Bab 16

Prasetyo gelagapan dan menatap terkejut kearah Dewi.

Dewi segera membawanya ke sofa dan mengelap wajah serta rambutnya dengan handuk kering. Setelah itu dia mengganti kaosnya agar bau minuman dari baju suaminya hilang.

"Dewi ....!" ucapnya dengan mata sayu.

Dewi merasa mual dengan bau minuman itu.

"Maaf! Aku minta maaf!" Prasetyo mengucapkan kata maaf lagi namun tidak di gubris oleh Dewi. Dia menaikkan kaki Prasetyo ke sofa lalu memberinya selimut. Tidak lama mata suaminya sudah terpejam, lalu Dewi mematikan lampu dan membiarkan dirinya tidur di sofa.

Dewi hanya menarik nafas dalam sambil menggelengkan kepalanya melihat segala kelakuan suaminya sekarang ini.

.

Esok harinya Dewi berangkat pagi-pagi sekali kala Prasetyo belum bangun. Dia akan menemui pengacaranya. Ada hal yang ingin dia bicarakan dengan sang pengacara

"Jadi anda hanya menunda perpisahan ini?"

"Benar, saya tetap akan berpisah. Tapi tunggu beberapa bulan lagi,"

"Wanita itu hamil?" tanya pengacara menatap wajah Dewi.

"Ya,"jawab Dewi seraya menarik nafas dalam.

Setelah berbicara beberapa hal, Dewi pamit dan akan pergi ke kantor.

.

Prasetyo ditelepon Maya pagi itu soal Dewi yang kemarin datang menemuinya. Prasetyo nampak kaget, karena sekarang Dewi sudah tahu jika Maya hamil. Dalam hati Prasetyo menduga jika Dewi akan menuntut cerai darinya. Sedangkan dia tidak ingin berpisah dari Dewi.

"Aku harus melakukan sesuatu...!" Prasetyo tidak ke kantor hari ini. Tapi dia pergi untuk mengunjungi mertuanya di rumahnya. Karena ibunya Dewi sekarang menjalani rawat jalan dirumahnya.

Tok tok tok!

Tidak lama seorang wanita dengan senyum ramah mempersilahkannya masuk.

"Nak Pras! Masuklah! Dimana Dewi?" Ibu mertuanya melihat ke arah belakang. Namun tidak ada siapapun.

"Saya datang sendiri,"

"Ohh, kalau begitu duduklah!" Ibu mertuanya mempersilahkan menantunya duduk sementara dia akan membuatkan minuman.

"Tidak usah repot-repot, saya baru saja minum," Prasetyo meminta ibu mertuanya untuk duduk saja. Dan mereka berbicara dari hati ke hati.

Prasetyo lalu membicarakan kondisi rumah tangganya saat ini.

"Apa? Dewi menuntut cerai?!"

"Iya Bu. Dan sudah saya lakukan segala cara, tapi Dewi tetap kukuh pada pendiriannya," kata Prasetyo.

"Ohh, dadaku! Ohh!"

"Bu! Bu!"

Prasetyo shock dan kaget. Setelah mengeluh dadanya sakit, ibu mertuanya pingsan. Prasetyo langsung menelpon dokter saat itu juga agar datang kerumahnya.

Prasetyo benar-benar cemas melihat kondisi ibu mertuanya yang tiba-tiba tidak sadarkan diri begitu mendengar rumah tangga anaknya akan kandas.

Dokter nampak menggelengkan kepalanya.

"Maaf, Ibu anda sudah meninggal," katanya lirih dan memintanya untuk bersabar.

"Apa dok?!"

Prasetyo terbelalak juga gemetaran. Kakinya serasa lemas seketika.

Prasetyo segera menelpon Dewi. Saat itu Dewi sedang di kantor dan menyerahkan berkas kepada pak Devan.

"Ini pak. Untuk rapat besok," ucap Dewi sambil menyerahkan berkas itu.

"Ya." jawab Devan sambil mengangguk.

Drttt! Ada telepon masuk.

"Maaf pak!"

Pak Devan mengangguk. Dan terus memperhatikan roman muka Dewi yang tiba-tiba membeku.

"Pak, ibu saya meninggal, saya harus pulang," ucapnya dengan gemetaran.

"Ya. Kau bisa pulang,"

Dewi segera keluar dari ruangan pak Devan dengan mata berkaca-kaca. Sampai dirumahnya dia terkejut karena sudah banyak tetangga yang datang.

"Ibu ....!" Saat langkah kakinya baru saja sampai di pintu, Dewi serasa limbung dan akan pingsan.

Prasetyo memeluk Dewi. Dewi melepaskan pelukannya dan langsung bersimpuh di jenazah ibunya. Menatap wajah itu yang sudah memucat dan tak merespon dirinya.

"Ibu ...!"

Dewi terisak sendirian. Dia berada dalam kesedihan yang teramat dalam. Dia sangat shock dengan kabar kematian ibunya yang mendadak. Kehilangan tiba-tiba membuatnya lemas seakan tak bertenaga. Apalagi ini terjadi di ambang perceraian yang akan dia lakukan. Ini adalah kehilangan terbesar sepanjang hidupnya. Kehilangan orang yang paling berarti yang selalu menjadi tempatnya mengadu dalam segala hal.

Devan beserta beberapa Staff juga nampak datang menghadiri upacara pemakaman ibunya Dewi. Namun mereka langsung pulang setelah upacara pemakaman itu selesai.

Dewi masih bersimpuh di atas pusara ibunya.

"Dewi, ayo kita pulang," ucap Prasetyo sambil meraih bahu Dewi dan mengajaknya pulang kerumahnya, karena hari mulai gelap.

"Katakan Mas. Apa yang terjadi? Kemarin ibu sehat, kenapa tiba-tiba terkena serangan jantung?" tanya Dewi setelah mereka hanya berdua saja didalam kamar. Mereka masih berada di rumah ibunya.

Prasetyo tergagap. Dia menatap wajah istrinya itu dan tidak berani mengatakan yang sejujurnya.

"Aku juga tidak tahu. Saat datang, ibu sudah pingsan," jawab Prasetyo.

"Saat kau sampai disini? Kenapa kau tiba-tiba datang kemari?" Dewi ragu dengan semua ini.

"Aku datang untuk melihat keadaan ibumu. Apakah tidak boleh?!" Prasetyo menjawab dengan suara yang meninggi.

"Bukannya begitu Mas. Kemarin ibu sehat-sehat saja. Dan ini aneh, karena tiba-tiba terkena serangan jantung," Dewi menunduk ke lantai. Beberapa tetes air matanya jatuh terkenang kepergian ibunya sedangkan dia tidak sempat berbicara untuk yang terakhir kalinya.

Prasetyo mengalihkan wajahnya kearah lain.

"Kau istirahatlah. Aku akan keluar sebentar," Prasetyo bangkit dan keluar dari kamar itu.

Prasetyo berjalan-jalan di halaman sambil memikirkan yang telah terjadi. Dia menyesal karena menjadi penyebab serangan jantung ibu mertuanya. Namun untuk mengatakan yang sejujurnya dia tidak berani. Dia tidak sanggup menghadapi ekspresi kemarahan Dewi jika dia tahu apa yang sebenarnya terjadi sebelum kematian ibunya.

.

Setelah masa berduka habis. Prasetyo membujuk Dewi agar melupakan segalanya dan kembali memulai rumah tangga dari awal kembali.

"Aku tidak bisa meninggalkan mu sendirian di dunia ini," ucapnya duduk disamping ranjang.

Dewi terdiam namun dia berfikir.

"Karena aku sebatang kara?" ucapnya menoleh pada suaminya.

"Mari kita perbaiki semuanya. Kembali bahagia seperti dulu," Prasetyo meraih tangan istrinya.

Lama Dewi terdiam dan memikirkan usulan Prasetyo. Akhirnya Dewi mengangguk, bukan untuk bertahan dalam rumah tangganya. Namun untuk memberi pelajaran pada Maya juga. Dia hanya bermaksud menunda perpisahan saja.

"Baiklah!" sahutnya kemudian.

Prasetyo lalu memeluk Dewi dengan erat. Pada akhirnya dia tersenyum karena kematian ibu mertuanya benar-benar menguntungkan baginya. Dewi yang sekarang sebatang kara setuju untuk melupakan segalanya dan memulai dari awal lagi.

.

"Apa Mas? Kamu akan memperbaiki semuanya? Lalu kapan kau akan menikahi aku?" Maya melotot dengan suara meninggi. Menatap pria yang tertunduk dihadapannya.

"Sabar Maya. Beri aku waktu. Saat ini Dewi sedang sedih, aku tak bisa membahas masalah kita," Prasetyo mencoba meredam kemarahan Maya.

"Cepat katakan padanya jika kau ingin menikahiku. Perutku ini semakin besar Mas!" Maya semakin tertekan dalam rasa gelisah.

"Aku tahu!" Prasetyo meraih Maya dalam dadanya agar dia tenang.

"Mari ke kantor bersama!" Prasetyo pergi ke kontrakan Maya sebelum ke kantor. Mereka akan berangkat bersama. Padahal pada sang istri dia bilang akan mengakhiri hubungan gelapnya.

Hari ini,

Maya kembali mendampingi Prasetyo untuk sebuah pertemuan rapat. Devan juga ada di rapat itu karena sebuah kerjasama dengan perusahaan yang di pimpin oleh Prasetyo.

Selesai rapat, Devan berpapasan dengan Maya. Dia lihat perutnya semakin membesar saja. Diapun curiga jika Maya hamil padahal dia masih lajang.

"Apakah kita bisa makan siang bersama setelah ini!" tanya Devan pada Prasetyo.

"Tentu!" Jawabnya sambil menoleh pada Maya yang berdiri di sampingnya.

Mereka lalu makan di restoran yang tidak jauh dari tempat rapat itu. Sepanjang makan bersama, sebenarnya Devan sedang mengamati sesuatu. Dan akhirnya dia tersenyum karena kecurigaannya semakin nyata.

Sore hari, Devan mengajak Dewi pulang bersama. Dia juga akan mengantarkan Dewi pulang sekalian.

"Tadi aku makan siang dengan suamimu dan juga Maya. Gadis itu terlihat semakin gemuk saja. Apalagi perutnya. Sepertinya dia sedang hamil," Devan ingin melihat reaksi Dewi.

"Ohh, pasti makan siang yang menyenangkan," jawabnya datar.

"Mereka sering terlihat bersama. Apakah kau tidak merasa cemas?" tanya Devan membuat Dewi menoleh kaget.

"Apa yang sebenarnya ingin bapak katakan?" Dewi menatap bosnya dengan tajam.

"Hem, berhati-hatilah pada gadis itu!" sepertinya Devan sedang memperingatkan dirinya.

"Bapak tidak perlu cemas. Mereka hanya rekan kerja biasa," jawab Dewi tak ingin terpancing dan membongkar aib suaminya.

Bagaimanapun mereka belum resmi berpisah. Jika orang lain tahu aibnya, maka semuanya akan semakin rumit. Saat ini dia ingin membuat Maya merasakan rasa cemas dan takut akan perbuatannya.

"Saya turun disini saja!" Dewi melepas seatbelt nya.

"Aku akan membantu, jika kau butuh bantuan!" kata Devan ramah sambil membukakan pintu untuk Dewi.

"Ya. Terimakasih..." Dewi mengangguk sambil tersenyum. Bosnya ini bersikap sangat ramah padanya, padahal mereka baru kenal belum lama dan Dewi adalah karyawan baru.

Sementara itu dari kejauhan nampak sebuah mobil berhenti mendadak. Prasetyo melihat Dewi diantar oleh atasannya dan membuatnya tersulut api cemburu melihat semua itu.

Bersambung ...

Terpopuler

Comments

Sukliang

Sukliang

e e anjing bisa cemburu ya thor

2023-10-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!