Bab 4 : Malam Pisah Ranjang

Kamar itu kini sudah siap untuk Dirga tempati. Kamar yang nyaman, ruangan yang harum, yang sekarang ruangan itu sudah di penuhi dengan lilin aroma terapi yang disukai oleh Dirga.

Dirga yang sedang menunggu indah menyelesaikan tugas nya itu, berinisiatif duduk menunggu Indah di ruang keluarga sembari menonton siaran televisi kesukaannya. Indah yang melihatnya kemudian menghampiri Dirga, untuk mengabari bahwa kamar yang di inginkan nya telah dirinya siapkan.

"Mas.." memanggil Dirga dengan sangat lembut.

"Apa!" jawabnya dengan tegas.

"Mas.. Itu.. Kamar mu sudah siap, sudah aku rapihkan. Kamu sudah bisa istirahat di sana".

"Iya! Biarkan saja!", begitu ketusnya Dirga menjawab Indah.

"Mas, Aku tinggal dulu ya.. Aku mau memasak. Jika kamu butuh sesuatu apapun, kamu bisa cari aku di dapur", dengan senyum manisnya.

"Cerewet sekali dari tadi! Pergi saja sana! Untuk apa kamu memberitahukan hal itu kepada saya hah?! Dan juga saya tidak mau ya kamu panggil saya dengan sebutan Mas! Emang saya sudi menjadi suami kamu! Jika saya mendengar kamu mengatakan itu lagi! Saya tidak segan-segan ya melakukan hal buruk kepada kamu! Paham?!" Di tatapnya mata Indah dengan penuh emosi marah.

"Tapi.. Bagaimana aku harus memanggil mu Mas?"

"Akh! Wanita satu ini banyak sekali bicaranya! Panggil saja saya Dirga! Kamu mengganggu saya menonton televisi, saya sekarang sudah tidak nyaman di sini! Sudah saya katakan bukan sebelum nya untuk pergi? Kenapa kamu masih di sini! Mengganggu saja!", Dirga bangkit dari duduknya.

"Pergi sana! Dan minggir jangan halangi jalan saya!", mendorong Indah dengan kuat, sehingga Indah jatuh ke lantai.

"Akhhhh.....", Indah mengerang kesakitan.

"Sudah saya katakan sebelumnya! Itu salah kamu sendiri!", tatapan tajam itu melihat Indah yang terjatuh di lantai.

Tanpa perasaan bersalah Dirga yang telah mendorong Indah jatuh ke lantai, kini pergi meninggalkannya begitu saja. Indah mengerang menahan rasa sakit, beberapa kali dirinya mencoba untuk bangkit namun hal itu sangat sulit dilakukan karena terasa sangat menyakitkan.

"Apa yang aku lakukan ini salah?", hanya satu pertanyaan yang muncul dibenak kepala Indah.

Kini air mata Indah keluar begitu saja, meluapkan kesedihan dan kesakitan yang dirinya rasakan. Betapa sedihnya Indah ketika mendapatkan perilaku kasar dari Dirga.

Dirasa semuanya telah lebih baik, Indah melanjutkan aktivitas kesehariannya. Indah menuju Dapur untuk menyiapkan makan malam untuk mereka berdua, memasak sup ayam makanan kesukaan Dirga jika dirinya sedang sakit. Indah bisa mengingat semua detail kecil kesukaan Dirga, tanpa dirinya mengetahui langsung semua hal itu dari mulut Dirga.

Semua makanan kesukaan Dirga sudah tertata rapih di meja makan, keharumannya menyebar ke seluruh ruangan. Indah berlangkah menuju kamar Dirga, memberitahukan makan malam sudah tiba.

Tok... Tok... Tok...

Ketukan pintu perlahan dibuatnya, agar Dirga tidak merasa terganggu. Namun tidak ada suara jawaban apapun yang di berikan Dirga dibalik pintu itu, inisiatif Indah mengetuk kembali. Tetap saja Indah tidak mendengarkan apapun, Dirga yang sensitif terhadap suara itu tidak merespon apapun. Indah menjadi khawatir, tanpa pikir panjang dirinya langsung membuka pintu tersebut untuk melihat keadaan Dirga.

Benar saja Indah tidak melihat siapapun di dalam kamar, Indah yang bingung kemudian langsung mencari keberadaan Dirga di sisi rumah lainnya. Namun itu semua berubah menjadi kepanikan, Indah tidak melihat Dirga di manapun. Indah mencoba menghubungi Dirga, cara itu satu-satunya yang terlintas dipikirannya.

Ring... Ring... Ring... Suara ponsel itu terdengar dari dalam rumah, Indah langsung menghampiri sumber suara itu. Dirinya hanya melihat sebuh ponsel yang tergeletak di atas meja tanpa sang pemilik, telpon itu ditinggalkan Dirga di rumah.

Indah makin kalang kabut dibuat nya, merasa seolah merasa Dejavu ketika melihat kondisi sekitar. Indah takut jika harus menemukan sebuah fakta, yang dirinya tidak inginkan. Indah melakukan hal yang sama seperti 3 minggu yang lalu, menunggu kabar dari Dirga di ruang tamu dengan ponsel yang dirinya sedang genggam.

Creak.... Suara pintu utama terbuka, Indah melihat Dirga dibalik pintu itu.

Indah yang langsung berlari menghampiri Dirga dengan cepat. Terlihat kedua mata Indah yang tampak sembab, karena tangisannya saat menunggu Dirga pulang.

"Mas, habis pergi dari mana Mas..", dengan nafas yang tersengal-sengal.

Dirga menatap Indah dengan wajah penuh keheranan, merasa kesal akan sikap Indah terhadap dirinya Dirga langsung membanting pintu yang ada dihadapannya itu.

"Lagi-lagi kamu memanggil saya dengan sebutan Mas!" menyeret tangan kanan milik Indah.

"Sudah saya katakan berulangkali sama kamu Indah! Kenapa kamu mengabaikan perkataan saya hah?!" Memukul lengan tangan milik Indah.

"Agh.. Sakit Mas.. Sakit..", menangis mengerang kesakitan.

"Masih mengatakan itu lagi Indah?! Telinga mu dimana?" Teriak kencangnya memenuhi satu rumah. Tangan Dirga yang tidak berhenti memukul tubuh Indah.

"Maaf, aku salah maaf.. Jangan lakukan ini aku mohon, ini sangat menyakitkan.." Indah memohon dengan rasa ketakutan.

"Giliran saya melakukan ini kamu baru mendengar perkataan saya?! Dari kemarin kamu berani mengabaikannya? Kekuatan dari mana sampai kamu melakukan hal itu kepada saya! Kamu menganggap saya gampang untuk kmu kuasai?! Saya bukan boneka buatan ayah kamu! Kamu paham!" mencengkram kuat wajah Indah.

"Maaf Dirga , maaf aku tidak melakukan hal itu lagi" tangisnya semakin menjadi.

"Pergi! Saya ingin istirahat!" Dirga akhirnya melepaskan cengkraman tangannya dengan mendorong kasar tubuh Indah.

"B-bagaimana dengan makan malam? Aku sudah membuatkannya. Kamu bisa memakannya", menahan Dirga dengan memegang baju miliknya.

"Saya sudah makan! Dan lepaskan tangan kotor mu ini dari tubuh saya!" menepis tangan Indah.

"T-tapi bagaimana dengan makanannya?" dengan isak tangis kecilnya itu.

"Cerewet sekali! Pergi sana!" Mendorong keras tubuh Indah.

Dirga meninggalkan Indah sendiri di ruang tamu itu, dan menuju kamarnya. Indah menangis, air matanya keluar seakan akan tidak ada habisnya. Indah yang tidak kuat lagi akhirnya lari pergi menuju ke kamarnya dengan cepat, Indah Sudah tidak memikirkan makanan yang dibuatnya lagi.

Pikirannya sudah hilang mengalir bersama tangisannya itu. Indah menangis hanya ditemani dengan gelapnya malam, tidak ada seseorang yang berada disisi untuk menemaninya. Indah merasa sendiri dan kesepian. Malam yang terasa sepi kini telah diwarnai dengan tangis Indah di sepanjang malam

Terpopuler

Comments

Fitri

Fitri

sabar yaa Indah

2023-07-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!