Bab 17 : Undangan Pesta

"Tio..tolong beritahukan kepada Bos Kamu, Saya ingin bertemu dengan beliau sekarang. Apakah bisa untuk Saya temui sekarang?", ucap seorang lelaki paruh baya yang berbicara dengan Tio secara langsung.

"Baik Pak, Saya akan beritahukan kepada Pak Dirga. Mohon di tunggu sebentar", Tio dengan segera mengangkat gagang telepon yang berada di depan dirinya, dan di tekannya sebuah tombol angka yang akan menghubungkan telpon tersebut dengan Dirga.

"Halo, Pak Dirga selamat Sore. Mohon maaf Pak jika mengganggu sebelumnya, disini ada Pak Dewa Mario berkunjung. Apa Bapak Dirga saat ini Bapak bisa ditemui sekarang?" ucap Tio di telpon tersebut, setelah Dirga mengangkat panggilan dari Tio.

"Silahkan, Saya tidak sibuk." ucap Dirga di dalam sambungan telepon.

"Baik Pak terima kasih atas konfirmasinya", ucap Tio sembari menaruh kembali ganggang telpon yang sehabis dipegangnya.

"Bagaimana?" tanya Pak Dewa setelah melihat Tio sudah menutup telponnya.

"Boleh Pak, silahkan mari Saya antarkan", Tio berjalan menghampiri Pak Dewa, dan langsung membukakan jalan untuk Pak Dewa setelah lewati.

"Tidak perlu, Kamu cukup sampai di sini saja. Biar Saya masuk sendiri, terima kasih sebelumnya." tangannya Pak Dewa mengisyaratkan untuk Tio tidak usah lanjut untuk berjalan.

"Baik Pak silahkan", sembari membukakan pintu ruangan kerja Dirga untuk Pak Dewa lalui.

Pak Dewa Mario dengan perlahan berjalan memasuki ruang kerja milik putranya. Di hadapannya sudah terlihat, Dirga yang tengah dihadapkan dengan berkas-berkas pekerjaan yang perlu dirinya selesaikan.

"Ayah! Sedang ada urusan apa yang membuat Ayah datang menemui putra Ayah? Silahkan Ayah untuk duduk" tanya Dirga setelah melihat Pak Dewa Mario sudah memasuki ruang kerjanya.

"Bisa aja Kamu, Dirga hahahaha" Pak Dewa berjalan menghampiri sofa yang berada di hadapannya untuk duduk, sembari tertawa kecil merespon sambutan dari Dirga sang putra atas kehadirannya.

"Tidak ada urusan apapun yang penting, Ayah cuma ingin melihat bagaimana keadaan Kamu sekarang saja sudah cukup.", senyuman manis Pak Dewa keluarkan ketika melihat wajah Dirga yang masih sibuk dengan berkas-berkas di hadapannya.

"Benarkah? Dirga tidak begitu yakin. Ayah biasanya akan menemui Dirga, ketika ada urusan yang menurut Ayah penting saja hahaha", Dirga yang memberhentikan aktivitas kerjanya, langsung beranjak dari kursi dan berjalan perlahan menuju Pak Dewa untuk duduk di sebelahnya.

Dirga dibuat keheranan, karena dirinya melihat bahwa sang Ayah menemuinya tanpa membahas apapun. Sehingga Dirga langsung meninggalkan pekerjaannya, dan menghampiri sang Ayah untuk berbincang lebih dalam lagi.

"Beneran Dirga, Ayah tidak ada urusan apapun yang Ayah akan sampaikan. Ayah cuma ingin melihat perkembangan perusahaan Kita saja, benar-benar perusahaan Kita ini meningkat dari 5 tahun yang lalu ya"

"Kalau saja Kamu tidak menikah dengan Indah, mungkin perusahaan Kita saat ini sudah rata dengan tanah. Tapi dengan adanya bantuan dari Pak Tirno, perusahaan Kita sekarang menjadi sebesar ini." ucap Pak Dewa kepada Dirga yang tengah duduk di samping nya.

"Heumm... Tapi Ayah, perusahaan Ayah menjadi besar seperti ini ada kerja keras Dirga juga dan tidak semuanya mengenai campur tangan Pak Tirno. Jadi Ayah jangan terlalu mengagungkan Pak Tirno, ini semua juga berkat Dirga Ayah." Dirga yang berkata, seakan-akan dirinya menolak perkataan Pak Dewa yang berada di samping nya.

"Kamu jangan berkata seperti itu! Kamu sampai seperti ini juga atas bantuan keluarga Pak Tirno. Kita harus menghormati dan menghargai mereka, kalau mereka tidak membantu pastinya kita sekarang ini sudah menjadi gelandangan." tepis anggapan Pak Dewa tentang Dirga.

"Tapi kan sekarang beliau juga sudah mendapatkan keuntungan, dengan anaknya yang menikah dengan Dirga. Jadinya Ayah, Dirga harap Ayah lihat Dirga juga di sini." Dirga berbicara dengan menatap wajah Pak Dewa dengan penuh kekecewaan.

"Mana ada Dirga yang seperti itu! Kamu ini berbicara nya ngawur sekali! Bagaimana kalau Pak Tirno mendengar hal seperti ini dari mulut kamu, beliau pasti akan mencabut semua investasi nya dan membuat perusahaan Kita hancur!"

"Tolong perhatikan ucapan kamu lagi Dirga! Ayah tidak ingin mendengar kan hal tersebut lagi, dan Kamu juga harus jaga sikap dengan Indah. Jangan sampai Kamu dengan Indah ada keributan kecil, yang bisa membahayakan perusahaan Kita ini." ucap tegas Pak Dewa kepada Dirga.

"Tapi Ayah,-"

"Tidak. Ayah tidak ingin mendengarkan alasan apapun. Sekarang kamu sudah dalam kondisi yang baik, Ayah harap Kamu tidak akan melakukan hal bodoh" Pak Dewa yang memotong pembicaraan dari Dirga, yang sedang berusaha membela dirinya.

"Baik, Ayah. Dirga akan mendengarkan kata-kata Ayah, dan perusahaan tidak akan mendapatkan masalah apapun akibat Dirga. Jadi Ayah tidak perlu khawatir." ucap Dirga, dengan wajah yang saat ini sudah tidak menatap lagi wajah Pak Dirga di hadapannya itu.

"Baiklah, jaga baik-baik Indah dan jangan buat masalah apapun. Ayah akan pergi." Pak Dewa beranjak dari sofa yang dirinya duduki, kini berjalan menuju pintu keluar perlahan dengan kedua tangan yang berada di belakang tubuhnya.

Dirga juga langsung secara spontan berdiri, ketika melihat Pak Dewa beranjak dri duduknya pergi menuju pintu keluar. Namun sebelum Pak Dewa keluar ruangan, dirinya seketika berhenti dan membalikkan tubuhnya ke belakang dan menatap wajah Dirga.

"Ada apa Yah?" Dirga yang melihatnya keheranan dan hendak bertanya.

"Ayah baru ingat. Lusa, Kamu dan Indah di undang untuk menghadiri sebuah pesta ke Korea oleh Pak Tirno. Ajak dan bujuk Indah untuk pergi, karena Ayah ingin menyampaikan pesan Pak Tirno untuk mengundang kalian ke pesta. Karena sepupu jauh Indah, akan melangsungkan pertemuan dalam rangka pembukaan Perusahaan mereka di Korea sana." ucap Pak Dewa kepada Dirga.

"Tapi Ayah, bagaimana dengan pekerjaan Dirga di sini?" tanya Dirga dengan kebingungan.

"Tidak ada pertanyaan, tidak ada alasan. Kamu bisa mengerjakan pekerjaan Kamu di Korea sana. Jangan banyak alasan, anggap saja ini sebagai honey moon kalian", Pak Dewa yang berbicara sembari berjalan keluar ruangan.

Dirga yang melihat, sang Ayah sudah pergi menjauhi ruang kerjanya membuat dirinya kecewa dan marah. Dirga membanting beberapa barang yang ada di sekitarnya, untuk meluapkan kekecewaannya.

"Brengsek! Orang tua macam apa yang tidak bisa melihat perasaan anaknya sendiri!" kata-kata Dirga keluar dengan teriakan yang cukup besar memenuhi ruangan kerja tersebut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!