Section 19. Pengalihan

Mereka pikir inilah jalan buntu yang menghadang. Hingga mereka lupa akan seseorang yang menjadi otak dibalik rencana-rencana gila yang dilakoni selama ini.

"Tidak juga kok" interupsi seseorang di tengah keterdiaman kelompok tersebut. Mereka semua serentak menoleh ke arah Kaira yang menyibak tirai dengan letak berseberangan terhadap pintu masuk. Dia menggeser jendela disana, mengulurkan kepala sejenak memantau keadaan diluar. Dia tersenyum melihat keadaan di luar yang aman dan bersih dari para makhluk busuk. "Kita bisa memanjat dari sini menuju ke kelas atas, kemudian dari sana kita bisa berlari melalui lorong lantai 2 menuju ruang kepala sekolah. Mudah bukan ?" dia memberikan penjelasannya.

"Oh tentu mudah" Cathleen mendengus kesal. "Lantas, siapa orang gila yang nekat memanjat ke atas sana ?" Cathleen bertanya dengan nada ketus. Kemudian dia terdiam, kala menyadari sesuatu. "Jangan bilang kau akan memanjat ke atas ?! Jangan nekat Kaira !" peringatnya dengan manik yang melotot ke arah sahabat gilanya itu.

Kaira mengangkat bahu acuh. "Tidak perlu khawatir, aku akan naik sendiri ke atas sana. Bila nanti aku berhasil menghidupkan speaker dan mengalihkan perhatian zombie diluar sana, segera lah berlari menuju pintu basement" titahnya.

"Jangan aneh-aneh Kaira ! Kamu cuman sendirian kesana, gimana bisa kamu melawan banyak zombie diatas sana hah ?!" Sena kali ini ikut menyanggah. Kali ini dia tidak bisa menyetujui rencana gila Kaira. Dia tak ingin ada korban lain demi keselamatan mereka semua.

"Heh, jangan takut begitu kawan-kawanku. Tidakkah kalian ingat bahwa aku sudah melakukan hal ini sebanyak 1,2,3,4,5 dan sekarang on the way yang ke 6" katanya sembari menghitung menggunakan jari, berapa kali dia mengalami situasi pelik seperti ini. "Tenang, aku lebih pro daripada kalian semua" dia berujar dengan nada sombong sembari menepuk-nepuk dada bangga.

Total membuat semua orang disana gemas. Gemas ingin memukul kepala gadis itu tepatnya. Bisa-bisanya dia bersikap seolah tak sedang menantang bahaya, tak habis pikir apa isi dari kepala gadis Helda tersebut.

"Ah, sudahlah. Terlalu lama berdebat akan mengulur waktu lebih lama. Pokoknya nanti kalian kasik isyarat aja dimana mobilnya okay ? Siapa tahu kan aku selamat ya hahaha, ya kalo nggak apa boleh buat" Kaira berucap dengan nada jenaka, total membuat orang-orang disana hendak memprotes perkataan ngawur gadis itu.

"Bercanda kok. Bye semua" tanpa persetujuan dari mereka yang disana, Kaira segera keluar melalui jendela yang digesernya. Kemudian si Helda mengulurkan tangannya untuk meraih pelantaran di atas kepalanya. Mencoba mendorong tubuhnya ke atas namun gagal.

Kaira berdecak sebal dibuatnya, "aku terlalu berat. Berat badanku sepertinya bertambah. Mungkin aku perlu diet setelah ini" gumamnya. Karena tak berhasil untuk mendorong tubuhnya ke atas, dia berjalan ke arah pilar penyangga yang tak jauh dari sana. Si gadis Helda menyampirkan tongkat yang selalu menjadi senjatanya ke ikat pinggangnya. Dengan keahlian memanjat seadanya, ia mulai memanjat pilar itu menuju lantai 2, meninggalkan teman-temannya yang menyaksikan dengan tatapan getir akan aksi nekatnya.

Alena sebenarnya berusaha tidak peduli. Tapi, sesuatu terasa mengganjal dirinya. Dia teringat kalau Kaira itu gagap teknologi. Jadi, bagaimana bisa dia membiarkan sahabatnya pergi dengan gegabah begitu. Dengan terpaksa dia menyusul langkah Kaira selepas menitip sebuah pesan kepada Sena dan Cathleen. "Kaira itu bodoh, dia mana tau cara menghidupkan mesin control diatas. Aku bakal ngikut si Kai. Mau bantu ngidupin mesin control diatas, mumpung pernah liat temenku dulu pernah ngidupin mesinnya. Nanti kalian pecahin aja lampu sein mobil yang mau dipake, aku pergi dulu" Sena maupun Cathleen tak sempat menghentikan sahabatnya yang sudah menyusul keluar melalui jendela.

Kaira berhasil sampai di atas dan sekarang tengah berdiri di pelataran kecil yang sempit untuk dipijak. Dia menatap dalam ke arah jendela kelas yang berada di hadapannya. Mengamati bagaimana suasana kelas yang gelap dan sepi. Kaira bersyukur karena tidak perlu melakukan perlawanan kepada para mayat busuk untuk saat ini. Kaira menggeser jendela tersebut hendak masuk, namun terhenti kala seseorang memanggil namanya.

Dia menengok ke segala arah dan terkejut, kala mendapati Alena yang kesusahan memanjat pilar karena sebelah tangannya memegang tongkat softball. Dan lagi pilar itu licin akibat hujan yang masih turun. "Kamu ngapain kesini Alena ?" tanyanya keheranan.

"Nyusul kamu lah ! Apalagi ! Aduh cepet bantuin aku !" Alena mengulurkan tangannya. Spontan Kaira meraih tangan sang sahabat dan membantunya untuk naik ke pelantaran kecil tersebut. Alena menengok ngeri ke arah bawahnya. Jadi, begini ya rasanya saat Kaira merayap pelantaran di hari mereka kabur di ruang seni. Bisa-bisanya gadis itu nekat sekali melakukannya.

Setelah memastikan kondisi aman, mereka berdua pun masuk ke kelas tersebut. Mereka segera berjalan menunduk menuju samping pintu. Menempelkan tubuh yang basah kuyup ke dinding disana, untuk berjaga-jaga dari pandangan zombie yang bisa saja berkeliaran di luar sana.

"Kamu kok gampang kali manjat pilar sih ? Mana licin lagi gara-gara hujan. Jangan-jangan kamu anak sispala lagi diem-diem, makanya jago gitu" Alena berbisik dengan nada curiga sembari mengedarkan pandangan keluar mengecek keadaan.

"Nggak ada ya !" bantah Kaira pelan. "Dulu pas kecil aku suka iseng manjat pohon, makanya bisa jago. Kayaknya sih gitu ya" Kaira menjawab.

"Emang aneh ya kamu Kai. Bisa-bisanya suka manjat karena iseng ckckck. Udah ayo keluar ! Diluar sudah cukup aman !" titahnya. Dan duo sejoli sahabat rasa musuh itu berjalan beriringan dengan langkah mengendap-endap. Lorong lantai 2 cukup sepi saat mereka keluar dari kelas tersebut. Namun, masih terdapat beberapa zombie yang berkeliaran di depan pintu kepala sekolah.

"Alena udah siap melawan para zombie lagi kan ?" Kaira bertanya dengan nada pelan.

Alena memegang tongkatnya erat-erat. "Ya kalo nggak siap ngapain aku nyusul kamu Kai !" ujarnya dengan nada sinis.

Mereka maju perlahan dengan memanfaatkan bantuan suara guntur dan hujan deras di luar, keduanya langsung menyerang para zombie itu secepat kilat. Alena yang langsung mengayunkan tongkatnya dan Kaira yang menusuk dengan sadis kepala para zombie itu. Para zombie itu tumbang di tempat, tapi bukan berarti mereka bisa bernafas lega. Karena nyatanya meski ada suara guntur dan hujan yang ributnya bukan main, tetap saja suara tubuh zombie yang berjatuhan menghantam lantai memancing para zombie lain untuk berlari ke arah mereka. Kaira dan Alena pun buru-buru masuk ke dalam ruang kepala sekolah dan mengunci pintu tersebut.

Ruang kepala sekolah terlihat begitu aman. Bahkan barang-barang yang berada disana masih tertata rapi tak seperti ruang lain yang berantakan. Kaira berdecak pelan, tahu begini mending dia bersembunyi disini saja. Apalagi fasilitasnya lengkap. Jadilah sembari menunggu, si gadis Helda menghabiskan waktunya untuk mengelilingi ruangan itu. Sementara sang sahabat, Alena, sudah sibuk mengotak atik mesin control yang menjadi tujuan utama mereka.

Langkahnya terhenti tepat di depan pintu ruang kerja kepala sekolahnya. Samar-samar dia bisa mendengar suara ribut didalam dibarengi oleh geraman yang begitu dia kenal. Dia meringis pelan, tangannya meraih handle pintu kemudian membukanya. Yang pertama dia tangkap dalam ruang dengan interior mewah nan luas itu, ialah sosok kepala sekolahnya yang sudah terinfeksi. Kedua lengan pria paruh baya itu diikat pada kaki mejanya yang kokoh dan berat massanya. Kaira menggelengkan kepalanya pelan, "aduh pak saya nggak maksud ngatain nasib jelek bapak gini, tapi ini karma bapak sih suka cuci mata tapi urusan sekolah malah diabaikan" gumamnya pelan.

"Alena !" dia memanggil sahabatnya yang masih sibuk mengurus mesin control. "Aku ada urusan sebentar disini, panggil aja kalo udah selesai" ujarnya sebelum menutup pintu tersebut.

Kaira melangkah pelan ke arah kepala sekolahnya yang menggeliat dengan ganas. Sosok zombie itu memberontak hendak melepaskan dirinya dari ikatan, kala melihat Kaira yang berada di hadapannya. Suara decit dari meja yang ditarik paksa zombie itu total memenuhi gendang telinga Kaira. "Aduh pak, ribut banget sih. Tenang loh pak, saya cuman mau bantu bapak biar cepet ke alam baka" ujarnya.

Kaira mengangkat tongkatnya ke atas kepala hendak menancapkannya ke kepala si zombie yang malang. Namun, tangannya terhenti di udara kala maniknya melalui bayangan di kaca jendela, menangkap seseorang di belakangnya hendak menghantamkan vas bunga kepadanya. Spontan Kaira mengelak ke arah samping dan vas bunga itu berakhir pecah menghantam meja.

Dia langsung menatap garang ke arah Belva, si pelaku yang melakukan percobaan pembunuhan kepadanya. "Bajingan kau !" umpatnya. Dan untuk ketiga kalinya dia harus berhadapan dengan gadis sialan ini.

-Kkeut

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!