Tok...Tok...tok..
"wi...dewi..ini udah siang kok belum bangun."
Bu ayu menatap jam tangan menunjukan pukul dua belas siang.
"kemana Dewi, udah siang kok enggak bangun-bangun. apa pergi..? kalau pergi biasanya anak-anak di titipin."
Bu ayu terus saja menggedor pintu kontrakan Anaknya itu tapi sudah hampir setengah jam tidak ada balasan akhirnya dia menyerah.
"Nita..kamu tau kemana mbakmu pergi? mama sudah setengah jam di depan pintunya tapi tidak ada orang."
Nita memutar malas kedua bola matanya.
"aduh mama, mana Nita tau. emang Nita baby sisternya yang harus mantau dua puluh empat jam."
"Bukan begitu, masalahnya mama mau minta uang ke Bayu buat kondangan. semalam dia lembur kerja pasti banyak uang."
"serius ma, wah kalau begitu aku juga mau minta uang ah.. aduh sakit tau ma."
Tiba-tiba telinga Nita di jewer.
"kalau uang aja, langsung deh semangat kayak gitu. udah sana ketuk lagi pintu rumah Dewi, siapa tau sudah bangun."
"iya..."
"jangan iya-iya melulu. udah sana buru."
"iya mama.." dengan sangat malas nita mengangkat badan gendutnya pergi ke rumah dewi.
"mbak..mbak Dewi, bangun mbak."
tok...tok...tok...
pintu kontrakan Dewi di ketok begitu keras.
"siapa sih yang beringsik dari tadi." bu marta yang asik nonton TV langsung keluar dan melihat.
"ooo...ternyata si gendut, bringsik amat."
"Tunggu ngomong apa kamu barusan." Nita menahan langkah bu Marta saat akan masuk kembali ke rumahnya.
"saya bilang si gendut."
"ibu..jaga ucapan ibu ya, jangan ngomong sembarang. ngatain saya gendut."
wanita dengan rambut pendek itu menaikan kedua alisnya, menatap Nita dari bawah hingga ke ujung rambut begitu terus berulang-ulang.
"maaf ya mbak, apa mata saya yang kabur. lihat mbak ini gendut,sepertinya saya harus beli kacamata agar terlihat jelas pandangan saya." goda bu marta sambil mengucek kedua matanya.
Nita menghentakkan kedua kakinya kemudian pergi dari rumah Dewi.
"hahahaha, mata saya kabur...yakin situ langsing hahahaha." bu marta tertawa geli.
"ada apa bu marta tertawa bahagia gitu, habis dapat arisan ya.."
"Bu Yati bikin kaget saja, untung saya tidak jantungan."
"ini bu mata saya kabur hahahahah.."
"hah...mata bu Marta kabur ke mana, astaga...ayo kita cari bu. nanti ibu tidak bisa lihat."
kedua mata bu marta membulat sempura.
"kabur..bu maksudnya kabur tidak jelas penglihatannya. bukan kabur pergi. haduh..."
"ngomong dong bu dari tadi jadikan saya tidak salah sangka hehehehe."
bu Marta hanya bisa menepuk jidatnya sendiri melihat kelakuan tentangganya itu.
****
Bruk..
pintu rumah kontrakan bu dayu di banting begitu kuat.
"Nita kalau tutup pintu pelan-pelan jangan di banting seperti itu. bisa-bisa rusak pintu rumah orang. nanti kita di suruh ganti."
"iya.." dengan sangat malas, Nita merebahkan tubuhnya yang gendut di depan Tv.
"gimana..mbakmu sudah bangun belum..?"
" ya ampun ma, aku sudah ketok-ketok pintu tapi tidak di bukain pintu. malah ada si kunti yang datang."
"astaga...apa sudah pergi kuntinya, mama jadi takut mau ke rumah dewi kalau ada setan."
Nita menghembuskan nafas kasar.
"maksud nita kunti itu, ibu-ibu yang rambutnya pendek, tinggal sebelah kontrakan mbak dewi."
Bu ayu diam dan berfikir seperti sedang mengingat ingat.
"o...maksud kamu bu marta..?"
"nah..iya itu namanya."
Bu ayu menaikan ke dua alisnya.
"kok kunti..?"
"habisnya dia selalu ikut campur dalam urusan orang. masa nita di bilang gendut."
sepontan bu ayu tertawa lepas sampai memegang perutnya yang sakit.
"kenapa mama tertawa, ada yang salah..?"
"jelas ada.. lihat badanmu. benar apa yang di katakan bu marta kamu gendut. kenapa kamu marah, kalau memang badanmu gendut."
" mama bikin mood ku jadi berubah tidak enak."
Bu ayu meninggalkan Nita yang masih marah, dia berjalan kembali ke rumah Dewi, berharap anaknya ada di dalam rumah.
"Dewi...dewi...!!!"
Di sebelah, bu marta dan bu yati memperhatikan Bu ayu yang terus menggedor-gedor pintu.
"kemana sih ni anak, di telpon aja Hpnya enggak aktif."
"cari siapa bu..?" sahut bu marta.
"cari anak saya lah, masa cari mang ujang."
"Biasa aja bu jawabnya, jangan marah-marah gitu. ibu bongkar rumahnya tetep saja enggak akan bisa ketemu dengan mbak dewi."
"apa maksudmu."
"katanya orang tuanya, masa anak pergi enggak tau hahahaha."
"pergi..? pergi kemana..?"
"subuh tadi pergi bawa koper besar-besar sama suami dan anaknya."
"kurang *ja* kemana mereka, beraninya pergi tidak bilang sama saya."
"kalau ibu di anggap orang tuanya pasti mereka pamitan saat pergi, malah pamitan sama saya yang bukan siapa-siapa."
Bu marta sengaja memancing amarah bu ayu.
"huss, jangan ngomong gitu, kasihan bu ayu." seru bu yati sambil menyenggol lengan temannya itu.
muka bu ayu sudah merah seperti tomat rebus, menahan amarah.
"lihat ya, akan saya buktikan bahwa saya orang tua terbaik bukan seperti yang kalian fikirkan."
"yakin ibu bisa pegang omongan ibu. kalau saya bilang ke mas bayu apa yang ibu dan anak gendut ibu lakukan kepada dua bocah kecil itu gimana...? apa yakin ibu masih di anggap sebagai orang tua yang baik."
"kamu..!! awas saja kamu sampai ngomong macem-macem. kamu berurusan dengan saya."
"situ yakin oke." ledek bu marta.
"oh..jangan-jangan kamu yang mengadu ke pak Hadi masalah tempo malam itu."
"kalau iya kenapa..?, semenjak kamu dan keluargamu pindah di sini. kontrakan di sini jadi beringsik."
"Benar banget, jangan beringsik dong bu ayu, kita jadi terganggu." tanpa sengaja bu yati berbicara dan langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya.
"oke mulai sekarang, aku akan mengibarkan bendera perang pada kalian berdua."
"bendera perang..? emang ini masa penjajahan hahahaha.."
"kalian..!!" Bu ayu menghentakkan kedua kakinya dan pergi.
"hahahaha katanya mau mengibarkan bendera perang, eh..malah dia yang udah pergi dulu hahaha.."
"perang..? siapa yang mau perang bu." suara dengan nada bariton dan tak asing. siapa lagi kalau bukan pak Hadi.
" eh..ada pak Hadi, ini pak kami sedang melihat drakor, iya kan bu yati." sambil memberi kode ke arah temannya itu.
"i..iya pak, kami nonton drakor hehehehe, biasalah pak. emak-emak sukanya drakor yang dramatis gitu hehehe." dusta bu yati.
"ya sudah kalau gitu, jangan sampai ada keributan di kontrakan ini masalah nonton drakor. kalau saya denger ada keributan di kontrakan ini. saya naikan kontrakan ini jadi dua kali lipat."
mata kedua wanita itu membulat sempurna.
"naik uang kontrakan..?" keduanya saling berpandangan satu sama lain.
"tidak pak, tidak akan."
"hem..gimana mau bales mereka berdua, kalau sampai kedengaran pak Hadi bisa berabe uang kontrakan" gumam bu ayu yang dari tadi menguping pembicaraan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments