Interview yang pertama rupanya tidak membuahkan hasil. Maya pun sekarang akan interview di tempat lain. Dewi mendukung sahabatnya itu agar lekas mendapatkan pekerjaan. Dan suaminya juga mendukung dengan mengantarkan Maya ke tempat interview yang ke dua.
"Nanti Mas Pras terlambat ke kantor jika mengantarkan aku dulu, karena kita ngga searah," Maya merasa sungkan karena takut Dewi cemburu padanya.
"Tidak kok, sekarang masih pagi, mari ku antar kau lebih dulu," Pras menatap istrinya.
Dewi mengangguk dan tidak punya prasangka buruk pada sahabatnya itu.
Prasetyo lalu mencium kening istrinya, Dewi terlihat sedikit berjinjit. Badannya memang pendek sedangkan suaminya tinggi. Sebenarnya tidak terlalu pendek, sekitar 155 cm. Sedangkan Prasetyo 175 cm.
Prasetyo lalu berjalan keluar di ikuti Maya di belakangnya, tinggi mereka hampir sama, Maya memang memiliki bodi yang menjadi idaman para wanita. Tinggi dan montok, serta di tambah badan putih dan wajah cantik. Mungkin karena terlalu cantik, sehingga dia tidak menikah sampai sekarang, karena memilih yang sesuai dengan kriterianya.
Dewi mengantarkan mereka sampai di teras. Maya sekali lagi menoleh pada sahabatnya, "Dewi, doakan biar aku diterima ya?"
"Tentu, semoga sukses!"
Hanya karena dia mengenal Maya sejak lama sehingga sedikitpun tidak ada rasa takut suaminya akan tergoda meskipun Maya, dia akui memang cantik dan masih single. Dia percaya pada ikatan persahabatan yang tulus diantara mereka.
Dewi segera berbalik kala mobil suaminya bergerak meninggalkan halaman karena mendengar tangis bayinya.
"Ohh, sayang, pipis ya,"
Dewi melihat bokong bayinya yang tidak basah. Tangisnya malah semakin kencang, hingga dia harus menggendongnya keluar dan menenangkan nya di halaman samping rumah.
Sementara di dalam mobil, Prasetyo gelisah karena rok Maya yang mini dan pahanya yang putih dan mulus sungguh terlihat sangat seksi. Namun dia tentu hanya melirik sedikit saja. Mana berani dia memegang apalagi dia juga tahu jika Maya dan Dewi bersahabat. Namun penampilan Maya benar-benar sangat menarik perhatiannya.
"Nah, itu perusahaannya sudah kelihatan," kata Maya sembari menunjuk ke depan.
"Kamu hati-hati ya. Ini nomor teleponku jika butuh bantuan," kata Prasetyo memberikan nomor teleponnya.
Maya turun sementara Prasetyo akan ke kantor.
Tiga jam kemudian,
"Mas, tolong aku. Aku ada di sebuah rumah kosong di jalan Melati," Maya menelpon Prasetyo yang baru saja rapat dengan beberapa anak buahnya.
Ternyata, tawaran untuk menjadi foto model hanyalah tipuan semata. Maya justru di sekap di sebuah rumah kosong oleh orang tidak di kenal.
Maya mengirim pesan pada Dewi terlebih dahulu sebelum menelpon Pras. Karena khawatir Dewi sedang tidak memegang handphone maka diapun menelpon suaminya.
"Kamu diam disitu, aku akan datang kesana!"
Prasetyo bergegas menuju lokasi di mana Maya di sekap. Begitu sampai disana Prasetyo mendobrak pintu yang di kunci dari luar.
Maya yang meringkuk sejak tadi karena takut, langsung menghambur memeluk Prasetyo. Prasetyo kaget dan merasakan dadanya bergetar kala buah dada Dewi dengan keras menyentuh dada bidangnya. Terasa sekali dua buah kenyal itu begitu empuk hingga membuat miliknya langsung berdiri tegak.
"Kau tidak papa?"
Prasetyo melepaskan pelukannya, terlihat Maya pun menunduk malu. Dia mundur satu langkah dan menggelengkan kepalanya perlahan.
"Dimana mereka?"
"Aku tidak tahu. Saat di lobby aku minum, dan setelah sadar aku sudah ada disini,"
"Ayo segera pergi dan lapor polisi" ajak Prasetyo menggandeng tangan Maya ke mobilnya.
"Jangan Mas. Jangan lapor polisi!" Cegah Maya.
"Kok begitu. Kenapa?" Prasetyo menatapnya dengan bingung.
"Aku malu mas jika sampai keluar di pemberitaan. Dan lagi, nanti keluarga ku khawatir,"
"Ohh, ya sudah."
Prasetyo langsung pulang bersama dan tidak kembali ke kantor lagi karena melihat kondisi Maya yang trauma juga ketakutan.
Dewi yang mendengar suara mesin mobil suaminya segera keluar dan mengerutkan keningnya. Karena biasanya suaminya pulang jam lima, tapi sekarang baru jam tiga sore. Dewi semakin bingung kala melihat Maya turun dari mobil suaminya dengan baju terkoyak dan rambut berantakan.
"Maya?" Ucapnya terkejut.
Melihat baju Maya yang sobek, Dewipun mengerutkan keningnya. Dia menatap Prasetyo dengan bingung. Tak ingin terjadi salah paham, Prasetyo segera menjelaskan apa yang terjadi. Maya nampak tertunduk dan menyesal karena lengah dan tidak waspada. Hampir saja dia celaka jika saja Prasetyo tidak datang menolongnya.
"Ohh, jadi begitu. Kalau begitu, cepatlah masuk, kau pasti masih merasa takut," Dewi mengajaknya masuk dan mengantarkannya hingga ke kamar tamu.
Malam ini berbeda dari biasanya, terasa dingin dan sunyi. Bahkan tidak terdengar suara jangkrik bersahutan dari taman.
Malam hari, Prasetyo keluar dari kamarnya karena merasa suntuk dan tidak bisa tidur. Di saat yang sama, Maya juga gelisah dan sedang menghirup udara segar di luar. Maya nampak berdiri di dekat gudang yang agak jauh dari pintu utama. Matanya menatap bintang di langit sembari memikirkan tentang seseorang.
Rupanya, Maya memikirkan suami sahabatnya yang tadi menolongnya. Entah kenapa dia tertarik padanya. Padahal dia tahu jika dia adalah pria beristri. Merasakan kehangatan serta kebaikannya, membuatnya kegeeran sendiri. Diapun berandai-andai jika saja dia bertemu dengan suami Dewi lebih dahulu, maka dia pasti akan bahagia menjadi istrinya.
"Awas Lo, malam-malam melamun di luar, nanti ada hantu yang godain!" Celetuk Prasetyo mengagetkan Maya. Maya lalu tersenyum sembari melihat ke belakang Prasetyo. Siapa tahu Dewi berjalan di belakangnya. Namun ternyata tidak ada siapapun selain mereka berdua.
"Mas Pras ngagetin saja! Kok ngga tidur, malah keluar malam-malam?"
"Aku suntuk di kamar. Dewi sibuk terus karena bayi Rena sedang rewel. Makanya aku keluar, cari angin!" Jawab Prasetyo sembari tersenyum.
"Ohh,"
Maya dan Prasetyo lalu duduk di kursi panjang. Mereka secara bersamaan menatap ke langit. Maya berulang kali membuatnya tertawa kecil dengan candaan dan sesekali menggoda Prasetyo. Apalagi mereka sudah tinggal di rumah yang sama selama satu Minggu, tentu keakraban semakin terjalin dan mengalir bersama waktu yang di lewati.
Semakin Prasetyo tertawa karena candaannya, Maya semakin terhanyut oleh perasaan nya sendiri. Diapun duduk semakin dekat dengan Prasetyo dan menceritakan kisah sedih hidupnya yang tidak di ketahui oleh siapapun termasuk keluarganya.
Tentu saja Prasetyo mulai trenyuh dan saat Maya terisak, dia memberikan bahunya sebagai sandaran untuknya.
"Sudah-sudah jangan menangis,"
"Mas ...,"
Maya malah memeluk Prasetyo semakin erat dan membuat Prasetyo kelimpungan. Prasetyo menatap di kamarnya dan berharap Dewi tidak keluar selagi mereka dalam mode berpelukan seperti ini. Niat hati ingin berbagi duka, tanpa sadar lama-lama malah terbawa perasaan.
Maya memegang tangan Prasetyo dengan lembut. Prasetyo akhirnya terbawa suasana juga dan dia membalas menggenggam jemari Maya lebih kuat. Satu detik kemudian tanpa di duga wajah mereka semakin dekat dan kedua bibir hanya berjarak lima senti saja. Mereka semakin terbawa suasana hingga tanpa sadar saling bertaut dalam ciuman yang hangat dan di tambah gelapnya malam serta sunyinya yang menenggelamkan. Membuat ciuman itu berlanjut ke leher serta dada Maya dengan refleknya.
Prasetyo yang tidak di tolak apalagi di maki oleh Maya karena menyentuhnya, semakin terbawa oleh hasrat yang kian menggila. Bagaimana tidak? Dewi sedang datang bulan, sedangkan hasrat Prasetyo sedang mencapai puncaknya namun tertahan. Maya yang memang sudah di sentuh oleh beberapa pria yang membayarnya pun hanya pasrah dan menikmati sentuhan suami sahabatnya itu.
Dia sesaat lupa jika mereka bukanlah pasangan kekasih. Hanya hasrat tanpa ikatan yang saat ini terjadi begitu saja.
Hingga Maya berjongkok di antara lutut Prasetyo dan menggerakkan kepalanya maju mundur. Di saat dua insan hanyut oleh hasrat terlarang, tiba-tiba terdengar suara Dewi memanggil dari dalam.
"Mas Pras!"
Suara Dewi terdengar semakin dekat di pintu utama. Maya dan Prasetyo kaget lalu saling berpandangan.
"Itu suara Dewi," ucap Maya ketakutan.
"Aku akan kesana. Kamu sembunyi dulu. Jangan masuk bersamaan. Atau nanti Dewi akan mengira yang tidak-tidak," kata Prasetyo sembari mengancingkan resleting celananya yang terbuka.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments