Semalam dia telah menyaksikan sendiri pengkhianatan itu. Dengan mata kepala sendiri dia melihat suaminya meniduri sahabatnya. Dan semua itu di lakukan dirumahnya. Di rumah yang menjadi naungan dan tumpuan seluruh kebahagiaannya. Rumah yang menjadi saksi cinta pertama dia dan suaminya. Dirumah ini juga dia dan suaminya berjanji untuk setia dan saling menjaga hingga akhir maut memisahkan.
Kenyataannya, ternyata tidak seperti impian yang ada dalam janji pernikahannya. Suaminya telah melanggar sumpah setianya. Telah menodai cintanya dan merusak semua impian dalam rumah tangga yang di bangun dengan pondasi cinta pada awalnya.
Apakah aku yang bersalah?
Apa salahku?
Aku terlalu sibuk hingga jika bercerai, perempuan lain akan menyalahkan aku, karena tidak bisa menjadi istri yang baik untuknya? Aku menjaga anaknya yang cacat? Salahkah aku menjaga anakku sendiri?
Ini salahnya?
Dia tergoda pada sahabat ku yang aku beri tumpangan di rumah ini? Dengan tanpa rasa bersalah mereka berbuat dosa.
Atau ini salah sahabatku?
Dia tergoda pada tampan dan kayanya suamiku? Dia sendiri cantik dan masih lajang. Tapi apakah dia tidak punya hati nurani dan perasaan? Bukankah dia hanya tamu dirumahku? Lalu jika aku tiba-tiba pergi, dia akan menjadi ratu dirumahku? Menggantikan aku?
Tidak!
Ini benar-benar rumit!
Aku tidak punya jalan keluarnya untuk saat ini.
Aku harus mendapatkan bukti perselingkuhan mereka.
Sore hari, Dewi menyadari sesuatu. Dia merasa ikut andil karena telah memberi kesempatan pada wanita lain untuk masuk kedalam rumahnya dan menggoda suaminya.
Dia mungkin akan sakit dan hancur setiap kali mengingat apa yang dia lihat. Tapi bercerai bukan solusi saat ini, sebelum dia mendapatkan pekerjaan tetap.
Jika masih mungkin, dia akan menarik suaminya kembali ke jalan yang benar. Tapi jika gagal, maka apalah dayanya. Dia akan mengambil jalur hukum untuk menyelesaikan masalahnya.
Ya. Dewi harus mendapatkan pekerjaan dan hidup mandiri sebelum membongkar perselingkuhan mereka berdua. Finansial sangat penting untuk biaya kehidupan. Apalagi jika bercerai dia akan menanggung semua biaya pengobatan ibunya serta anaknya yang cacat.
.
"Mas, ada yang ingin aku bicarakan," ucap Dewi kala suaminya selesai makan malam.
"Ya. Katakan saja,"
"Ini soal Maya," ucap Dewi dan membuat suaminya terperanjat kaget. Tiba-tiba dia berdebar dan takut perselingkuhannya di ketahui istrinya.
"Kenapa dengan Maya?" Prasetyo menatap Dewi dengan lekat sambil mengerutkan keningnya.
"Maya sudah terlalu lama tinggal disini. Mas, itu tidak baik. Sebaiknya kamu besok carikan dia tempat tinggal yang lain,"
Prasetyo nampak terdiam. Namun akhirnya dia mengangguk pelan.
"Baiklah,"
Dewi tersenyum meskipun sebenarnya senyum itu hanyalah palsu. Sejak dia tahu mereka berdua punya hubungan gelap, maka semua kini berubah. Sikapnya mulai terasa hambar dan rasa cinta itu perlahan memudar.
Bahkan dia merasa jijik setiap kali Prasetyo mencium dan memeluknya dengan mesra. Namun tentu dia tidak bisa menolaknya, dan bersikap biasa saja. Karena sekarang dia sedang membuat rencana untuk masa depannya dan juga anaknya.
Rasa sakit tentu ada. Rasa muak dan jijik melihat mereka berdua tentu dia juga rasakan. Tapi dia harus melewati semua itu karena keputusan tidak bisa dibuat hanya dalam waktu semalam.
Prasetyo dan Maya seperti biasa berangkat bersama ke kantor. Dewi melambai pada mereka berdua dan masih bersikap tidak tahu apa-apa. Meskipun hatinya menangis namun dia berusaha menahan sekuatnya.
Saat dia berbalik dia berpapasan dengan art yang akan mengajak Rena jalan-jalan kedepan.
"Sementara aku bisa nitip Rena dulu kan bi? Soal bersih-bersih tidak usah dipikirkan oleh bibi. Nanti ada mbak yang akan datang untuk bersih-bersih. Tolong jaga Rena dan rumah ini selama saya keluar ya bi," Dewi pamit pada bibi, karena dia akan keluar juga untuk mencari pekerjaan.
"Iya Non,"
Ada apa dengan Non Dewi? Dua hari ini sikapnya berubah. Wajahnya juga terlihat sedih setiap kali Tuan sudah berangkat ke kantor?
.
Dewi naik taksi dan sebelum pergi mencari pekerjaan dia kembali mengunjungi ibunya di rumah sakit. Dia akan meminta dia restunya untuk langkah besar yang akan dia ambil saat ini.
"Kenapa kamu akan bekerja? Bukankah suamimu sudah menjadi direktur?"
"Aku ingin mandiri seperti dulu Bu," jawab Dewi tanpa memberi tahu ibunya soal masalah yang sedang menimpa rumah tangganya.
"Doakan aku ya Bu,"
"Tentu nak. Ibu berdoa agar semua urusanmu menjadi mudah," jawab ibunya sambil mengelus rambut Dewi dengan salah satu tangannya.
Dewi lalu pamit, dan keluar dari ruang perawatan.
Tiba-tiba saja saat dia akan menutup pintu seorang anak remaja berusia 11 tahun an menarik tangannya sangat kuat dan memeluknya.
"Vino, dia bukan mamamu!" suara seseorang berlari dari belakang nya.
"Mama! Mama!" Vino memanggil Dewi dengan sebutan mama hingga membuat langkah kaki ayahnya terhenti.
Saat Dewi menoleh pada pria itu, dia kaget. Karena ternyata pria itu adalah orang yang dia temui kemarin.
"Maaf, ini anak saya. Dia sedang menjalani pengobatan disini," jawab pria itu tanpa menjelaskan secara detail.
"Ohh, tidak papa," sahut Dewi dan menatap lekat anak yang memegang tangannya sangat kuat.
Anak itu terus mengeratkan pegangannya dan tidak mau melepaskan tangan Dewi
"Mama, mama," bibirnya terus memanggil nama ibunya dengan sedikit cedal. Dari wajahnya Dewi melihat jika anak ini menderita autis.
"Nama saya Devan," akhirnya karena anaknya tidak mau melepaskan Dewi, ayahnya pun menyebutkan namanya dan berkenalan dengan Dewi.
"Saya Dewi," sahut Dewi dan tersenyum melihat anak yang terus menempel di punggungnya.
Dewipun teringat akan anaknya sendiri yang juga mengalami nasib yang sama. Dia terlahir dengan mata yang buta.
"Jika tidak keberatan, bisa bicara sebentar," ajak Devan.
Dewi mengangguk lalu mereka pergi ke taman dan duduk disana. Devan lalu menceritakan kondisi putranya hingga bersikap demikian pada Dewi. Orang yang baru dia kenal namun memanggilnya dengan sebutan mama.
"Sebenarnya anda tidak sendirian, sayapun punya anak yang lahir dalam keadaan cacat, dia buta sejak lahir," ucap Dewi dan mereka merasa nyambung berbicara karena memiliki latar belakang nasib yang sama. Meskipun tidak sama persis tentunya. Namun mereka sama-sama ditakdirkan menjadi orang tua yang harus memiliki kesabaran lebih terkait kelainan pada anaknya.
"Ibunya meninggalkannya sejak dia berusia lima bulan," ucap Devan.
"Maksudnya?"
"Ibunya tidak bisa menerima kenyataan ini. Dia pergi begitu saja," jawab Devan seraya menarik nafas berat.
Dewipun terdiam. Karena suaminya juga tidak bisa menerima kenyataan jika Rena buta dan tidak pernah mau dekat dengan putrinya itu.
Dewi tersenyum hangat sambil memegang bahu Vino. Vino menatap Dewi dan tersenyum juga dengan gaya khasnya.
"Vino, ayo kita pulang!" ajak Devan sambil berdiri.
Vino menggelengkan kepalanya dengan keras.
"Tante Dewi ada urusan lain. Besok jika kau ingin bertemu dengannya, Papa akan mengantarkan mu menemui Tante Dewi,"
Vino sepertinya tidak begitu saja percaya pada ucapan papanya. Namun saat Dewi mengangguk, dan mau kembali bertemu dengannya, maka Vino perlahan melepaskan genggaman tangan Dewi.
Vino berulang kali menoleh ke arahnya hingga mobil papanya berlalu.
"Aku tidak sendiri..." gumam Dewi lirih.
Dia melihat kartu nama yang diberikan oleh Pak Devan dan membaca dengan seksama.
"Perusahaan Deandlas"
Aku baru saja memikirkan untuk melamar bekerja di perusahaan itu. Dan ternyata aku malah bertemu dengan pemiliknya langsung, batin Dewi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments