Section 08. Kekhawatiran

Erden -si siswa berkacamata- dan Lee Juno -si siswa urakan- membantu kakak daripada Cathleen untuk mendorong lemari guna menahan pintu besi lab komputer. Suara gaduh diluar sana membuat mereka sedikit was-was bila pintu tersebut akan jebol. Sebagai tindak pencegahan, kakak Cathleen mendorong sebuah lemari besi untuk menghalangi pintu. Setelah urusannya selesai, kakak Cathleen membalikkan badannya dan berjalan mendekati adiknya yang berada tak jauh dari pintu.

Cathleen memandang kesal ke arah kakaknya yang datang mendekat. Ada begitu banyak emosi yang bercampur aduk menyeruak serta menyelimuti hatinya. Si kakak berlutut di hadapannya kemudian memegang lembut tangan yang teremat pelan itu. Dia menyadari bagaimana adiknya yang pasti marah besar padanya. tergambar jelas dengan kedua tangan yang mengepal di atas lututnya. "Hey, kamu baik-baik saja kan ? Tidak terluka ?" tanyanya dengan nada lembut.

"Kamu bisa lihat sendiri kan, matamu tidak punya gangguan apapun seingatku. Aku baik dan masih bisa duduk di hadapanmu, lengkap tak kurang satupun" Cathleen berujar ketus. "Mana hpmu ? Aku terus menelpon tapi tidak ada balasan apapun."

Carlos Joselyn meringis pelan, "maafkan aku. Hpku hilang saat pertama kali berusaha melarikan diri. Terjatuh kemungkinan besar. Meski aku tidak tahu persis dimana hpku terjatuh tadi. Aku tidak bermaksud mengabaikan teleponmu okay, jangan marah" bujuknya dengan nada lembut.

Cathleen menghembuskan nafas panjang, kalau begini dia tidak bisa marah pada sang kakak. Toh, semua tidak disengaja. Kakaknya bukannya bermaksud mengabaikan panggilannya. Semua akibat ponselnya yang menghilang entah dimana. Setidaknya dia perlu bersyukur saat ini, sang kakak dalam keadaan baik-baik saja. Angin segar kelegaan seakan merasuki diri Cathleen Joselyn saat itu.

Mereka larut satu sama lain dalam suasana haru, namun semua rusak karena si gadis pengacau secara mendadak menginterupsi. "Permisi, maaf tidak bermaksud merusak suasana haru biru antara kalian berdua, tapi ini urgent sekali. Adakah kamar mandi disini ? Aku benar-benar tidak bisa menahan diri saat ini" Kaira memegang perutnya yang bergejolak sedari tadi. Dia sudah mencapai batasannya menahan semua rasa yang ingin keluar tersebut.

Alena dan Sena nyaris menendang kaki Kaira. Tapi mereka tahan, sebab menyadari ada orang lain yang berada di ruangan itu. Akan memalukan, jika mereka melakukan tindak penyiksaan pada manusia tidak tahu malu dan tidak tahu diri, yang bernama Kaira Helda itu. Meski dongkol rasanya bila tidak melakukan hal itu.

Teresa menahan tawanya melihat tingkah muridnya yang ajaib itu. "Ada disana nak, kamu bisa memakainya" katanya sembari menunjuk kamar mandi yang kebetulan ada di lab komputer itu. Kamar mandi yang berada di ruangan pribadi milik kepala teknisi komputer.

Kaira mengatakan terima kasih, sebelum berlari menuju ruang pribadi si kepala teknisi demi menuntaskan hajatnya yang tertahan. Teman-temannya hanya bisa meringis malu melihat kelakuan Kaira. Memalingkan wajah mereka lakukan secara bersamaan dengan ringisan pelan yang mengiringi. Dalam hati mereka mempertanyakan kenapa bisa bertahan untuk berteman dengan Kaira. Gadis itu benar-benar sudah putus urat malunya.

Juno dan Erden datang mendekat ke arah Alena dan Sena, kemudian memberikan sebotol air kepada masing-masing dari mereka. Kebetulan kepala teknisi komputer memiliki sedus stock air dalam kemasan botol, yang ia simpan di ruangan ini. "Woah, kalian keren sekali. Sampai berdarah-darah gini bajunya ! Pasti seru sekali ya ngelawan zombie diluar sana" puji Juno. Dia kagum kepada keempat kakak kelasnya tersebut yang bisa bertahan dan sampai dengan selamat di lab tersebut. Seperti di film-film yang digemari pemuda itu.

Kedua sejoli Khalila dan Guinevere sama-sama meringis pelan mendengar hal itu. Andai saja adik kelas mereka tahu, bahwa diluar sana tidak seseru yang dibayangkan. Jika bukan karena nekat dan keadaan yang memaksa, mereka tidak akan mempertaruhkan hidup melawan para zombie. "Tidak seseru itu sih sebenarnya. Tapi, terima kasih untuk pujianmu" Alena berujar dengan nada canggung. Si gadis Guinevere itu mengusap wajahnya yang dipenuhi darah dengan tisu basah yang diberikan Sena.

Jadi, teringat saat pertama kali bertemu Cathleen dan Kaira. Mereka berdua pun hadir dengan keadaan bersimbah darah. Seperti ini toh yang mereka alami. Alena dan Sena tak bisa membayangkan jika jadi mereka berdua yang lebih dulu bertarung dengan para zombie. Tindakan Alena di awal pelarian mereka tak bisa dihitung masuk, karena gadis itu sekedar melakukan tindakan cepat agar zombie yang menghalangi langkah mereka tersingkirkan.

Tanpa pengetahuan apapun dan hanya bermodalkan nekat saja. Tapi, sepertinya dewi fortuna memberkati mereka. Kenyataannya mereka berhasil selamat dan masih bersama saat ini. Kabar baiknya, ada 2 guru mereka yang hadir menemani. Setidaknya tak ada kekhawatiran untuk sementara waktu ini.

Kaira bergabung setelahnya, dia menunjukkan wajah yang begitu lega selepas menyelesaikan urusan pribadinya. Mengusap sekitaran bibir yang basah kemudian memberikan cengiran lebar pada teman-temannya yang menatap sinis ke arahnya. Teresa hadir mendekat dan memberikan roti kepada keempat muridnya yang baru bergabung itu. Kumpulan roti yang dia dapatkan dari rak penyimpanan teknisi. Kepala teknisi di sekolah ini benar-benar menyetok kebutuhan pangannya. Wajar sih, karena memang dia jarang keluar dari ruangannya karena kesibukan dari tanggung jawabnya.

"Makanlah, kalian pasti belum sarapan kan ?" Teresa bertanya dengan lembut. Wanita itu memberikan masing-masing anak muridnya 1 buah roti berukuran sedang dengan selai coklat.

Keempatnya mengangguk dan mengucapkan terima kasih kepada gurunya tersebut. Kaira yang memang kebetulan sangat lapar melahap rakus roti tersebut. Uh, dia butuh tenaga baru setelah berkejar-kejaran dengan para makhluk busuk diluar sana. Memang tidak cukup untuk mengisi perutnya sampai penuh, setidaknya roti itu bisa mengganjal rasa lapar yang menyerang.

Erden yang melihat kakak kelasnya sudah selesai makan, langsung mengemukakan rasa penasarannya yang tertahan sejenak. Sedari tadi siswa asal mongolia itu menyimpan banyak pertanyaan kepada kakak kelasnya. "Aku mau izin bertanya kepada senior sekalian. Apakah boleh ?"

"Bila bukan menyangkut privasi, bukan masalah bagi kami" Sena menjawab.

Erden memperbaiki letak kacamatanya kemudian memandang keempat seniornya itu dengan binar penuh tanya. "Bagaimana kalian bisa bertahan diluar sana ?"

"Awalnya kami semua bersembunyi di ruang seni. Tapi, kami menyadari tak bisa berlama-lama diam di sana, jadilah kami kabur kemari" Alena berinisiatif menceritakan kejadian yang mereka alami baru-baru ini.

"Hanya berbekal gitar dan payung ?" Erden bertanya sembari menunjuk ke arah 2 gitar yang nyaris patah dan berlumuran darah itu.

Sena mengangguk. "Hanya itu yang bisa kami temukan sebagai senjata. Setidaknya kami masih memiliki sesuatu untuk melawan para zombie itu."

Juno ternganga mendengar itu. "Wah senior kalian benar-benar keren sekali ! Kalau aku jadi kalian, aku pasti sudah mati duluan diluar sana."

Keempat sekawan D-CAISA itu hanya bisa meringis pelan. "Kami hanya kebetulan bernasib baik bisa selamat sampai kemari" Cathleen memberikan tanggapannya setelah berdiam cukup lama.

Kaira yang mendengar itu memandang tak terima. "Hey, bagaimana dengan rencana yang kubuat ? Tanpa itu kita tidak bisa kemari tau !"

Cathleen memandang sinis ke arah temannya. Tangannya terangkat kemudian menepuk-nepuk dengan kuat kepala Kaira. "Baiklah. Terima. Kasih. Kaira. Rencanamu. Hampir. Membunuhku. Ngomong. Ngomong." Cathleen berkata dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya. Ada senyum paksa yang terukir di wajahnya.

"Aduh ! Kalian ini kenapa sih suka sekali memukul kepalaku ?!" Kaira meringis kesakitan sembari mengusap-usap kepalanya. "Pantas saja aku sering melupakan hal-hal penting. Bahkan yang terjadi sebelum peristiwa hari ini. Aish, kalian menyebalkan" ujarnya sebelum beranjak pergi dari sana. Dia duduk di salah satu bangku dengan sebuah pc di hadapannya. Tangannya mengotak atik pc itu kemudian berfokus pada apa yang dilihatnya disana. Sepertinya sedang memainkan sebuah game, kira teman-temannya demikian.

Adik kelasnya hanya bisa meringis melihat tingkah laku seniornya itu. Sedetik mereka terlihat begitu mengagumkan. Dan detik berikutnya mereka menghancurkan image itu. Ya bagaimanapun mereka berempat hanya remaja biasa pada umumnya. Suka bercanda dan mengerjai satu sama lain. Toh, itu bisa menjadi pertanda hubungan mereka kuat satu sama lain.

"Ngomong-ngomong sejak kapan kalian berada disini ?" Alena bertanya.

"Aku dan Mr. Joselyn kemarin siang kemari. Tepat setelah wabah itu mulai menyebar ke penjuru sekolah. Erden sudah berada disini sejak pagi karena sedang mengurus data kepindahannya. Naomi, senior Belva, dan Miss Teresa baru hadir ketika sore menjelang" Juno menjelaskan.

"Pasti mengerikan harus melihat satu persatu penghuni sekolah terinfeksi" Sena meringis ngeri. Dia teringat kala pertama kali melihat wabah ini mulai menyebar. Mimpi buruk yang ingin Sena hapus dari perpustakaan memorinya.

Para juniornya hanya mengangguk lesu. Tentu saja mereka tidak mengharapkan harus melihat pemandangan mayat hidup dan darah dimana-mana. Semua terasa seperti mimpi buruk, namun kenyataannya inilah realita yang mereka hadapi.

"Kira-kira bagaimana ya dengan seisi sekolah saat ini ? Apakah masih ada yang selamat ?" Erden bertanya dengan nada pelan.

Cathleen menghela nafas panjang, "sayangnya kami pun tidak tau. Sepanjang kami menuju kemari hanya mayat hidup itu yang kami temui. Tidak ada manusia selamat yang kami lihat selain kalian berenam" lirihnya pelan.

Kenyataan pahit yang total menampar mereka semua. Apakah memang hanya mereka yang berhasil menyelamatkan diri ? Tidak ada yang bisa memberikan jawaban pasti.

-Kkeut

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!