"Maksudmu?" Prasetyo terlihat mengerutkan kedua alisnya sambil menatap tajam mata Maya.
"Aku mencintaimu Mas. Aku tidak tahu sejak kapan. Tapi aku selalu merasakan getaran itu setiap ada di dekatmu," Maya mulai melanggar arti sebuah persahabatan. Dia tidak lagi memikirkan dampak dari perbuatannya. Ternyata cinta telah mengalahkan persahabatan yang sudah terjalin lebih lama.
"Tapi Maya, aku sudah berkeluarga. Bagaimana bisa?" Prasetyo tersenyum kecut dan memalingkan wajahnya ke arah lain.
"Mas, aku sudah bilang, aku hanya wanita simpanan saja. Tidak lebih dari itu. Aku mencintaimu. Aku tidak bisa menahan lagi rasa ini," Maya menggenggam tangan Prasetyo dan meletakkannya ke dadanya. Prasetyo menoleh kearahnya dan kembali menatap kejujuran di mata Maya.
"Maya?"
Prasetyo kali ini tidak kuasa lagi untuk menahan diri. Diapun mencium bibir Maya dengan spontan. Ungkapan cinta yang Maya ucapkan telah menggoyahkan hatinya.
"Tapi, Dewi tidak boleh tahu semua ini," pinta Prasetyo pada Maya ketika akhirnya dia setuju untuk menjalin hubungan tersembunyi di belakang istrinya.
"Iya Mas," Maya mengangguk pelan.
Mereka lalu keluar dari mobil setelah makan malam. Tak lupa Prasetyo membawakan untuk Dewi juga. Karena memang tidak ada makanan di rumah, art nya sedang izin satu hari. Jadi tidak ada yang memasak untuk makan malam.
"Mas, aku langsung ke kamar saja ya?" Ucap Maya kala mereka sudah masuk ke ruang tamu. Prasetyo mengangguk sambil menyalakan lampu di ruang makan. Setelah menaruh kotak makanan yang dia beli, maka dia berjalan ke kamarnya untuk menemui Dewi.
"Dewi, aku bawa makan malam untuk mu, makanlah, biar aku gantian yang jaga Rena," ucap Prasetyo dan membuat mata Dewi membelalak.
"Apa?" Dewi terpana mendengar suaminya mau menjaga putrinya. Ya, sejak dia tahu jika putrinya cacat, maka Prasetyo sepertinya kecewa dan enggan merawatnya.
"Aku akan menjaga Rena. Kamu bisa makan dengan tenang," ucap Prasetyo mengulang perkataannya.
Apakah aku tidak salah dengar?
Hal itu tentu sangat mengejutkan Dewi. Karena sejak putrinya lahir, Prasetyo tidak sekalipun menunjukkan rasa pedulinya pada anak mereka. Semua itu terjadi karena dia kecewa, pada anak yang dia lahirkan. Anaknya cacat sehingga diapun tidak mau mendekati nya.
"Buruan sana! Kok malah bengong?"
"Iya Mas,"
Dewi lalu keluar dan makan malam sendirian. Sembari makan dia tersenyum kecil dan ada harapan dalam hatinya karena sikap suaminya yang mulai peduli sama Rena. Bayinya tidak bisa melihat sejak lahir. Karena itu Prasetyo merasa bersalah dan terhukum karenanya. Hingga dia tidak mau sekalipun menyentuh Rena sejak dia di lahirkan. Rasa bersalahnya membuatnya menjadi bersikap dingin dan acuh.
Dewi makan dengan cepat lalu kembali ke kamarnya.
Melihat bayinya sudah tidur dengan tenang, Dewi merapikan rambutnya dan mengoleskan krim ke wajahnya. Tak lupa dia menambahkan sedikit lipstik ke bibirnya.
Sedangkan Prasetyo sedang bermain game di sampingnya.
Dewi mengganti daster hariannya dengan gaun yang lebih seksi. Serta menaburkan sedikit bedak agar terlihat enak di pandang. Kadang dia juga merasa rindu untuk memakai semua riasan itu. Hanya saja, dia terlalu sibuk mengurus bayinya hingga tak sempat melakukannya.
"Kamu terlihat cantik malam ini sayang," puji Prasetyo setelah mengecas handphone nya dan melihat Dewi di depan cermin. Diapun mendekat padanya dan memeluknya dari belakang. Wajah mereka terpantul di cermin dengan senyum yang merekah.
"Mas, terimakasih ya. Untuk semua yang sudah kita lewati. Dan, aku harap kita bisa menjaga janji pernikahan kita sampai akhir hidup kita," ucap Dewi dan menggenggam kuat tangan suaminya yang melingkar hangat di pinggang nya.
Mata mereka saling bertemu. Prasetyo dan Dewi sama-sama melihat mata mereka di cermin.
Deg!
Prasetyo terdiam. Sedetik kemudian dia lalu tersenyum dan mengangguk pelan. Prasetyo lalu menggendong istrinya ke atas ranjang. Diapun mulai mematikan lampu dan membelai nya dengan mesra. Dalam hati dia sungguh mencintai Dewi, meskipun kini cinta itu tidak utuh seperti sebelumnya. Ada cinta lain yang mulai mengisi separo ruang di hatinya.
Dewi merasakan setiap sentuhan dan belain lembut suaminya. Dalam hatinya sungguh bersyukur karena memiliki suami sehebat Prasetyo. Dia pria yang bertanggung jawab dan pekerja keras demi kemajuan ekonomi keluarga. Dan selama ini Dewi adalah saksi kerja keras suaminya hingga akhirnya impiannya terwujud.
Oek! Oek! Oek!
"Maaf mas, bayi kita bangun," Suara tangis Rena menghentikan tangan Prasetyo dan membuat Dewi bangkit lalu menyalakan lampu kamarnya.
"Ahh!" ******* kesal Prasetyo tidak di hiraukan oleh Dewi. Dia langsung mendekati Rena dan wajahnya terlihat cemas.
"Lagi-lagi, selalu seperti ini!" keluh Prasetyo.
Setengah jam telah berlalu. Prasetyo masih terbakar dalam hasratnya. Sementara Dewi masih mengurus Rena dan tidak ada tanda-tanda bayi itu akan tidur kembali. Sepertinya dia akan begadang sampai pagi.
Prasetyo kembali teringat ucapan Maya yang dengan sukarela mau menjadi wanita simpanan. Dengan perlahan Prasetyo lalu bangkit dan keluar dari kamarnya. Dia tahu kemana langkah kakinya menuju. Kemana hasrat bisa di salurkan saat ini. Tentu kepada wanita yang dengan terang-terangan menyatakan penyerahan dirinya sebagai wanita simpanan.
"Maya!"
Dia jalan keluar dari masalah ku saat ini.
"Aku sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi. Aku akan ke kamarnya," ujarnya.
Tok! Tok! Tok!
Kreekkk! Terdengar pintu di buka dari dalam.
"Mas, ngapain malam-malam kamu kesini?" tanya Maya kaget saat melihat Prasetyo mengetuk kamarnya di tengah malam begini.
Prasetyo langsung menyelinap dalam sekejap dan masuk ke kamar Maya. Kemudian dia menutup pintu dengan rapat.
"Maya," matanya sudah sayu dan tak bercahaya.
Maya tahu apa yang di inginkan suami sahabatnya ini. Maya lalu mematikan lampu dan mulai membuka piyama Prasetyo.
"Lakukan dengan cepat!" pinta Prasetyo.
"Iya Mas!"
Maya yang sudah berpengalaman tentu tahu dimana saja titik kelemahan pria. Hingga dia bisa mendapatkan kepuasan dalam waktu singkat.
"Mas, lain kali jangan main di rumah. Lebih baik kita lakukan diluar saja," kata Maya berbisik setelah berhasil membuat Prasetyo melepaskan gairahnya.
"Aku takut Dewi mencurigai kita."
"Dampaknya akan sangat buruk jika dia sampai tahu. Aku tidak ingin dia tahu hubungan kita," imbuh Maya lagi sambil memberikan celana panjang milik Prasetyo.
"Baiklah. Tentu kita harus menjaga rapat-rapat semua ini," dengan cepat dia mengancingkan baju dan resletingnya.
Ahh, Maya kau datang dan aku salah jalan. Meskipun aku sadar ini beresiko. Tapi aku tidak bisa menghindari semua ini, batin Prasetyo dalam hati.
Prasetyo kembali ke kamar Dewi. Namun dia lihat Dewi malah ketiduran disamping Rena.
"Sepertinya Dewi ketiduran ..."
Maka Prasetyo tidak membangunkannya. Dia yang sudah menyalurkan hasratnya pada Maya kembali berbaring di samping Dewi.
"Ahh, aku langsung tidur saja," gumamnya lagi sebelum akhirnya matanya terpejam dengan cepat.
.
Esok paginya, setelah suaminya berangkat kerja, Dewi membereskan baju yang di pakai oleh suaminya untuk diberikan pada bibi agar di cuci.
"Parfum ini," tanpa sadar dia mencium aroma parfum yang berbeda dari biasanya. Tanganya mendekatkan kemeja itu ke hidungnya.
"Ini bukan wangi yang biasa aku cium." Ucap Dewi sambil berulang kali mengendus bau parfum di piyama suaminya.
"Ahh, mungkin Mas Pras membeli parfum baru. Bisa saja dia bosan dengan yang lama dan membeli yang baru," ucap Dewi sendirian.
"Kata ibu, tidak boleh ada prasangka buruk pada suami sendiri. Atau prasangka buruk itu lama-lama akan menjadi kenyataan," gumamnya sendirian. Dewi tetap pada prinsipnya untuk selalu berprasangka baik pada suaminya. Karena selama ini memang demikian adanya. Tak pernah sekalipun suaminya berpaling darinya selama pernikahan berjalan sejauh ini.
Lima tahun pernikahan mereka, jelas dia bisa melihat jika suaminya adalah tipe pria yang setia.
"Rambut?" Saat dia tersenyum karena sempat berfikir yang tidak-tidak, sehelai rambut terlilit di kancing baju suaminya. Dewipun menarik rambut itu dan mengamatinya dengan memicingkan kedua matanya.
Dia lalu menempelkan rambut itu ke rambutnya sendiri. Dan kembali Dewi memicingkan matanya lebih tegas lagi.
"Ini bukan rambutku. Lalu ini rambut siapa?"
Dewi menatap ke ruang hampa di depannya dan berfikir kembali.
"Biar aku simpan saja. Mungkin nanti aku akan menemukan jawabannya,"
Sore hari, suaminya pulang kerja di ikuti Maya berjalan di belakangnya. Mata Dewi yang sedang menggendong Rena tertuju pada rambut panjang Maya.
Dia kembali mengingat warna rambut yang dia simpan.
"Mungkinkah itu rambut Maya? Warnanya sepertinya lebih mirip dengan rambutnya. Cokelat ke emasan. Panjangnya juga mungkin sama. Mungkinkah itu miliknya?"
Saat Dewi tengah memikirkan soal rambut tadi pagi, Prasetyo tersenyum ke arahnya.
"Sayang, kok melamun sih? Mikirin apa?"
"Ehm ...," saat Dewi akan menanyakan perihal rambut itu, tiba-tiba matanya beralih pada tangan Prasetyo yang terulur padanya.
"Hadiah untukmu," kata Prasetyo memberikan kotak merah kecil pada Dewi.
"Apa ini Mas?"
"Buka saja," kata Prasetyo.
Ternyata kotak itu berisi Bros yang cantik berwarna kuning ke emasan. Serta ada surat di dalamnya. Saat Dewi membuka suratnya, ternyata Bros itu adalah emas asli.
Dewi terbelalak senang sambil menatap wajah suaminya.
"Mas, ini cantik sekali, terimakasih," ucap Dewi dan di jawab senyuman hangat oleh Prasetyo.
Aku menebus kesalahanku dengan hal kecil ini. Maafkan aku, hati Prasetyo berbicara lirih.
Selama ini jarang-jarang mas Pras seromantis ini, batin Dewi.
Apakah sekarang waktu yang tepat untuk menanyakan soal rambut itu?
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments