Butterfly Trap
Malam mulai menggantikan senja saat aku keluar dari rumah temanku. Jantungku berdetak dengan kencangnya saat aku menelusuri jalan setapak di belakang rumah itu, sambil melihat kekiri dan ke kanan, aku berjalan mengendap-ngedap, harap- harap cemas mereka akan menemukan ku.
Pokoknya hari ini aku harus bisa sampai di kota Mali, pelarian ini akan sia-sia kalau aku tertangkap sekarang, pikirku dalam hati.
Aku menyusuri jalanan dengan hati-hati, jantungku masih berdetak dengan nyaring, wajahku terasa memanas saat aku keluar dari rumah Nabi, temanku.
Berada dirumahnya sama saja aku menyeretnya ke dalam masalah ku, dan itu akan membuatnya berada dalam masalah, dia sudah bersedia mengizinkan ku menetap beberapa hari disana, Tanpa ada satu orangpun yang tau, walaupun dia ingin aku tinggal lebih lama lagi tapi aku enggan membuatnya terlibat.
Nabi memberikan ku sedikit bekal dan beberapa keping emas sebagai modal perjalanan ku, walaupun begitu Nabi juga tidak menanyakan alasan atas tindakan ku, dia hanya menyarankan tempat-tempat yang bagus untuk bersembunyi, dia juga membuatkan peta rute perjalanan, beberapa alat untuk pertahanan diri dan juga obat-obatan.
Walaupun begitu, seadainya dia menanyakan alasan ku, aku juga merasa enggan menceritakannya, bukan karena aku tidak mempercayainya, hanya saja kebaikannya sudah terlalu banyak kepada ku, aku ingin dia hidup normal dan damai tanpa harus khawatir akan masalahku.
Kesunyian malam mulai terasa saat aku sudah mulai menjauh dari rumahnya, dengan memakai jubah berkerudung, aku harap saat sampai di pusat kota, tidak ada seorangpun yang akan mengenaliku.
Untuk pergi ke ko kota Mali, aku harus naik kapal selama tiga jam kemudian butuh satu hari jika menaiki kereta kuda dan tiga hari kalau berjalan kaki.
" Apa kau sudah memeriksa yang disana? "
Aku kaget, menghentikan langkah ku dan melihat ke sumber suara, terlihat dua tiga orang ksatria, satu berbadan tegap dan besar, yang lainnya terlihat lebih kecil darinya, wajahnya tidak kelihatan karena mereka berdiri di dekap lampu jalan yang remang-remang.
" Kalau dia mau kabur, pasti dia memilih malam hari untuk menjalankan rencananya" ujar si pria berbadan tegap itu dan aku yakin orang mereka cari itu adalah aku. Aku harus bergegas meninggalkan mereka, pikirku.
" Kapten, saya melihat seorang yang mencurigakan di penginapan dekat pelabuhan " dua orang pria berlari menghampiri pria besar yang mereka panggil kapten itu.
" Apa kau melihat wajahnya?"
" Tidak, hanya saja, dia seperti menyadari kehadiran kami, jadi kami memutuskan untuk memberi tahu anda dan Hario sedang berjaga- jaga disana"
" Baik, ayo kita kesana".
Mereka berjalan menjauh dari tempat ku berada, aku bernafas lega, merasa satu masalah sudah selesai dan semoga saja orang mencurigakan itu dapat mengalihkan perhatian mereka terhadapku.
" Permisi, saya mau ke pelabuhan Lowen" ujarku kepada petugas saat aku sampai di tempat pembelian tiket.
" Untuk keberangkatan kapan, nona?" Jawabnya.
" Malam ini, ada?"
" Kapal sudah berlayar nona, anda bisa memesan tiket untuk keberangkatan besok pagi"
" Besok? Keberangkatan jam berapa ya pak?"
" Untuk jam sepuluh"
" Sepuluh? Ngak ada yang lebih cepat pak? Jam tujuh atau jam delapan?"
" Ada, cuma nona sudah telat, tiketnya sudah habis, sekarang orang banyak yang pergi ke kota Dagara, karena di sana sedang ada festival kerajaan yang diadakan setiap tiga bulan, untuk ke sana, naik kapal adalah cara paling cepat dan pelabuhan Lowen juga terkenal dengan wisata kuliner dan barang antiknya, jadi biasanya penumpang kapal akan memesan tiket seminggu sebelum keberangkatan" jelasnya panjang lebar.
" Apa tidak ada cara lain pak, satu tiket pun tidak ada yang tersisa pak?"
" Maaf nona " jawabnya dengan menggelengkan kepala.
" Atau anda bisa menukarkan tiket anda dengan seseorang yang akan berangkat jam tujuh, biasanya para penumpang akan menginap di penginapan yang itu, coba nona ke sana dan mencari tau"
" Benarkan bisa pak? Kalau gitu tiket ke pelabuhan Lowen untuk satu orang, jam sepuluh"
" Baik, tunggu sebentar "
Setelah membayar tiket aku masuk ke penginapan yang sudah disarankan oleh si petugas pelabuhan. Di penginapan itu terlihat banyak para pria yang sedang tertawa sambil minum arak dan beberapa perempuan yang risih dengan kelakuan mereka, bebarapa lagi terlihat berdiskusi santai. Aku langsung menuju meja konter, nampak seorang wanita tengah melayani beberapa orang pelanggannya.
" Apa masih ada kamar yang kosong ?" Tanya ku saat pelanggan yang dilayaninya tadi melangkah keluar penginapan dengan wajah lesu.
" Hanya satu kamar yang tersisa, nona"
" Saya juga sendirian " jawab ku tersenyum, dia menatapku dengan wajah tidak percaya
" Nona, apa anda bercanda? Mana ada gadis yang berpergian sendirian? Itu berbahaya"
" Saya sama teman kok buk, nginap disini yang sendiri"
" Oh iya, iya"
Aku memberikan beberapa satu keping emas, dia memanggil anaknya untuk mengantarkan ku ke kamar setelah mengembalikan uang ku dengan beberapa keping koin perak dan perunggu.
" Oh iya buk, ibuk ada dengar orang yang mau ke Dagaras jam delapan tidak?"
" Kenapa?"
" Saya mau berangkat ke pelabuhan Lowen segera, tapi dapatnya tiket jam sepuluh, saya butuhnya jam tujuh atau jam delapan"
" Hmm" dia mengerutkan dahinya manatapku lekat- lekat, aku balas memandangnya dengan wajah memelas dan cemas.
" Sebentar " ujarnya, kemudian pergi menghampiri seorang pria yang tegah tertawa di pojok ruangan, dia berbicara sebentar, kemudia melihat ke arahku, sesekali si ibuk penginapan mengeraskan suaranya. Mereka terlihat berargumen hebat, aku merasa tidak enak.
Kemudian si ibuk kembali diikuti oleh si pria itu.
" Hello, saya Dave, kenapa nona membutuhkan tiket kapal jam tujuh" kata si pria itu. Wajahnya tirus dengan keriput paruh baya di wajahnya yang tegap dan kulitnya yang putih pucat.
" Karena alasan pribadi, yang jelas tidak ada hubungannya dengan festivas Dagaras, saya tidak mungkin menceritakannya kepada anda, kalau anda bersedia membantu saya, saya mau membayar lebih"
Dia berpikir sejenak.
" Jarang sekali orang yang tidak tertarik datang ke festival Dagaras, mengingat arcduke akan hadir di festival itu dan lagi kita para rakyat biasa juga dibolehkan ikut" jawabnya seraya melihatku dari bawah ke atas.
" Anda tidak sopan kalau menatap saya seperti itu, pak" aku sangat tidak nyaman dengan pandangannya yang menilai ku dari sepatu yang ku kenakan sampai ke jubah ku.
" Nona, anda tidak terlihat seperti penduduk biasa"
" Apa!?"
" Walaupun pakaian yang Anda kenakan terlihat sederhana, tapi bahannya bukan produk yang dapat ditemukan di pasaran"
' orang ini tajam juga' pikirku.
' apa dia salah satu ksatria yang mengejar ku?'
" Tidak perlu waspada begitu, saya mengatakan nona bukan penduduk biasa bukan karena saya mencurigai nona, hanya saja, berpergian seorang diri ke Daragas, pakaian anda sederhana tapi hanya para bangsawan yang mampu membeli bahan seperti ini, bukankah beberapa orang akan mulai penasaran dengan identitas anda? Kalau anda tidak pergi ke Dagaras berarti anda mau ke Kota Sabra atau Kota Mali?"
Aku menatapnya dengan kesal, merasa tersinggung dengan perlakuan dan perkataannya, dan juga merasa di terlalu mencampuri urusan ku.
" Baiklah nona, saya akan mendapatkannya untuk anda " ujarnya seraya terawa menanggapi tatapanku.
" Saya akan mengabari anda sebelum jam tujuh pagi" tambahnya lagi kemudian meninggalkan aku.
" Tidak usah di ambil hati, Dave memang begitu, tapi percayalah, dia orang yang baik dan bisa diandalkan" ujar si ibu penginapan.
" Antar tamu kita ke kamar nomor delapan belas di sayap kiri" katanya pada anak yang menggantikannya di konter.
" Baiklah, permisi " jawabku mengangguk kemudian pergi mengikuti si anak ibu penginapan.
Selama menginap tidak hal yang terjadi, tidak ada yang mengganggu dan si ibu penginapan juga sangat baik dalam melayani pelanggannya, hanya saja yang menjadi pikiran bagiku adalah bagaimana cara melewati para ksatria yang patroli di pelabuhan? Aku menarik nafas, beberapa menit kemudian akupun terlelap.
Aku terbangun oleh suara gedoran pintu kamarku, dengan mata yang masih terasa sangat berat aku melangkah menuju pintu, aku melirik jam dinding yang menunjukan pukul empat dini hari.
" Siapa?" Tanya ku sebelum membuka pintu.
" Dave " jawab suara di luar.
Sadar aku mengenali nama itu, aku langsung bergegas membukakan pintu.
" Ini " dia menyodotkan tiket kapal yang bertuliskan keberangkatan pukul tujuh.
Aku tercengang.
" Jangan bilang, anda semalaman mencari tiket ini?" Ujarku.
" Ya ngak mungkinlah, anda pikir saya gila?"
" Bukan begitu "
" Saya mau mengantarnya tadi malam, hanya saja saya pikir anda sudah tertidur "
" Nah, kalau gitu kenapa jam sekarang anda antar? Emang anda pikir saya tidak tidur?"
" Apa!?"
Dia menatap ku tidak percaya, kemudian tertawa.
" Jadi anda mau tiketnya atau tidak?"
" Ah, tentu saja, tunggu sebentar!" Aku kembali ke dalam kamar mengambil satu koin kepingan emas.
" Terima kasih " ucap ku sambil mengambil tiket di tangannya dan menukarnya dengan satu koin emas.
" Tapi alangkah baiknya jika anda membangunkan saya jam setengah enam" tambahku sambil menguap.
Dia hanya tertawa sambil melambaikan tangan dan pergi meninggalkan kamarku.
' nah, sekarang aku punya dua tiket, yang jam sepuluh ini mau aku apakan?' ujar ku dalam hati sambil menatap dua tiket ditanganku.
' yah sudahlah, yang terpenting sekarang aku sudah satu langkah menuju kesuksesan rencana ku'
Aku meletakan kedua tiket itu di meja dekat tempat tidur, kemudian menarik selimutku untuk melanjutkan tidurku.
***********
Suara hiruk pikuk pelabuhan terdengar melegakan, beberapa anak-anak menjajakan koran, sabagian lain menjual bunga dan beberapa pedagang manawarkan dagangannya dengan bersemangat.
Aku memperbaiki kerudung jubahku sampai menutupi wajahku sepenuhnya, berjalan dengan waspada menyusuri keramaian pasar pelabuhan, aku menghindari beberap prajurit yang tengah berpatroli. Aku menghindari sikap yang mencolok, tiap kali para prajurit melewatimu aku akan berpura-pura jadi pembeli di stand-stand pedangan di pinggir jalan.
" Buah segarnya nona" ujar pedagang itu, aku melambaikan tangan sambil mengatakan tidak terima kasih.
Aku memandang pelabuhan yang berjarak lima puluh meter dari ku, pertanyaannya adalah bagaimana melewati prajurit di tangga tempat menaiki kapal, walaupun petugas pelabuhan yang bertugas menangani cek in, tapi si prajurit juga berjaga- jaga disana.
' mudah-mudahan mereka tidak mengenali wajahku'
' haruskah aku membelakangi mereka?'
' nah, itu akan sangat mencolok'
' Giman ini? Masak perjuangan ku cuma sampai di sini?'
' Atau aku menyerah aja kali ya? Mungkin dia masih akan berbaik hati mengampuni ku dan mungkin hukuman ku bakal di peringan'
' tapi...'
Aku menggaruk kepalaku, menarik napas dalam-dalam, aku ragu antara lanjut atau kembali. Aku sadar apapun pilihan yang aku ambil, aku tidak akan bisa lari dari konsekuensinya.
' mari kita coba, kita tidak akan pernah tau kalau tidak di coba'
Aku memantapkan niatku melangkah menuju tempat cek-in, berharap semua berjalan lancar sampai tujuan ku.
" Okay, silahkan " kata si petugas, sebelum masuk ke kapal aku melirik si prajurit yang berjaga, mereka menatapku hanya saja mereka membiarkan ku lewat begitu saja.
" Apa-apaan, ternyata akunya saja yang terlalu memikirkan, mereka bahkan tidak mengenaliku" ujarku sambil tertawa menuju kabin tempat duduk ku.
Aku membuka pintu dengan perasaan gembira, aku tidak menyangka rencanaku bisa berjalan dengan mulus tanpa kendala, dan para ksatria yang mengejar ku juga tidak ada yang menemukan ku.
'yesssssss berhasil' pikirku sambil tersenyum girang memasuki kabin.
" Permisi " ujarku sambil meletakkan barang ku di rak tanpa melihat penumpang lain di kabin itu.
" Haaah..." Aku duduk dengan perasaan lega dan melepaskan tudung jubahku.
" Jadi... Apa kau sudah puas main petak umpet nya?" Ujar si penumpang itu menatapku sambil tertawa mengejek.
Saat itu juga aku menyadari satu hal, lari.
Aku bergegas membuka pintu, namun dengan cepat pula di pria itu menutup dengan tangannya dan berdiri tepat di belakang ku.
" Ka....ka...kau kenapa ada di sini!?" Tanyaku terbata-bata.
" Heeh.. kenapa menurutmu?" Jawabnya masih belum merubah posisinya.
Aku berbalik.
" Apa........kau sudah mengetahui rencanaku dari awal?"
Dia menatapku lama, kemudian mendekatkan wajahnya kepadaku, sangat dekat.
Aku mulai gelisah dan gugup.
" Bagaimana menurut mu, My darling?"
Wajahnya hanya berjarak lima senti dariku.
" K..ka..kau terlalu dekat!! " aku mendorongnya menjauh dariku.
Dia tertawa.
" Apa kau membodohi ku, yang mulia?"
" Kenapa? Apa kupu-kupu kecilku merasa di bodohi?" Jawabnya masih dengan senyuman yang menjengkelkan.
" Apa!? "
" Kau tau sayang, apa hal yang tidak mungkin? "
Dia melangkah mendekati ku kemudian berbisik.
" Kabur dari genggamanku "
Aku bergidik ngeri. Ya, aku sudah susah-susah kabur malam hari supaya lepas dari kendali pria ini.
" Tunggu dulu, Dave, kau mengenalnya?"
" Menurut mu?"
Garhh.
Pria ini, dia selalu saja menjawab pertanyaan ku dengan pertanyaan. Di dalam kepalanya pasti saat ini dia benar- benar bahagia, karena sudah memberikan ku kesempatan untuk mengharapkan hal yang sia-sia.
" Setidaknya jawablah pertanyaan ku tanpa harus bertanya balik yang mulia, kenapa harus aku? Apa kau juga tau keberadaan ku di rumah Nabi?"
Dia tidak menjawab tapi masih tersenyum dengan menjengkelkan sambil menatapku.
" Bukankah sudah pernah aku bilang, saat kau sudah ada di genggaman ku, usaha apapun akan sia-sia darling, atau apa kau benar-benar berfikir aku akan membiarkan kau melarikan diri begitu saja? Bukankah kau terlalu naif, my darling?
" Lalu kenapa kau tidak menahan ku saja saat aku melarikan diri dari kediaman mu? Kenapa harus sekarang? Kau tentu saja sudah tau kalau aku akan melarikan diri, iya kan!? Pantas saja aku rasa ada yang janggal dalam aksi ku"
" Yah, kalau aku langsung menangkapmu saat kau mencoba melarikan diri, tentu saja tidak akan membuat permainannya jadi membosankan dan juga kau tidak akan tau rasanya kesia-sian, kau tau, aku sangat suka melihat wajahmu yang berusaha keras tapi sia-sia"
" Ah benar juga, aku selalu bergairah melihat setiap ekspresimu, apalagi ekspresi putus asa mu, ah benar-benar terbaik"
Aku kembali bergidik ngeri.
' ap..apa-apaan psikopat gila ini, huff seperti aku tidak paham saja siapa dia, kalau dia orang yang sebaik itu membiarkan aku pergi maka tidak mungkin orang-orang memanggilnya monstres gila berdarah dingin'
Aku mengerutkan dahiku, menatapnya dengan putus asa.
" Kau tau Darling, wajah itu, wajah itu benar-benar luar biasa, kau tau apa yang aku pikirkan sekarang melihat wajah mu itu? Aku ingin membuat wajah itu berantakan di dekapan ku, ah pasti luar biasa."
' Apa !?'
" Mesum, otak kotor, psikopat gila, monster gila!!" teriak ku sambil melemparkan apa saja yang dapat aku raih dengan tanganku.
Dia tertawa dengan keras sambil meraih tanganku kemudian mengunci jemarinya dengan jemariku lalu dia menciumnya sambil menatap lurus ke mata ku, lidahnya menjilat punggung tangan ku. Aku kembali bergidik, berusaha melepaskan tangan ku dari tangannya.
" Le..lepaskan aku, brengsek gila"
" Haha.. oh iya, biar aku kasih tau satu hal, Dave adalah orangku, dia aku tugaskan untuk mengawasi pelabuhan".
" Ah benar juga, aku lupa memberitahu mu, Dave adalah saudara laki-lakinya Gawin, nama aslinya Hawin".
Kalau di pikir-pikir lagi, pantas Dave tajam sekali, dia langsung mengenali identitas ku hanya dari pakaianku, harusnya aku curiga dengan tiket yang diberikannya kepada ku.
Agrh.
' kenapa aku sepolos itu mempercayainya!?'
Aku tidak pernah menyesali apapun dalam hidupku kecuali pertemuanku dengannya hari itu, pertemuan dengan monster gila berdarah dingin yang membawa takdir ku seperti ini, pertemuan yang membuatku tidak bisa lagi merasakan kebebasan.****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
✨Susanti✨
hadirrr
2023-10-30
0
Erni Fitriana
aku baca y thor
2023-10-29
0