Nafas yang tersisa masih menderu. Maya turun dari tubuh Prasetyo dan berbisik di telinganya.
"Gimana Mas? Kamu puas kan?" Hubungan ranjang semakin sering mereka lakukan setelah seiring waktu berjalan.
"Hem, kamu sangat dahsyat. Darimana kamu belajar semua jurus itu? Ini benar-benar gila dan luar biasa," Prasetyo dengan nafas terengah-engah mengagumi keliaran Maya yang masih gadis namun sudah berpengalaman soal begituan.
"Besok aku transfer uangnya. Dan untuk malam ini, trims ya!" Prasetyo lalu memakai bajunya dan meninggalkan kamar Maya. Diapun berjalan ke dapur tanpa rasa bersalah.
Glek, glek, glek!
Prasetyo menenggak minuman dingin hingga dua gelas, karena dia merasa sangat haus setelah mengeluarkan tenaga ekstra.
"Mas kamu disini? Aku cari di luar kok ngga ada?"
"Uhuk! Uhuk!" Prasetyo langsung tersedak begitu mendengar suara istrinya.
"Aduh, pelan-pelan dong Mas. Jadi batuk kan?" Dewi mengambil tisu dan mengelap bibir suaminya.
"Kamu mengagetkan aku saja," sambil menelisik wajah istrinya.
"Kamu berkeringat kaya habis tretmil saja!"
"Uhuk! I-iya aku habis olahraga," Lagi-lagi Prasetyo terbatuk sembari menarik nafas dalam.
Dewi mengerutkan keningnya kala mencium aroma parfum dari baju suaminya.
"Parfummu, baunya kok lain ya Mas?" Dewi kembali teringat aroma yang sama beberapa hari yang lalu. Yang tidak sempat dia tanyakan pada suaminya.
"Ohh, masa sih?" Prasetyo mengerutkan keningnya terkait aroma parfum milik Maya.
"Aku berkeringat, sepertinya aku harus ganti baju," Prasetyo meninggalkan Dewi yang masih terpaku dengan sikap suaminya yang dia rasa berbeda dari biasanya.
Sampai di kamarnya, Prasetyo langsung mengganti baju yang basah oleh keringat dengan piyama yang baru. Namun saat dia akan memakai piyama itu, tiba-tiba kedua tangan Dewi sudah mendekapnya dari belakang.
Prasetyo yang telah melakukan dua ronde dengan Maya pun, meresponnya dengan dingin.
"Kamu pasti lelah sayang, bagaimana kalau kita langsung tidur?"
Dewi menatap wajah suaminya ketika dia berbalik dan mereka berdiri berhadapan. Dalam tatapannya jelas tersirat sebuah tanda tanya. Biasanya suaminya sangat menginginkan respon hangat darinya setiap ada kesempatan. Tapi hari ini, sepertinya dia terlihat dingin.
Apakah dia kecewa karena berulang kali aku kecewakan. Setiap dia menginginkannya, ada saja hal yang mengganggu, batin Dewi.
"Aku besok juga ada rapat dengan Presdir," imbuh Prasetyo lagi.
Dewi tersenyum kecut sembari menatap wajah suaminya dengan sedikit kecewa. Jika suaminya sedang tidak menginginkannya, maka dia tidak bisa memaksanya.
"Kamu ngga papa kan sayang?" Prasetyo mendaratkan kecupan hangat di kening istrinya.
"Selamat tidur," Ucap Prasetyo menggandeng Dewi ke atas ranjang. Dewi mengangguk dan alasan suaminya cukup masuk akal. Karena besok ada rapat, maka tentu dia akan bangun lebih awal, batin Dewi.
.
Pagi-pagi sekali, Maya sudah mengetuk pintu kamarnya, sementara dia baru saja bangun.
"Dewi, aku pinjam hairdryer kamu ya? Punyaku sepertinya rusak," Maya datang dengan rambut di balut handuk. Sepertinya dia habis keramas sepagi ini.
"Oh, iya. Tunggu ya!"
Dewi bergegas masuk dan mengambil hairdryer diatas meja. Maya berdiri di pintu, dan saat itu melihat Prasetyo baru saja keluar dari kamar mandi.
"Dewi, dimana hairdryer nya?" tanya Prasetyo akan mengeringkan rambutnya.
"Ini, Maya akan meminjamnya," sahut Dewi dan spontan Prasetyo menoleh kearah pintu dan saat itulah pandangan nya bertemu dengan Maya. Mereka berdua nampak salah tingkah, namun semua itu luput dari pandangan Dewi.
"Kok kalian keramasnya bisa kompakan sih!?" celetuk Dewi tanpa bermaksud menyindir, karena sebenarnya dia juga belum tahu soal hubungan spesial itu.
"Biar aku keringkan dengan handuk saja!" jawab Prasetyo saat tahu Maya datang akan meminjam hairdryer milik istrinya.
"Kalau mas Pras mau pakai, aku tidak jadi pinjam saja," tolak Maya ketika Dewi memberikan hairdryer padanya.
"Sudah, kamu pakai saja. Rambut kamu kan panjang, pasti lama keringnya," ucap Dewi sambil tersenyum.
Maya mengangguk dan kembali ke kamarnya. Dalam hati dia sangat cemas dan berdebar setiap kali berada didekat sahabatnya.
Merekapun sarapan bersama. Dewi kedapur untuk mengambil sesuatu. Sementara Prasetyo berbisik pada Maya.
"Temui aku saat jam makan siang," ucapnya lirih.
"Iya Mas," sahut Dewi juga pelan.
Prasetyo berangkat lebih dulu. Sedangkan Maya akan naik taksi kali ini.
Sedangkan Dewi sedang mengemasi baju kotor dan akan dia masukkan ke mesin cuci, selagi art nya ke pasar.
"Heran sama baju mas Pras, kok wangi parfumnya kayak aku kenal ya," Dewi memikirkan sembari memasukkan baju satu persatu. Diapun berdecak kesal karena aroma parfum itu akhir-akhir ini mengganggu pikirannya.
Tiba-tiba Maya datang padanya dengan baju kotor. Dia akan bergantian dengan Dewi menggunakan mesin cuci itu. Maya menaruh baju kotor diatas keranjang didekat Dewi.
"Parfum ini, aromanya sepertinya sama dengan yang sering melekat di baju Mas Pras," batin Dewi sembari menatap Maya yang memainkan ponselnya.
"Mungkinkah Maya pemilik parfum itu?" Dewi terpaku menatap Maya yang masih sibuk dengan ponselnya.
"Meskipun itu miliknya. Tidak mungkin mereka mengkhianati aku. Aku menjadi tidak waras karena parfum itu. Sampai-sampai aku berpikir yang bukan-bukan," kesal Dewi karena dia yakin mereka tidak mungkin mengkhianatinya.
"Oh iya. Pasti karena setiap pagi dan sore mereka bersama di satu mobil, jadi aromanya tercium di baju suaminya," Dewi kembali menepis pikiran buruk yang terbersit dihatinya.
.
Maya dan Prasetyo bertemu di restoran saat jam makan siang.
"Makasih ya mas, lain kali jika kau butuh bantuan ku, aku selalu siap melayani mu," ucap Maya sembari tersenyum genit.
"Tentu!" Prasetyo mengangguk sambil tersenyum tipis.
Saat sedang asyik berbicara tiba-tiba dari jauh Maya melihat Dewi juga datang ke restoran yang sama dengan mereka.
"Dewi!?" Maya dengan cepat pamit pada Prasetyo dan bergegas meninggalkan mejanya.
"Mas Pras! Kok aku telpon ngga diangkat sih?! Aku akan mengajakmu makan siang," ucap Dewi dan membuat Prasetyo terkejut. Dewi duduk di kursi yang tadi dipakai Maya. Matanya langsung tertuju pada dua piring dan dua minuman di atas meja itu.
Dewipun menatap Prasetyo dengan mengerutkan alisnya.
"Bekas minuman siapa ini Mas?"
"Ehm, itu klien. Dia baru saja pergi," jawab Prasetyo sedikit gelagapan.
"Ohh, pantas saja kamu ngga angkat telpon dari aku," ujar Dewi terlihat lega karena ternyata suaminya makan dengan kliennya.
"Sepertinya ini sapu tangan nona tadi tertinggal di sana," ucap seorang pelayan restoran dan membuat Dewi serta Prasetyo saling berpandangan.
"Ya terimakasih," ucap Prasetyo menerima sapu tangan itu.
"Klien kamu perempuan?" tanya Dewi.
"I-iya," jawab Prasetyo salah tingkah.
"Kamu simpan saja, siapa tahu dia kembali nanti," ucap Dewi tanpa curiga jika sapu tangan itu sebenarnya adalah milik Maya.
"Tunggu Mas!" Ketika sapu tangan itu diletakkan diatas meja, Dewi mencium aroma parfum yang sama antara sapu tangan itu dan yang sering dia temukan di baju suaminya.
"Aroma ini, kenapa akhir-akhir ini sering aku cium dimana-mana," kata Dewi dengan gusar.
Prasetyo kembali salah tingkah. "Parfum bisa sama. Siapapun bisa memilikinya karena selera mereka sama," ucap Prasetyo sembari berdiri.
"Sepertinya aku sudah terlambat, apakah tidak papa kalau kamu makan sendirian?" Ucap Prasetyo sambil melihat jam tangannya.
"Ohh, begitu ya. Tentu," jawab Dewi dengan anggukan pelan.
Mas Pras terlihat aneh. Tapi itu mungkin hanya perasaan ku saja. Soal parfum itu, aku benar-benar seperti paranoid.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Soraya
lagi2 aku bca novel yang sama, tentang istri yg polos apa bodoh
2023-09-03
0