semua yang terjadi dihadapan atasannya.
"Ikut aku dan kita bicara di mobil!" Teriak Prasetyo dengan geram tak peduli pada mata beberapa Staff yang melirik sambil masuk ke kantor melihat keributan yang terjadi.
"Jika ingin mengatakan sesuatu, kau bisa hubungi pengacaraku," ucap Dewi sambil berlalu hingga Prasetyo akan menariknya dan malah di cegah oleh Devan dengan tangannya.
Sreeetttt!
"Stop!"
"Ini kantorku. Aku harap tidak membuat keributan disini pak Pras!" ucap Devan dengan tegas.
"Ini masalah rumah tangga! Kau orang luar tidak berhak ikut campur!" hardik Prasetyo.
"Maaf, ini kantor. Masalah rumah tangga sebaiknya dibicarakan didalam rumah. Bukan ditempat umum!"
Prasetyo terdiam dan hanya menatap Dewi yang berlalu dengan mata merah menyala penuh amarah.
Devan mengajak Dewi masuk tanpa mempedulikan Prasetyo yang menatap Dewi seakan siap mengunyahnya hidup-hidup.
"Awas kau Dewi! Kau berlindung dari pria itu! Jangan harap kalian akan aku lepaskan begitu saja!" Dengan tangan mengepal Prasetyo memukul tembok didekatnya.
Seorang satpam mendatangi nya dan memintanya pergi karena sudah membuat keributan di kantor orang lain.
"Lepaskan!" hardik Prasetyo mengibaskan tangan satpam.
"Maaf pak!" Satpam itu mengangguk hormat dan memintanya pergi.
Prasetyo masuk kedalam mobilnya dan pergi sambil tidak berhenti mengumpat mengucapkan sumpah serapah untuk Dewi yang ternyata berlindung pada Devan.
Tap,tap,tap!
Prasetyo masuk ke kantor tanpa menoleh ke arah Maya.
Maya yang sudah sampai dikantor duduk dengan terheran melihat wajah Prasetyo ditekuk sedemikian rupa dan terlihat marah.
Maya lalu mengikuti dibelakangnya dan ikut masuk kedalam.
"Ada apa? Kenapa tanganmu terluka?" tanya Maya. Prasetyo yang sedang marah malah mengusirnya
"Jangan ganggu aku! Cepat kembali ke meja kerjamu!" Usirnya dengan kesal.
"Kau!" Maya terkejut di bentak oleh Prasetyo. Namun diapun akhirnya keluar juga.
.
Sore hari si bibi menyambut Prasetyo sambil memberikan surat panggilan dari pengadilan.
"Ini untuk Tuan!" ucap si bibi dengan gemetaran karena bosnya ini sedang terlihat marah.
Prasetyo melihat sampul surat itu dan merobek sampulnya. Dia membaca isinya dan membuangnya ke lantai lalu menginjakan berulang kali dengan sepatu pantofelnya.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Masitoh Masitoh
lanjut
2023-07-21
2