Section 16. Mari Kita Pulang

Mereka semua mendadak terdiam karena mendengar riuh dari atas langit, tepat dari arah barat sekolah. Spontan mereka melihat ke arah sana. Sebuah benda besar menutupi matahari yang nyaris terbenam. Ini bak yang berada di film-film dimana setitik harapan yang dinanti telah tiba untuk menjemput mereka. Binar senang tak bisa mereka lepas dari manik-manik penuh harap tersebut.

Demi melihat pahlawan yang akan menyelamatkan mereka, spontan mereka melambaikan tangan ke arah helikopter sembari meneriakkan banyak kata. Beberapa bahkan menaiki susunan kursi dan meja agar bisa menarik perhatian orang-orang yang berada di helikopter tersebut. "Kemari ! Kemari ! Kami disini !" Sena berteriak sembari melompat-lompat di atas meja yang ia naiki.

"Hey, Kami masih hidup ! Cepat jemput kemari !" Alena ikut menyahut memanggil. Nada suaranya setengah putus asa, setengah berisi pengharapan yang pernah sirna.

Erden menaiki pundak Juno, kemudian melambai-lambaikan sekop yang ia gunakan. "Kami ada disini ! Cepatlah kemari helikopter !!!" serunya dengan penuh semangat. Matanya terlihat berkaca-kaca, pada akhirnya mereka bisa selamat dari mimpi buruk ini.

Hanya Kaira dan Cathleen yang tidak ikut berteriak seperti teman-temannya. Mereka terdiam kala menyadari bahwa ada jaring besar berwarna gelap yang dibawa helikopter tersebut. "Kate, bukankah ini terlalu aneh bila melihat helikopter itu membawa jaring begitu ?" Kaira bertanya penuh kecurigaan. Matanya memandang was-was dengan perasaan buruk yang menyelimuti.

"Bahkan itu sangat aneh Kai. Untuk apa mereka membawa jaring besar begitu. Masa kita mau diangkut pakai jaring itu, idih aneh-aneh saja mereka" Cathleen berkomentar dengan nada sinis.

Kaira makin menyipitkan matanya kala melihat ada sesuatu yang bergerak liar di dalam jaring hitam tersebut. "Kate, aku nggak salah liat kan ? Itu bukannya kayak ada yang menendang atau memukul jaring itu kan ?"

Cathleen memperhatikan ke arah yang Kaira tunjuk. Di terkejut kala melihat ada banyak tangan-tangan berdarah yang keluar dari atas jaring tersebut. "Kaira ! Lihat ke atas jaring itu !" serunya panik.

Kaira membelalakkan matanya. Jantungnya berpacu dengan cepat, emosinya yang sempat terendam kembali bangkit. "Bajingan, ini jebakan ! Jangan panggil mereka kesini !" serunya kepada teman-temannya. "Ini jebakan ! Mereka ingin membunuh kita semua ! Cepat ambil senjata kalian !" teriaknya dengan panik.

"Hah kenapa-"

Terlambat.

Helikopter tersebut tepat berada diatas mereka. Angin kencang yang berhembus membuat mereka kesusahan membuka manik mereka. Bertepatan dengan itu jaring itu dilepas dan membiarkan muatan yang ada di dalamnya lepas ke rooftop disana. Semua orang menahan nafas kala melihat isi muatan itu adalah warga dari kota yang sudah terinfeksi. Selepas helikopter itu melepas kawanan zombie di rooftop Alstrahera, benda itu pergi meninggalkan orang-orang yang buru-buru mengambil senjata mereka masing-masing.

"Brengsek ! Sialan ! Akan kubalas orang-orang di helikopter itu !" Sena mengumpat kesal. Dia cepat-cepat memasang sarung tinju kembalinya. Gadis Khalila memang ingin meninju para zombie itu, tapi tidak dengan situasi ini.

"Bareng pokoknya Sena ! Kalo kita ketemu sama mereka, buang aja mereka ke kumpulan zombie gini ! Biar ngerasain rasanya jadi kita !" Alena turut berujar kesal. Dia memegang erat tongkat andalannya.

Mereka bersembilan menatap ngeri pada kumpulan zombie yang mulai menyerang. Tak ada pilihan selain melawan dan berusaha sekuat mungkin bertahan hidup saat ini. Sena memilih area bertarung yang dekat dengan dinding pembatas rooftop yang setinggi pundaknya (Sena memiliki tinggi yang lebih kecil dari teman sebayanya). Ini akan menjadi lebih mudah karena dia bisa langsung melempar para zombie itu agar terjun ke lantai dasar. Satu tinjuan diberikan kepada zombie yang berada di dekatnya, memukul mundur zombie itu. Detik berikutnya tubuhnya meliuk menghindar kala sosok zombie itu kembali menyerangnya. Zombie itu berakhir jatuh dari rooftop dan Sena bisa menghembuskan nafas lega karena sempat menghindar tadi. Dia kembali berfokus meninju para zombie itu menuju dinding pembatas kemudian melepas tinju tepat di kepalanya, membiarkan zombie itu terjun jatuh dari lantai atas.

Alena yang terpisah dari Sena memukul ke kanan dan ke kiri. Dia disudutkan oleh para zombie yang ada disana. Satu dua kali dia harus memukul kuat sampai para zombie itu terjatuh. Tak sempat untuk menghancurkan kepala mereka, jadilah gadis Guinevere memutuskan untuk menjatuhkan mereka saja dari rooftop dengan pembatas yang tak terlalu tinggi itu. Kakinya menendang mundur zombie yang mengganas, kemudian mengayunkan tongkatnya untuk menghancurkan kepala si zombie. Tubuhnya berputar dengan tongkatnya yang diayunkan dan diarahkan ke kepala para zombie tersebut. Nafasnya terengah-engah setelah menghabisi banyak zombie yang menyerang dirinya.

Alena memacu kakinya menuju susunan huruf S.O.S yang tadi mereka buat, kemudian menggunakannya sebagai tumpuan untuk melompat ke arah sosok zombie yang ingin menyerang Sena. Alena langsung memukul tepat ke arah kepala zombie itu hingga si Zombie jatuh dari rooftop. Sena tersentak kaget karena melihat temannya yang datang menyelamatkannya dari serangan zombie.

"Thanks" ujarnya singkat. Tak ada percakapan lanjutan, lebih tepatnya tak sempat. Di hadapan mereka masih ada banyak zombie yang datang menyerang. Sena mencengkram lengan si zombie kemudian melemparkan dengan sekuat tenaga tubuh si mayat hidup hingga jatuh terjun bebas dari atas. Sebagai anak sispala, Sena sudah dilatih agar memiliki stamina dan tenaga yang kuat. Tak begitu sulit baginya menghabisi para mayat hidup tersebut.

Alena mengadu punggung dengan Sena. Tangganya tak henti memukul kepala para zombie dengan tongkat softballnya. "Jangan lengah ! Posisinya begini aja biar kita gampang saling melindungi !" perintah Alena. Sena mengangguk menyetujui dan keduanya berakhir melawan para zombie dengan punggung yang saling beradu.

Naomi, Teresa, Erden, dan Juno terjebak di sudut lain. Juno mencoba menyerang dengan sekop di tangannya dibantu dengan Erden yang memukul mereka dengan raket tadinya dipegang oleh Naomi. Teresa memeluk Naomi berusaha melindungi muridnya itu dari serangan para zombie. Guru cantik itu tak bisa membantu banyak (bukan ranahnya dalam melakukan perlawanan), hanya sesekali melakukan perlawanan karena keadaan yang mendesak dirinya.

Di sisi lain ada Carlos, Cathleen, dan Kaira yang keadaannya tak beda jauh dengan teman-teman survival mereka. Kaira tak henti-hentinya menusuk kepala para zombie dengan tongkat yang telah dipakainya sejak hari pertama virus ini menyebar. Dia melakukan hal itu diiringi sumpah serapah kepada orang-orang yang seenaknya membuang mayat hidup ini kepada mereka. Di sampingnya Cathleen membantu dengan payung yang terkadang menjadi perisai terkadang juga menjadi sarana Cathleen untuk memukul kepala para zombie itu. Kendati Cathleen cukup dilanda kekhawatiran karena payung itu tak sebagus dulu. Beberapa bagian terlihat sudah mulai rusak.

Carlos memang hanyalah seorang guru yang mengajar di Alstrahera, tapi tak menutup fakta bahwa kakak kandung Cathleen itu menyandang sabuk hitam taekwondo. Jadilah, pemuda Joselyn itu melawan para zombie dengan tangan kosong. Kakinya menendang satu zombie yang datang mendekat. Sementara, tangannya langsung mencengkram lengan sang zombie kemudian membantingnya ke tanah. Dia bergerak cepat mematahkan leher si zombie dan membiarkan tubuh si mayat hidup jatuh tergeletak di lantai rooftop. Beberapa kali dia mengerahkan tenaganya untuk melempar 2 zombie sekaligus, agar mereka jatuh dari atas rooftop. Keadaan semakin mendesaknya untuk melakukan cara singkat agar mereka terselamatkan.

Si pemuda Joselyn menatap nanar ke arah anak murid dan temannya yang semakin didesak karena jumlah para zombie yang tidak ada habisnya. Mereka nyaris bertarung setengah jam lamanya dan para zombie itu seperti tidak ada habisnya. Matahari bahkan sudah terbenam dan digantikan dengan sang bulan yang menjadi penerangan mereka. Carlos menggigit bibir resah melihat mereka yang masih bertarung dengan para zombie mulai kelelahan dan kehabisan tenaga. Jika begini terus, dipastikan mereka tidak akan bisa selamat. Tanpa pikir panjang, dengan cepat Carlos mengambil keputusan besar dalam hidupnya.

Dia berlari menembus kerumunan zombie meninggalkan Cathleen dan Kaira yang masih bertarung dari serangan para zombie. "Kamu mau ngapain ?!" Cathleen berteriak panik melihat aksi nekat sang kakak.

Carlos menulikan telinganya. Dia memanjat naik ke pembatas dinding rooftop yang jauh dari jangkauan anak murid serta Teresa, kemudian berdiri disana dengan tangan yang terkepal erat. "KATE MARI KITA PULANG KE RUMAH SEKARANG !" teriaknya dengan keras yang memancing para zombie berlari ke arahnya.

"Kau gila !" Cathleen berseru berusaha beranjak dari kursi rodanya. namun Kaira menahan sang sahabat. Gadis Helda memandang was-was dengan pemikiran kusut, bertanya-tanya apa aksi nekat yang akan dilakukan gurunya itu.

Carlos menatap sendu sang adik kemudian tersenyum kecil. "Kate sampai jumpa di rumah..." ujarnya sebelum menjatuhkan diri dari atas rooftop.

"JANGAN SIALAN !" Cathleen berteriak panik. Maniknya berkaca-kaca melihat kakaknya yang mengorbankan diri demi mereka.

Beberapa zombie ikut melompat mengikuti langkah Carlos dan beberapa masih berdiam di sana. Di saat itulah kesempatan bagi Kaira, Sena, Alena, Erden, dan Juno untuk memberikan serangan terakhir. Mereka menghabisi para zombie yang tersisa. Total membersihkan para zombie dari area rooftop.

Tiada lagi zombie yang menyerang mereka. Rooftop hanya menyisakan keheningan dan duka yang mendalam. Keheningan mereka pecah kala suara guntur bergemuruh diatas langit. Tak lama, hujan turun membasahi mereka serta tubuh para mayat hidup yang masih bergelimpangan.

Cathleen menunduk dalam dengan tangan yang mengepal erat. Dia tidak bersuara bahkan tak bergerak sedikitpun dari tempatnya. Teresa mendatanginya kemudian memeluk erat anak muridnya itu. "Jangan ditahan, keluarkanlah apa yang kamu tahan" kata Teresa sembari mengelus kepala Cathleen. Ia membiarkan Cathleen terisak keras di pundaknya, kemudian berteriak pilu karena kehilangan yang gadis Joselyn rasakan. Beberapa orang disana memalingkan muka mendengarkan hal tersebut. Mereka seolah bisa merasakan bagaimana rasa sakit yang dirasakan Cathleen. Alena dan Sena yang mengepalkan tangan erat diam-diam menangis melihat betapa kacaunya sahabat mereka itu.

Kaira gadis itu menatap dengan pandangan kosong ke arah sahabatnya yang masih terisak pilu. Tangannya memegang erat tongkat yang ia selama ini menjadi alat perlawanannya. Dia menengadahkan kepalanya membiarkan air hujan membasahi wajah yang ternodai oleh bercak darah. Beriringan dengan air hujan yang jatuh menuruni wajahnya, air matanya pun ikut turun. Tangisannya tersamarkan oleh air hujan yang membasahi raga mereka. Dalam diam menyalahkan dirinya atas semua rencana yang dia buat. Bila saja dia lebih berhati-hati seperti yang dikatakan Naomi di malam sebelumnya, tragedi ini tidak akan pernah terjadi. Dia menyia-nyiakan kesempatan yang ada dan menghancurkan semuanya.

Memang benar penyesalan selalu datang terakhir.

-Kkeut

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!