Bab 15

Dewi menemui pengacaranya dan mereka melakukan visum. Bukti dari visum itu masih disimpan karena Dewi yakin suatu saat akan di butuhkan. Jika suaminya mempersulit langkahnya maka semua bukti yang akan berbicara.

"Hubungi aku jika kau dalam masalah," kata sang pengacara karena kdrt yang dialami Dewi tidak bisa diremehkan.

Sekali seorang suami berani menampar istrinya, bukan tidak mungkin kejadian suatu saat akan terulang kembali dan mungkin lebih buruk.

"Ya pak! Terimakasih!"

.

Pulang kantor,

Dewi mendatangi selingkuhan suaminya yang tidak lain adalah Maya, sahabatnya sendiri. Sekarang karena Prasetyo sudah mengakui semuanya maka tidak ada yang perlu Dewi tutupi lagi. Prasetyo sendiri sudah mengakui hubungan gelap itu.

Prasetyo pulang kantor langsung ke rumah sakit dan berbicara banyak hal dengan mamahnya. Sementara Dewi, dia kerumah kontrakan Maya dan akan bicara padanya.

Tok! Tok! Tok!

Maya juga baru saja pulang, dia mengintip dari jendela.

Deg.

Dewi? Apakah Mas Pras sudah mengatakan semuanya padanya? Hatinya berdebar kencang.

Kreeekkkk!

"Masuklah!" Maya mempersilahkan Dewi masuk. Dewi lalu mengangguk dan duduk di sofa.

Mereka terdiam sesaat dan suasana menjadi hening. Dewi menatap Maya dengan tajam, sementara Maya tertunduk menatap lantai.

"Mas Pras sudah jujur padaku," ucap Dewi membuat Maya menatap lurus kearahnya.

"Berapa kali kalian berhubungan? Sekali? Dua kali?" Dewi menatap wajah sahabatnya dengan tajam penuh rasa muak.

Maya terdiam. Seakan Dewi melucuti kulitnya saat ini.

"Kau menginginkannya? Apakah tidak ada pria lain di dunia ini? Kenapa harus suamiku?" tanya Dewi lagi dan Maya tetap tertunduk ke lantai.

Maya benar-benar tak punya keberanian menatap wajah sahabatnya saat ini. Rasa malu dan berbagai rasa lainnya menekan mentalnya.

"Jawab Maya!" Dewi menatap lurus wajah Maya.

"Aku khilaf Dewi!" sahut Maya masih tak berani menatap wajah sahabatnya.

"Ohh, jadi kalian khilaf? Bisakah kau bayangkan perasaanku saat tahu kalian berhubungan di belakangku? Sedikit saja, apakah kau tidak ingat padaku saat melakukan hubungan itu juga persahabatan kita?" Ucapan Dewi seakan lebih menyakitkan dari sebuah tamparan andaikata dia memukul wajahnya saat ini.

"Aku minta maaf. Aku minta maaf ..." Maya memohon di kaki Dewi dengan menangis sambil bersimpuh.

Dewi menunduk menatap tajam wajah Maya, sambil memikirkan sesuatu.

"Pergilah yang jauh, dan jangan temui dia lagi," ucapnya datar.

Maya terkejut hingga melongo. Dia diminta pergi dari kehidupan Prasetyo? Bagaimana bisa? Saat ini dia tengah berbadan dua. Apakah artinya Dewi belum tahu soal kehamilannya? Batin Maya.

"Soal itu, aku tidak bisa melakukannya."

"Kenapa!?" kali ini nada bicara Dewi sudah semakin tinggi. Dia geram Maya tidak mau pergi dari kehidupan suaminya.

"Karena aku hamil ..." jawab Maya masih bersimpuh di kaki Dewi.

"Apa!?" Dengan limbung Dewi mundur beberapa langkah.

"Jadi kau hamil? Kau hamil anak dari Mas Pras?"

Ucapannya terbata. Ini adalah batas kehancuran dalam rumah tangga. Satu tetes pun sanggup mengguncang bahtera jika ada benih suaminya tertanam dalam rahim wanita lain.

"Iya. Aku hamil anaknya mas Pras!"

Dewi menahan sesak di dadanya. Menatap tajam wanita di hadapannya ini.

"Kau wanita, aku juga wanita. Kenapa kau tega mengkhianatiku Maya?!"

"Dewi ... Aku jatuh cinta pada suamimu. Aku minta maaf. Aku tak berdaya," Maya terisak di hadapan Dewi yang terpaku bagai patung tak bernyawa.

Tap, tap, tap!

Dewi meninggalkan kontrakan Maya dengan hati hancur bertubi-tubi. Kemarin suaminya mengakui kesalahannya dan bicara jujur padanya. Bahkan tidak mau bercerai darinya.

Tapi hari ini dia mendapatkan kenyataan pahit jika Maya hamil dan itu adalah benih suaminya. Jika seorang suami terlanjur menghamili gadis lain? Memangnya apa yang bisa di lakukan selanjutnya?

Malam ini, Prasetyo tidak pulang kerumahnya. Dia mengatakan jika menunggu mamahnya dirumah sakit. Dewi makan malam sendirian dan benar-benar tidak berselera untuk makan.

Esok hari,

Pak Devan menegur Dewi karena dia nampak pucat.

"Dewi, apakah kau sakit?"

"Eh, tidak pak!" sahut Dewi terkejut karena pak Devan lewat di depan meja kerjanya.

"Bisa ke ruangan ku?"

"Baik pak!"

Dewi masuk ke kantor pak Devan. Pak Devan mengamati wajah Dewi.

"Ada apa pak?" tanya Dewi penasaran.

"Apakah ini suamimu?"

Pak Devan menyodorkan sebuah foto ketika dia dan suaminya berada dalam satu meja rapat.

"Iya. Dia suamiku. Bagaimana bapak bisa tahu?"

"Dewi, mudah bagiku untuk tahu banyak hal. Hanya saja, maaf aku lancang. Apakah kau dan suamimu sedang bertengkar?"

"Eh, apa?"

Dewi terkejut namun Pak Devan malah tersenyum hangat.

"Kdrt tidak bisa diremehkan. Jika dibiarkan bisa berdampak lebih buruk kedepannya,"

Lagi-lagi Dewi terkejut mendengar Pak Devan bisa menebak dengan benar.

"Jika kau ada masalah, dan tidak tenang saat bekerja. Aku memberimu izin untuk cuti sementara,"

"Eh, tapi ..."

"Selesai kan masalahmu,"

"Baik pak!"

Dewi lalu pamit. Sementara Devan hanya mengamati sambil mengerutkan keningnya.

Dia tanpa sengaja pernah satu hotel dengan Prasetyo. Saat itu Prasetyo didampingi seorang gadis yang tidak lain adalah Maya. Prasetyo sering mengajak Maya untuk mendampinginya saat ada rapat di luar. Meskipun hanya membantunya membawa tas serta berkasnya.

Dia juga melihat Dewi tanpa sengaja keluar dari kantor seorang pengacara. Devan yang diam-diam memang sedang menyelidiki latar belakang Dewi, menjadi semakin tertarik dengan semua itu.

Dewi sendiri tidak pernah terbuka pada siapapun soal rumah tangga yang sedang guncang. Dia hanya berbicara pada pengacaranya saja. Karena meminta saran dan pendapat orang lain, hanya akan membuatnya semakin bingung. Sejatinya hanya dia yang bisa memutuskan karena dia yang mengalaminya sendiri.

Dewi kembali kerumahnya. Dia bersandar di sofa diruang tamu. Hingga tak terasa diapun ketiduran disana.

Sore hari saat Prasetyo pulang, dia terkejut melihat Dewi tidur di sofa. Prasetyo lalu mendekatinya. Salah satu tangannya mengecek suhu di keningnya.

"Bi! Tolong ambilkan kompresan!"

Sang bibi tergopoh-gopoh membawa air dan juga handuk lembut yang biasa digunakan untuk mengompres oleh Dewi.

Perlahan-lahan, Prasetyo mengompres kening istrinya. Lama dia menatap wajah istrinya tanpa berkata-kata.

Dewi membuka matanya dan terkejut saat melihat suaminya ada disisinya.

"Mas Pras!"

"Istirahat saja. Kau demam," ucapnya dengan khawatir.

Dewi diam saja. Tak bergeming dan tak ingin membicarakan apapun. Dia merasa kepalanya berat dan badannya juga tidak nyaman.

"Kau pasti belum makan,"

Prasetyo lalu meminta bibi untuk mengambilkan makanan. Namun Dewi menolak ketika Prasetyo akan menyuapinya.

"Tidak Mas! Aku bisa makan sendiri," tolaknya dan berusaha duduk. Prasetyo membantunya untuk duduk sambil bersandar.

Suasana kembali hening. Dewi hanya makan beberapa suap saja. Prasetyo akan menggendongnya ke kamarnya, namun lagi-lagi Dewi menolaknya.

"Tidak perlu. Aku masih bisa jalan,"

Prasetyo hanya terpaku karena sikap Dewi yang berubah menjadi dingin.

Hingga saat akan tidurpun, Dewi dan Prasetyo tidak banyak berbicara. Dewi memilih diam dan Prasetyo kehabisan kata-kata.

.

Di kontrakan Maya,

"Mas, aku tidak mau tahu! Kau harus menikahiku! Aku sudah hamil. Ini anakmu!"

"Aku tahu Maya!" jawabnya kesal.

"Mas, jika Dewi tidak mau berpoligami. Maka kenapa kau tidak berpisah saja darinya?" Maya menunggu dalam keraguan, karena Prasetyo belum menjawab keinginannya.

"Apa!? Berpisah? Tidak! Tidak! Aku tidak bisa berpisah darinya!" Tegas Prasetyo.

"Lalu bagaimana denganku Mas? Jika kamu terus diam seperti ini. Perutku ini akan semakin besar. Apa kata orang nanti?" Maya menatap perutnya yang membulat.

"Sabar Maya. Tunggulah beberapa saat lagi!"

"Apakah kau akan mencampakkan aku Mas?" Maya mulai bimbang dan ragu.

"Aku butuh waktu untuk bicara dengan Dewi,"

"Jangan coba-coba lari dari tanggung jawabmu Mas!" ancam Maya.

"Beri aku waktu ...,"

Prasetyo Kembali kerumahnya dalam keadaan kalut. Bahkan mulutnya berbahu minuman. Dia bingung dan tertekan akibat perbuatannya sendiri.

Dewi yang membuka pintu untuk suaminya kaget karena tiba-tiba suaminya limbung di dadanya. Suaminya bahkan pulang dengan taksi.

"Mas! Mas!"

Prasetyo terus meracau tak karuan. Dewi membawanya duduk di sofa.

Byuurrrr!

Dewi menyiram suaminya dengan air, dalam hati sedih dan juga geram. Karena sebelumnya suaminya tidak pernah menyentuh minuman itu.

Tidak akan ku biarkan semua terjadi seperti yang kau inginkan Maya!

Bersambung ...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!