Dewi sangat pusing mendengar keributan suami dan orang tuanya, dia mengajak anaknya masuk ke dalam kamar supaya tidak terdengar oleh buah hatinya. Memang tidak baik bila anak mendengar pertengkaran orang tua. Dewi menghembuskan nafas kasar, dia membaringkan tubuhnya di kasur sambil menemani anaknya bermain lego.
"Mama tidak akan pergi dari sini sebelum kamu memberi mama uang."
"kenapa mama keras kepala sekali, sudah aku bilang aku tidak pegang uang." Bayu begitu pusing mengahadapi kelakuan mertuanya yang selalu minta uang.
Bayu merogoh celana panjangnya dan menemukan uang seratus ribu.
"kalau mama mau ambillah, tapi kalau tidak mau akan ku belikan susu buat lio." Sebelum uang itu masuk kembali ke kantong akhirnya bu ayu mengambilnya. Bayu mengusap kasar mukanya melihat kepergian mertuanya itu.
"lumayanlah uang segini buat tambah-tambah bayar kridit hehehe." Bu ayu memanggil nita untuk mengantarkannya ke pasar membeli perlengkapan untuk jualan besok, tak lupa memberikan uang kepada si kembar buat membeli buku sekolah mereka. anak kembar bu ayu duduk di bangku sekolah dasar kelas enam. Dina dan dini merupakan anak dari pak Toyo begitu juga Nita. Beda halnya , dewi merupakan anak dari suami pertamanya yang pergi meninggalkannya mungkin tidak tahan dengan sikap bu ayu, jadi memilih untuk pisah.
Bayu masuk ke kamar mengutarakan isi hatinya kepada istrinya bahwa dia sudah tidak sanggup menjalani ini semua. terlalu berat menuruti semua keinginan mertuanya itu. Dewi hanya menatap bayu dengan rasa bersalah, untung dewi mewarisi sifat ayahnya yang tidak matre seperti mamanya.
"kita doakan mama saja mas, semoga mama di bukakan pintu hidayah."
"sampai kapan dek, sampai aku mat* atau sampai aku menjadi gil* gara-gara kelakuan mamamu."
****
saat akan pergi kerja, Bayu melirik sepintas di depan kontrakan mertuanya, sudah tersaji lengkap lauk pauk yang menggoda. Bu ayu memanggil menantunya itu untuk makan dulu, tapi karena masih kesal Bayu pura-pura tidak mendengar dan langsung pergi tancap gas meninggalkan kontrakan
"Dasar menantu tidak sopan." gerutu bu ayu
"wah..lengkap juga lauk pauk yang ibu jual." suara lelaki yang sangat familiar.
"ya ampun mas deni, sini mas di coba dulu dong masakan ibu siapa tau pas di lidah." Dengan cekatan bu ayu menyendokkan setiap menu yang ada di depan meja. langsung memberikan kepada deni yang baru datang. pria berambut ikal itu menikmati setiap masakan yang ada di piring, sungguh pas di lidahnya.
"Bagaimana mas enak?" pria itu hanya mengangguk karena mulutnya penuh dengan nasi.
"Alhamdulillah akhirnya kenyang juga." merasa konsumen itu kenyang, bu ayu menyodorkan sebuah kertas kecil. Deni mengamati seksama setiap tulisan di kertas itu ternyata itu bon pembelian nasi di warungnya.
"lho...bu, kok bayar? saya kira gratis, ibu yang nawarin saya makan kalau tau gini saya tidak mau!!"
"lha..gimana to mas Deni ini, di mana-mana itu kalau makan ya bayar, kalau tidak bayar saya tidak bisa bayar cicilan kredit tempat mas Deni." Dewi mendengar percakapan mamanya, betapa terkejutnya Dia. pantas saja mamanya punya uang untuk membuka warung makan di rumahnya.
Akhirnya dengan tidak ikhlas deni membayar makanan tadi. Dia merasa di jebak oleh bu ayu, Setelah itu pria itu mengeluarkan buku catatan kecil lagi dan memberitahu kepada wanita paruh baya itu bahwa cicilan pinjaman yang harus di bayar berjumlah tiga ratus ribu.
Bu ayu terkejut saat melihat catatan di buku kecil itu karena bunganya sangat lumayan besar. Dia menyesal telah mengambil pinjaman dari bank keliling itu.
"Tau gini saya tidak mau ngambil." gerutu mertua Bayu itu.
"kemarin saya sudah jelaskan, dan bu ayu sendiri mau. saya sama sekali tidak maksa ibu dalam pinjaman ini, sekarang bayar cicilan ibu."
Bu ayu melihat dompetnya hanya ada dua lembar uang merah, dia hanya mengembuskan nafas kasar. bu ayu meminta keringanan agar bisa bayar Minggu depan, karena uangnya habis di belanjakan sedangkan makanan yang dia jual belum habis.
Deni tidak mau tau, dia meminta wanita paruh baya itu untuk membayar hari ini.
wanita paruh baya itu berjalan ke kamarnya mencari di semua tempat tapi tidak menemukan apa yang sedang dia cari, rasa bingung dan panik sudah memenuhi dirinya. Dia melihat suaminya yang sedang duduk nonton Tv.
"yah, uang yang aku kasih tadi masih?"
"masih?"
"mana, coba aku lihat." pak Toyo mengeluarin uang seratus ribu dari dompetnya dengan cepat bu ayu langsung mengambil dan pergi ke luar
"ini mas."
"Nah gitu dong bu, besok-besok jangan sampai telat. mang Ujang tidak pernah telat kalau bayar." Deni langsung pergi, wanita paruh baya itu langsung terduduk lemas di kursi. pak Toyo datang menanyakannya uangnya tadi yang diambil oleh istrinya. sayang sang istri hanya menatapnya datar tanpa menjawab pertanyaan.
"Bapak tidak tau, kenapa istri bapak seperti itu. baru saja ada bank keliling nagih utang."
kedua pasang suami istri menatap ke arah suara, ternyata bu Marta musuh bebuyutan bu ayu.
mata tajam bu ayu menatap ke arah bu Marta, seperti mata elang yang mengincar mangsanya. bu Marta senang akhirnya sifat asli bu ayu akan keluar tidak seperti dulu yang pura-pura sok manis.
"bank keliling?"
"iya kenapa? karena kamu tidak pernah memberiku uang sekarang demi kelangsungan hidup aku berjualan."
"Tidak apa-apa asal kamu jangan menyusahkan ku untuk membantumu membayar utang bank keliling. karena kamu ambil hitung itu kamu tidak memberi tau aku."
Bu ayu sangat kesal dengan jawaban suaminya, dia mengusir suaminya dari kontrakan.
"Dasar parasit, maunya menumpang hidup saja. Tidak berguna, lelaki tidak bertanggung jawab!!" seru bu ayu dengan muka yang sangat merah. Dia meluapkan kekesalannya.
"aku akan tunjukkan bahwa aku akan berhasil tanpa kamu, dan lihat saja kalau aku jadi orang kaya akan ku jadikan kau pembantuku." pak toyo mengemasi barang-barang nya. si kembar dan Nita melihat pertengkaran ke dua orang tuanya. Mereka berharap kedua orang tuanya bisa hidup rukun. anak-anak pak Toyo menginginkan keluarganya utuh.
"ayah harap kalian tumbuh menjadi anak yang pintar bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. ayah berdoa agar sifat mamanya tidak kalian ikuti." semua anak-anak pak Toyo menangis melihat kepergian ayahnya.
Bu ayu hanya menatap dengan senyuman sinis ke arah pria yang membawa tas itu, dia melirik bu marta masih di depan kontrakannya melihat pertengkaran mereka tadi. Bu ayu menarik nafas panjang dan membuangnya.
"perlu bumbu-bumbu sandiwara, agar perempuan itu percaya aku benar-benar berubah." batin bu ayu.
(hallo kakak, terimakasih sudah mampir silahkan tinggalkan like bila suka dan komentar yang membangun terimakasih🙏😊)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments