Setelah interview selesai maka Dewi langsung menemui seorang pengacara. Dia datang ke kantor pengacara tersebut dan membawa beberapa berkas.
"Apakah Pak Prasetyo tahu jika anda akan menuntut cerai?"
Dewi menggeleng tegas.
"Tidak!" jawabnya.
"Tapi saya akan mengatakan nya setelah dari sini," imbuhnya.
Pengacara itu nampak mengangguk-angguk sambil merapikan berkas yang dibawa kliennya.
"Baiklah, besok saya kabari setelah saya pelajari kasusnya,"
"Baik pak, terimakasih!"
Dewi lalu pamit dan langkahnya terhenti setelah sampai di gerbang. Dia menoleh sekali lagi ke belakang, dan tersenyum kecut.
"Aku sudah benar. Aku datang ke tempat yang benar," ucapnya pada dirinya sendiri, lalu melanjutkan langkahnya kembali.
.
Kenangan terakhir sebelum berpisah. Dewi sengaja membuat kejutan untuk suaminya.
Semua dilakukan dengan rencana yang matang dan penuh perhitungan. Tidak serta merta menggunakan emosi untuk menyelesaikan masalah rumah tangganya.
Para pria yang berselingkuh sebenarnya sulit untuk kembali dan membina kembali hubungan rumah tangga dengan normal, Dewipun menyadari hal itu.
Setelah mengecap tubuh wanita lain, tentu tidak akan mudah dia melupakan semua itu. Dan perselingkuhannya perlahan-lahan akan membuat penyimpangan dalam tingkah laku, termasuk sering berbohong, dan menjadi tidak peka pada pasangannya sendiri.
Dia bahkan melupakan janji yang di ucapkan dihari yang sama.
"Kau lupa saat aku memintamu datang tepat waktu, seterusnya akan selalu seperti ini," gumamnya sambil menatap lilin di hadapannya.
Dewi menunggu hingga makan malam telah lewat, dan suaminya tidak kunjung datang. Dia sudah mempersiapkan kejutan kecil untuknya karena hari ini sebenarnya dia berulang tahun. Para pria tidak ingat hari ulang tahunnya, namun sang istri akan tetap mengingatnya.
Lilin di meja sudah hampir mati. Lilin yang tadinya berdiri tegak kini sudah meleleh tak ber bentuk.
"Kamu lupa jika hari ini adalah hari ulang tahunmu,"
"Padahal tadi pagi aku sudah katakan padamu, agar kau pulang dengan cepat,"
"Apakah kau sedang bersama dia?"
Rasa sedih, kecewa hingga tersakiti menumpuk dan tetap terpendam dalam hatinya. Hingga karena mengantuk diapun terlelap di meja makan itu.
"Mas, terimakasih atas bantuannya," kata Maya ketika Prasetyo membantunya beres-beres.
"Aku lupa jika hari ini ada janji dengan Dewi. Dia pasti sudah menunggu. Aku pulang dulu," ucapnya berpamitan pada Maya.
"Iya mas," Maya mengangguk dan berdiri di pintu hingga mobil Prasetyo meninggalkan rumahnya.
Kreeekkk!
Prasetyo melihat jam di tangannya. Sudah jam sebelas malam.
"Ck!"
Dia berdecak kesal pada dirinya sendiri karena lupa pada janjinya.
"Wi ...,"
"Dewi ...." Dia melihat istrinya tertidur di meja makan dengan lilin yang sudah padam.
"Mas, kamu sudah pulang?"
"Maaf, aku terlambat,"
"Ya, aku akan mengganti dengan lilin yang baru,"
Tanpa bertanya kemana perginya Dewi tetap merayakan ulang tahun suaminya. Hanya berdua saja. Karena mungkin ini adalah perayaan terakhir yang dia lakukan untuk suaminya.
"Terimakasih, kamu selalu ingat hari ini,"
"Tentu Mas, bagaimana aku bisa lupa,"
Prasetyo memeluk istrinya dengan lembut. Tentu sebongkah perasaan bersalah dia rasakan saat ini. Dia telah mengkhianati istrinya secara diam-diam.
Prasetyo mengecup keningnya dan kembali memeluknya dengan erat. Begitu lama dia memeluk Dewi, dan Dewi juga tetap membiarkannya. Karena mungkin ini juga terakhir kalinya dia merasakan pelukan itu sebelum semuanya berakhir.
"Kok kamu malah nangis?" Prasetyo mendengar isakan Dewi lamat-lamat.
Dia lalu menggerakkan wajah Dewi dengan tangannya mendekat ke wajahnya.
Dewi tak menjawab dan hanya diam saja. Sementara airmatanya tetap menitik ke pipinya. Prasetyo mengusap dengan salah satu jarinya.
Dengan lembut dan Dewi juga membiarkan tangan itu mengusap airmatanya. Karena ini mungkin tidak akan terulang kembali dimasa depan.
Ketika semuanya berakhir, maka kenangan ini akan tersimpan didalam hati keduanya. Meskipun sudah disakiti, tentu rasa cinta yang ada sebelumnya tidak mudah hilang begitu saja.
Ada kepahitan yang tergulung bersama penyesalan dalam takdir yang menerpa. Jika dipaksa melupakan maka rasa sakit akan semakin terasa, namun jika dilakukan perlahan-lahan bersama waktu maka semuanya akan terhapus hingga tak tersisa.
Malam semakin larut, merekapun akan tidur setelah perayaan kecil ulang tahun Prasetyo.
Pagi hari,
Dewi sudah berangkat lebih pagi dan meninggalkan secarik kertas di meja makan.
"Mas, aku berangkat dulu. Hari ini aku mulai bekerja. Aku tidak mau terlambat di hari pertama,"
Isi pesan itu dibaca oleh Prasetyo dengan mengerutkan keningnya. Dia kembali memikirkan sikap Dewi yang sebenarnya aneh.
Prasetyo sarapan di meja makan seorang diri. Dia mulai merasa kesepian dan merasa ada yang berbeda dari kehangatan yang dia rasakan setiap pagi.
Biasanya istrinya akan mondar-mandir dari dapur ke meja makan. Menanyakan apa yang dia inginkan. Lalu duduk menemani nya makan hingga dia selesai. Namun hari ini, suasana terasa sepi dan hampa.
.
Dewi sudah sampai di kantor dan siap bekerja hari ini. Dia bekerja di kantor pak Devan. Semua berjalan lancar di hari pertama dia bekerja. Tidak ada masalah yang berarti.
Pulang kerja, dia menunggu taksi namun tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya.
"Ayo masuk!"
Sapa Pak Devan menurunkan jendela didekatnya.
"Tidak usah pak. Saya naik taksi saja," tolak Dewi. Dewi merasa tidak enak jika menumpang mobil atasannya, sedangkan ini adalah hari pertama dia bekerja.
"Ayo masuk!"
Akhirnya Dewi pun masuk kedalam mobil atasannya. Rasanya tentu tidak nyaman meskipun mobil itu sebenarnya sangatlah nyaman. Karena itu adalah mobil mewah yang hanya di pakai golongan atas saja.
"Dimana rumahmu?" tanya Pak Devan karena sekarang Dewi sudah menjadi bawahannya.
"Di jalan Bugenvil"
"Ternyata kita searah. Aku di jalan Mulia"
"Ohh,"
Mereka berbicara ringan seputar pekerjaan saja. Apakah pekerjaan itu cocok untuk Dewi atau dia ingin bekerja di bagian lainnya. Hingga mereka sampai di ujung jalan Bugenvil.
"Saya turun disini saja," ucap Dewi dan tidak mau di antar sampai rumah oleh atasannya.
"Baiklah!" Pak Devan lalu menurunkannya di jalan itu. Dewi berjalan kaki ke arah rumahnya. Dan tiba-tiba sebuah mobil berhenti di sampingnya.
"Dewi! Ayo masuk!"
"Mas Pras?"
Dewi kaget karena ternyata itu adalah mobil suaminya.
"Kok jalan kaki?" tanya Prasetyo heran karena Dewi jalan kaki bukannya naik taksi.
"Iya Mas. Biar sehat," ucap Dewi sambil melihat arlojinya.
Jam 5.30, suaminya pulang tepat waktu.
Sampai dirumahnya, Prasetyo mencari Rena dan membuat Dewi terkejut.
"Dimana Rena?"
"Mungkin di taman," jawab Dewi.
Prasetyo lalu pergi dan kembali dengan menggendong Rena dalam dadanya.
"Maafkan papa," tiba-tiba saja Prasetyo bersikap aneh. Dia yang awalnya cuek dan tidak peduli pada Rena, kini malah mau menggendongnya.
Dewi terpaku menatap semua itu dan tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Ayo duduk sini sama papa," Prasetyo terus berbicara sementara Dewi ke dapur mengambilkan minuman untuk suaminya.
"Dewi, sesekali bagaimana kalau kita ajak Rena jalan-jalan,"
"Iya mas. Kapan?" setidaknya sebelum semuanya berakhir, Rena merasakan gendongan ayahnya, batin Dewi.
"Malam ini juga ngga papa, sekalian kita makan malam di luar," kata Prasetyo dan membuat Dewi tergagap sendiri.
Prasetyo menggendong dan memangku Rena yang sudah mulai bisa merangkak. Meskipun matanya buta, namun tubuhnya berkembang layaknya anak yang lainnya. Dia gemuk dan cantik. Rambutnya di ikat dua dengan pita berwarna merah muda. Senyumnya juga merekah dengan indah meskipun dia hanya melihat gelap saja.
Mereka lalu pergi makan malam diluar. Hanya bertiga saja. Ini pertama kalinya Prasetyo mengajak Rena keluar rumah seperti anak yang lainnya sejak dia di lahirkan.
Dalam hati Dewi bergumam dengan sedih.
Kenapa semua perubahan ini terjadi diatas luka dan saat dia akan mengakhiri rumah tangannya. Ujian macam apalagi ini?
Dewi terus gelisah sementara Prasetyo terus menggendong anaknya selama mereka jalan-jalan selesai makan malam.
Drrrt!
Dewi mendapatkan pesan dari pengacaranya. Ternyata kasusnya sudah dipelajari dengan cepat. Dan besok akan diserahkan ke pengadilan.
Saat akan tidur, Prasetyo terlihat gelisah. Dia seperti akan mengatakan sesuatu namun tidak bisa mengatakannya.
Ya. Prasetyo ingin meminta ijin pada Dewi untuk berpoligami. Itu adalah usul dari Maya. Dan Prasetyo masih memendamnya dan belum dia katakan pada istrinya. Semua itu karena saat tadi siang, dia di kagetkan dengan hasil dari tetspack yang artinya Maya sedang hamil saat ini.
Prasetyo sempat marah dan melampiaskan pada dinding di kontrakan Maya. Bahkan di ke kantor hanya setengah hari saja. Dia tidak menduga jika perselingkuhannya akan membuat Maya hamil. Dan sekarang Maya menuntut agar dia di nikahi olehnya.
Ternyata di balik perubahan sikap peduli Prasetyo pada Rena, hanya bertujuan mengambil hati Dewi sebelum dia katakan yang sejujurnya.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Sukliang
anjing kau pras
2023-10-09
0