Section 10. Kisruh Yang Meluas

Erden hendak menarik kembali drone itu ke lab komputer, namun terhenti kala Belva mencengkram kuat tangannya. Kemudian dengan seenak jidat mengarahkan drone itu ke arah luar sekolah. Erden meringis pelan karena tangannya masih dicengkram kuat. Memang tenaga anak taekwondo tiada banding.

"Hey ! Kamu ngapain ?! Lepasin Erden !" Juno yang melihat itu berseru tak terima.

"Diam kamu ! Aku ingin melihat bagaimana keadaan di luar ! Kenapa bantuan lama sekali sampai kemari. Kalian juga pasti penasaran kan ? Jadi lebih baik diam saja, jangan banyak protes" katanya penuh arogansi.

Tak menampik apa yang dikatakan Belva memang benar adanya. Tapi, mereka tak menyukai perbuatan Belva yang masih mencengkram erat tangan Erden dan memaksa mengarahkannya untuk menggerakkan drone tersebut. Kaira yang terlanjur kesal menarik kasar tangan Belva dari sana kemudian menghempaskannya dengan sekuat tenaga, membuat Belva memandang tajam Kaira. Dan Kaira membalas dengan tatapan tak kalah menantang.

Dia pikir Kaira takut ? Oh tidak sama sekali, tidak sepeser pun bahkan.

"Apa-apaan kau !" Belva berteriak tak terima.

"Kau menyakiti dia dan aku tak bisa diam melihatnya. Jika, kau ingin drone itu melihat keadaan di luar sekolah, cukup beritahu Erden tidak perlu sampai mencengkram tangannya" Kaira berkata dengan nada dingin.

"Kau !" Belva mengacungkan jarinya ke arah Kaira.

"Apa ?!" Kaira balas berteriak menantang.

"Kalian jangan bertengkar !" Teresa berseru menengahi. "Belva, benar yang dikatakan Kaira, kau seharusnya tak melakukan hal itu ! Dan Kaira jangan ikut terbawa emosi ! Sudah hentikan perdebatan kalian berdua, lebih baik kita melihat keadaan di luar. Erden arahkan drone ke luar sekolah" titahnya kepada ketiga muridnya itu.

Erden langsung mengarahkan drone tersebut ke arah luar gerbang sekolah. Meski pergelangan tangannya terasa sakit karena dicengkram tadi, namun dia berusaha sebaik mungkin menahannya. Belva terlalu erat mencengkramnya, bahkan pergelangan tangan itu sampai memerah dibuatnya.

Mereka yang menatap layar pc dibuat terdiam kala kamera mengarah ke arah kerumunan di luar sana yang sedang berdemo. Tak jauh juga ada barikade polisi serta tentara yang berjaga di depan gerbang sekolah, yang telah dipenuhi zombie. Para makhluk busuk itu meraung-raung ke arah para demonstran. Seakan predator yang tengah mengincar mangsanya.

"Tunggu ! Itu sepertinya, para orang tua murid yang sedang berdemonstrasi !" Sena berseru dengan nada penuh keterkejutan.

Berarti selama ini mereka memang sedang menunggu diluar. Tapi, para polisi dan tentara itu memblokir jalan masuk kemari. Sialan, kenapa mereka hanya diam dan menghalangi kerumunan itu. Bukannya membantu mereka yang mati-matian bertahan hidup di dalam sekolah penuh zombie. Total Sena kesal dibuatnya. Bukan hanya Sena, namun mereka yang berada di lab komputer pun diselimuti oleh kekesalan.

Selepas melihat pemandangan itu, spontan mereka berlari ke arah jendela yang menghadap langsung ke arah gerbang sekolah. Menggeser sedikit jendela demi mendengar suara bising di luar sana. Riuh para demonstran beradu dengan geraman para zombie di lantai dasar. Sesekali mereka akan berbalik, untuk memantau keadaan dengan lebih jelas melalui layar pc yang masih menampilkan keadaan di luar melalui kamera drone.

Mereka bisa mendengar para demonstran yang berteriak meminta para polisi dan tentara untuk minggir dan memberikan jalan. Keadaan diluar ricuh bukan main. Suasana makin kacau karena para demonstran itu memaksa masuk dengan mendorong paksa barikade para polisi yang masih setia bertahan di posisi mereka. Para zombie yang terhalang gerbang sekolah semakin mengganas mendengar riuh diluar sana. Mereka berusaha mendorong gerbang yang digembok dari dalam tersebut.

Entahlah sampai kapan gerbang itu kuat untuk menahan gerombolan zombie yang mengamuk ganas.

Tak lama berselang ada beberapa helikopter yang datang melintas di atas para demonstran. Ada suara gemerisik pengeras suara dari salah satu helikopter yang terbang diatas sana. Sepertinya mereka akan mengumumkan sesuatu. "Kepada para orang tua dari siswa Alstrahera yang terhormat, kami mohon kepada anda semua untuk tetap tertib. Kami tengah mengupayakan agar dapat menyelamatkan putra putri anda yang masih terjebak di dalam sana. Mohon untuk tetap menjaga agar kondisi tetap kondusif sehingga upaya bantuan dapat dilakukan dengan lancar" perintah seseorang dari dalam helikopter tersebut.

Alena berdecak kesal mendengar itu. "Mereka ini bahkan lebih lemot dan lambat daripada diriku ataupun Kaira saat berlari. Bantuan dari mana ? Kami bahkan sudah 2 hari terjebak disini. Bersyukurlah kami masih bisa hidup, sialan sekali."

Tak ada yang membalas ucapan Alena, meskipun dalam hati mereka membenarkan ucapan gadis tersebut. Hingga, tiba-tiba saja seseorang berceletuk pelan. "Pernahkah terpikir olehmu bahwa mereka memang sengaja melakukan ini ? Sengaja membiarkan kita mati konyol di dalam sekolah. Alibi mereka berkata seolah-olah akan menyelamatkan kita, nyatanya mereka hanya berdiam diri dengan bentuk formalitas beramai-ramai datang kemari" Kaira memangku dagu menyaksikan suasana diluar sana yang makin ricuh.

"Orang sinting yang mengatakan hal yang tidak masuk akal" Belva berujar sinis. "Seperti kau memang tahu segalanya, dasar sok tau !" cecarnya. Kaira hanya mengangkat bahu acuh. Dia sedang malas berdebat saat ini. Meski kenyataannya sudut hati kecilnya tidak terima dikatakan seperti itu. Hey, hanya ketiga temannya yang ia izinkan mencap dirinya sinting. Bukan si anak songong bernama Belva ini.

"Lihat disana !" Juno berseru sembari menunjuk ke suatu arah.

Spontan pandangan mereka beralih ke arah yang ditunjuk juno. Manik mereka menangkap sebuah mobil melaju kencang menuju gerbang sekolah. Menabrak kumpulan zombie itu kemudian melindasnya begitu saja. Tanpa pikir panjang, sang pengemudi menabrakkan mobilnya ke arah gerbang hingga gerbang itu terbuka lebar. Sontak aksinya itu membuat para demonstran, polisi, dan tentara yang tadi bergaduh satu sama lain, segera lari tunggang langgang menghindar.

Pintu gerbang yang terbuka lebar menjadi kesempatan para zombie yang berada di dekat sana untuk kabur dari sekolah. Mereka berlari mengejar orang-orang yang masih berdiam di depan sekolah. Oh tidak, kekacauan semakin besar terjadi saat itu juga.

"Astaga ! Virusnya malah makin menyebar keluar !"

"Sial pengemudi itu bodoh sekali !"

"Oh tuhan, keadaan akan semakin kacau sekarang !"

"Dia membuat kekacauan dengan mengorbankan orang lain ! Sekarang takkan ada yang bisa menyelamatkan kita !"

Beberapa seruan dari mereka yang masih bertahan hidup di lab komputer. Terlalu terkejut melihat apa yang disebabkan si pengemudi ceroboh itu. Jika begini keadaannya, virus itu akan menyebar keluar kota. Bahkan kemungkinan takkan ada tempat bagi mereka untuk berlindung. Rasanya menangis pun saat ini tidak berguna. Mereka seperti kehilangan harapan yang selama ini dicari. Tak ada jalan keluar dari sini. Tak ada yang bisa menyelamatkan mereka. Mereka pikir begitu.

Carlos menghembuskan nafas pelan. "Erden, kau tarik kembali drone tersebut. Mungkin kita akan membutuhkannya nanti" dia memberikan perintah kepada anak muridnya. Erden mengangguk lesu kemudian mengarahkan drone itu kembali ke lab komputer.

Di sisa hari itu, mereka habiskan duduk termenung. Bertanya-tanya dalam risau yang kembali menyelimuti. Bilamana mereka berhasil menyelamatkan diri, kemanakah mereka akan pergi ? Sekarang tak ada lagi tempat bagi mereka untuk berpulang. Di luar sana sudah pasti wabah telah menyebar. Tidak ada kepastian seberapa banyak orang yang selamat di luar sana.

Malam hari menjelang dan kebanyakan dari mereka masih tenggelam dalam keputusasaan. Kaira tidak ikut bergabung dengan mereka. Si Helda lebih memilih menghabiskan waktu duduk dengan jendela yang menampilkan sang rembulan dan teman-temannya, para bintang. Malam yang indah di tengah kekacauan mengerikan di bawah sana. Ironi yang begitu menyedihkan.

Nakamura Naomi, siswi yang sedari tadi hanya berdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata itu, datang mendekat ke arah seniornya yang masih termenung. Mengambil kursi di dekat sana dan menduduki diri, tepat di samping Kaira. Maniknya ikut menatap ke arah pandangan Kaira. Tepat pada sang rembulan.

Dia memulai percakapan di antara keduanya. Bertanya dengan pelan ke seniornya, "bagaimana rasanya diselamatkan 3 kali dari maut yang menghadang ?"

Kaira terdiam sejenak. Namun, tak lama senyum kecil terukir di ranumnya kala memahami maksud pertanyaan adik kelasnya itu. "Lucu sekali mendengar seseorang yang sedari dulu hanya diam menyimak dan mengamati, tiba-tiba menanyakan pertanyaan krusial kepadaku."

Naomi menatap ke arah kakak kelasnya dengan binar teduh. "Yang hanya mengamati pun, juga mempunyai rasa ingin tahu dalam dirinya. Bertanya-tanya dalam benak. Penasaran bagaimana dengan si subjek yang merasakannya secara langsung. Jadi, bagaimana jawabanmu senior Helda ?"

Ada kekeh pelan kala mendengar nama belakangnya disebut. Jarang sekali mendengar hal tersebut, orang lebih familiar dengan nama depannya daripada marga yang tersemat di belakang. "Panggil aku dengan nama saja. Terlalu formal jika kau memanggil nama belakangku, aku bukan tipe orang yang gila hormat seperti Belva. Santai saja denganku" Kaira berujar dan dibalas dengan anggukan pelan. "Dan soal pertanyaanmu itu, aku tidak bisa memberikan jawaban yang pasti. Entahlah terlalu sulit didefinisikan. Aku hanya bisa bersyukur karena faktanya keberuntungan masih berpihak kepadaku" dia mengakhiri kalimatnya dengan cengiran lebar.

Naomi tersenyum kecil. "Kau benar, keberuntungan terlalu menyayangimu dan teman-temanmu itu. Hey, hanya sedikit memberikan saran untukmu kak Kaira. Gunakan dengan baik kesempatan kedua yang hadir. Karena tak ada lagi yang namanya kesempatan ketiga."

Kaira awalnya hanya berdiam mendengarkan itu. Namun, sekali lagi otaknya dapat menghubungkan maksud perkataan sang junior. "Tentu kesempatan yang datang begitu berharga untukku dan teman-temanku."

Naomi mengarahkan sebelah tangannya untuk memegang pundak sang kakak kelas. "Kuharap kau tidak melakukan kesalahan, kecerobohan, ataupun tindakan gegabah nantinya di masa depan. Seperti katamu, kesempatan yang datang begitu berharga. Jangan sia-siakan atau akibat fatal akan menghampiri kalian berempat."

Kaira membalikkan badannya, menatap dalam ke arah ketiga temannya yang sama-sama tertunduk lesu. "Tentu tidak. Aku akan memastikan mereka selamat" ujarnya penuh keyakinan.

Naomi tersenyum lembut, dia bangkit kemudian menepuk pelan bahu sang kakak kelas. "Seperti kataku tadi, gunakan kesempatan yang datang sebaik mungkin. Meski dia berpersentase kecil dan berisiko tinggi, kuharap kau mengerti maksudku" dia menunjuk ke arah luar sebelum pergi meninggalkan sang kakak kelas yang terdiam.

-Kkeut

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!