"Mas ... Kemana mas Pras?"
"Kamu dikamar mandi ya?"
Dewi menyalakan lampu kala menyadari suaminya tidak ada di sampingnya. Dia lalu mencari keluar kamar karena setelah di tunggu beberapa saat, suaminya tidak keluar dari kamar mandi. Dan kamar mandi itu ternyata kosong.
Dewi melewati kamar tamu, sayup-sayup terdengar suara berderit dari kamar itu. Diapun mengerutkan alisnya dan semakin mendekat. Ternyata benar, suara berisik itu berasal dari kamar tamu.
Hatinya mulai berdebar, rasa penasaran membuatnya mengintip dari celah pintu. Meskipun kamarnya gelap dan tidak terlihat wajah mereka, namun dia mengenali tubuh itu.
Detak jantungnya langsung berhenti manakala dia melihat pria itu turun dari ranjang dan memakai piyamanya.
"Mas Pras?!"
"Ya Tuhan!"
Kakinya lemas seketika. Dia tidak menyangka pria itu adalah suaminya sendiri.
Tak terasa airmatanya bergulir dan isak tangisnya tertahan di dada. Rasa sesak memenuhi seluruh dadanya. Rasanya untuk bernafas pun terasa sulit dan menyakitkan.
Tap tap tap!
Dewi berlari menjauhi kamar itu dengan airmata yang membanjiri pipinya. Tak tahan rasanya dia melihat pengkhianatan itu terjadi di rumahnya. Bahkan dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana mereka berhubungan.
Hancur sudah tanpa tersisa semua kebahagiaannya. Hatinya hancur berkeping-keping membayangkan mereka tega mengkhianati dirinya.
"Tega kamu mas!"
"Menjijikkan!"
Dewi kembali ke kamarnya karena suara pintu kamar Maya yang terbuka. Dewi pura-pura tidur kala suaminya masuk perlahan-lahan dengan mengendap-endap.
Terdengar langkah kaki yang begitu ringan mendekati ranjang. Suaminya berbaring di sebelah nya tanpa dosa.
Sementara Dewi masih menahan suara tangisnya sementara airmatanya tak berhenti mengalir deras. Bantal yang basah menjadi saksi atas rasa sakit yang dia alami.
"Kau telah menghancurkan hatiku. Menghancurkan seluruh dunia ku. Maka aku tidak akan tinggal diam. Aku tidak rela orang jahat seperti kalian hidup bahagia diatas penderitaan ku!"
Dengan mengepalkan tangannya, Dewi berusaha tidur meskipun sia-sia dia memejamkan matanya. Tetap saja dia terjaga dan tak bisa menghentikan matanya yang terus membasah karena duka dan lara di hatinya yang teramat dalam.
"Menangislah Dewi sepuasnya tapi hanya malam ini ...!" bisik hati kecilnya ketika air mata itu tak mampu dia hentikan.
"Besok, kau harus bangkit dan membalas pengkhianatan mereka!"
"Jangan menjadi lemah dan putus asa. Dia yang menyakitimu harus mendapatkan balasan dan jangan kau lepaskan begitu saja ..." hatinya terus berbisik memberinya kekuatan untuk tidak menjadi lemah sebagai seorang istri.
Pagi harinya...
Dewi sudah bangun lebih awal karena dia perlu mengompres matanya untuk menyingkirkan sembab setelah menangis semalaman.
Dewi sudah duduk menunggu suami serta Maya untuk sarapan bersama. Suaminya berjalan mendekatinya tanpa rasa bersalah. Tidak lama kemudian disusul Maya yang berjalan kearahnya tanpa dosa. Mereka berdua terlihat biasa saja di hadapannya.
Dewi tersenyum jijik melihat wajah keduanya yang terus berpura-pura baik dihadapannya.
"Kok sarapannya hanya roti saja? Tumben tidak ada sayur dan nasi?" tegur Prasetyo karena ini bukan kebiasaannya.
"Mulai sekarang kita sarapan roti saja,"
Prasetyo yang melihat mood Dewi sedang tidak seperti biasanya mengangguk saja tanpa membantahnya. Meskipun tidak suka, terpaksa dia makan juga.
"Kamu sudah rapi, mau kemana?" tanya Prasetyo melihat Dewi tidak memakai daster seperti biasanya saat pagi hari.
"Aku akan menjenguk ibu kerumah sakit," jawabnya tanpa menoleh dan tangannya malah sibuk meneliti isi tas kecilnya.
"Mau aku antar?"
Sesaat Dewi menatap wajah serta mata suaminya dengan lekat. Bahkan dia menatap hingga beberapa detik lamanya.
"Tidak usah, aku akan naik taksi saja," jawab Dewi tersenyum pahit.
"Ya sudah, hati-hati dijalan," ucap Prasetyo seperti tidak melakukan kesalahan dan bersikap normal seperti biasanya. Namun sikapnya itu justru membuat hati Dewi merasa hancur dari dalam.
Entah sejak kapan kamu mengkhianati aku Mas ... Batin Dewi.
Dewi lalu pergi lebih dulu ke rumah sakit. Sampai disana dia menemui ibunya yang memang sudah lama dirawat karena stroke. Ada sepupunya yang di gaji oleh suaminya untuk menjaga ibu mertuanya selama ini.
"Dewi?"
"Bu, bagaimana keadaanmu?"
Sapa Dewi sambil duduk di kursi mendekat pada ibunya. Dia mencium tangan ibunya berulang kali dan hampir saja tangisnya pecah jika saja dia tidak berusaha menahannya.
Sang ibu yang melihat sikap putrinya tidak seperti biasanya menatapnya dengan lekat.
"Ibu sudah lebih baik. Tapi ibu tidak enak dengan suamimu. Apa tidak lebih baik ibu rawat jalan saja?"
Dewi nampak menatap wajah ibunya beberapa saat, dia memikirkan beberapa hal secara bersamaan.
Anaknya cacat dan ibunya sakit, dia sendiri sudah lama meninggalkan karirnya. Dia saat ini hanyalah ibu rumah tangga biasa yang di biayai oleh suaminya.
Harus memikirkan banyak hal sebelum dia memutuskan apa yang sebaiknya dia lakukan.
"Ibu tenang saja. Nanti jika memang sudah boleh pulang, maka aku akan meminta dokter agar ibu dirawat jalan saja,"
"Dimana Noni?"
"Sedang pulang sebentar katanya, nanti dia kemari lagi," jawab ibunya. Satu jam sudah Dewi menemani ibunya sambil mencari jalan keluar dari masalahnya.
.
Dewi berjalan di taman sendirian dengan rasa bercampur aduk, antara bingung, sedih dan kecewa.
"Jika saja aku punya banyak uang, maka hari ini juga sudah ku bongkar semua perselingkuhannya!" ucapnya dalam lamunannya.
"Sayangnya, aku bergantung penuh secara finansial padanya. Rena membutuhkan aku, ibu juga sama," Sambil berjalan dia memikirkan kekalutan yang dia rasakan saat ini.
Buuukkk!
"Ohh maaf!"
Dewi menabrak seorang pria yang terburu-buru menuju ke mobil hitam di belakangnya.
"Tidak papa!" sahut pria itu lalu mengambil sebuah amplop dari rumah sakit yang jatuh ke tanah.
Sesaat Dewi terpaku melihat pria yang usianya kira-kira 45 tahunan. Dia terlihat seperti orang kelas atas dari semua yang dipakainya. Juga mobil mewah yang menunggunya.
Dewi menghela nafas dalam-dalam dan menggumam sendirian," Dia kaya, tapi tetap saja wajahnya terlihat tidak bahagia!"
"Apa ini?"
Dewi menunduk dan melihat ada kunci kecil yang jatuh di dekat amplop itu.
"Mungkin ini milik pria kaya itu,"
Dewi segera mengambil kunci itu dan akan memberikan padanya. Namun mobil itu sudah pergi dari taman. Dewi segera menyetop taksi lalu mengejarnya.
Dewi terus mengikutinya hingga sampai di rumah yang serba putih mirip dengan istana.
Dan saat gerbang di buka, Dewi langsung turun dan memanggil pria itu.
"Pak! Apakah kunci ini milik bapak?"
Pria yang baru saja turun dari mobil mewah itu menoleh kearahnya. Dewi berjalan mendekatinya, dan menyerahkan kunci padanya.
"Terimakasih, ini memang milik saya,"
"Sama-sama," jawab Dewi tersenyum sopan.
Pria itu berbalik karena sepertinya dia terlihat gusar dan sedang terburu-buru. Sementara Dewi tersenyum kecil, lalu menatap ke atas. Dia lihat seorang remaja melambai padanya dari jendela lantai dua.
Dewipun mengangguk pelan dan membalasnya dengan tersenyum.
Ketika akan keluar, Dewi sempat bertanya pada seorang satpam.
"Siapa anak yang di lantai dua itu pak?"
"Itu adalah putra tunggal Tuan Devan!"
Dewi tersenyum lalu mengangguk dan kembali menatap anak itu yang terus melambai padanya. Bahkan hingga Dewi naik taksi, anak itu tetap melambai padanya.
"Kenapa dia terus melambai padaku?" batin Dewi.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Soraya
thor knp Dewi ga memergoki lgsg penghianat mereka, kok mlh prgi
2023-09-03
0