Section 06. Niat, Tekad, & Nekat

Waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa pagi menjelang. Sang surya mulai menyinari bumi dengan cahaya hangatnya. Cathleen mengernyit pelan kala sinar matahari menyinari wajahnya. Dia bangun dari posisinya kemudian menggunakan satu tangannya untuk menghalangi cahaya tersebut. Matanya mengerjap pelan, pandangannya masih timbul-buram selama beberapa saat, sebelum semuanya menjadi jernih.

Pemandangan pertama yang dia lihat, ialah Kaira yang tengah berdiri di hadapan jendela yang disibak sedikit tirainya. Masih dengan kaki yang hanya berbalut kaos kaki, sepatunya pun masih tergeletak tak jauh dari kursi, tempat Sena dan Alena bersandar saat ini. Kaira memang orang yang *****, meski demikian dialah yang paling bisa bangun lebih pagi diantara teman-temannya. Seperti yang dia katakan sebelumnya, dia orang yang tidur dalam keadaan setengah sadar. Si Helda itu bangun dari tidurnya, selepas sesuatu menghantam kepalanya. Dia memilih berdiri di hadapan jendela, memandang ke bawah tepat ke arah halaman sekolahnya yang dipenuhi para zombie yang mengganas. Melamun dalam diam memikirkan sesuatu yang mengusik pikirannya. Dan telah dilakukan 1 jam belakangan semenjak kelopak matanya terbuka lebar.

Cathleen merenggangkan tangan-tangannya yang terasa kesemutan selepas semalaman ditindih oleh kepalanya. "Kamu ngapain melamun gitu ?" tanyanya.

Kaira masih bertahan dalam posisinya. Dia tidak berbalik tapi ranumnya mengucapkan beberapa kata, "pernah nggak kamu berhasil nemu 1 keping puzzle yang hilang dan akhirnya bisa nyatuin puzzle itu jadi sebuah gambar yang utuh ?"

Cathleen merotasikan matanya jengah. Sempat-sempatnya Kaira memikirkan hal random yang tidak jelas. Bisa tidak dia normal sehari saja, batin Cathleen bertanya-tanya. "Ngelantur kamu."

Kaira memutar tubuhnya, menyandarkan diri di pelataran kecil jendela yang ada disana. "Aku cuman bilang kenyataan. Puzzle yang hilang baru saja kutemukan. Aku baru bisa menyatukan semua kepingan-kepingan acak dan menjadikannya sebuah gambaran beruntun yang utuh."

Cathleen memandang sangsi temannya itu, "beneran deh kamu lebih baik tidur lagi daripada ngomong yang nggak waras gini. Belum tepat situasi kondisinya Kai."

Kaira memasang wajah kesal demi mendengar itu. "Aku nggak ngantuk lagi. Kangen pacarku yang di rumah. Aduh, kapan bisa pulang ya ? Mau kelonan ama pacarku, si kasur tercinta" ujarnya dengan nada sedih.

Demi apapun Cathleen ingin melempar sepatunya ke Kaira. Beneran tidak waras temannya ini pagi-pagi. Dengan frustasi dia berkata, "kenapa ya aku bisa temenan ama orang aneh dan sinting kayak kamu. Bodohnya aku yang lebih gila, karena mau aja temenan sama kamu."

"Emang aku manusia diluar nalar Cathleen" Kaira tertawa jenaka membalas. Entah apa yang dirasa menggelitik perut, tapi total itu membuat Kaira tak bisa menghentikkan tawanya. Bodohnya dia malah tertawa makin keras memikirkan hal itu.

Sepertinya dia lupa jika zombie itu pendengarannya kelewat tajam. Jadilah, para makhluk busuk itu kembali berisik bukan main. Berusaha mendobrak pintu ruang seni. Kaira dan Cathleen sama-sama memandang ngeri pintu yang mulai terlonjak-lonjak itu. Sial, sepertinya mereka tidak bisa berdiam lebih lama lagi disini.

"Gara-gara kamu sih !" Cathleen menyalahkan temannya itu.

"Ya maaf, kelepasan" Kaira meringis pelan. Kepalanya berpikir keras, dirinya mencoba menyusun sebuah rencana untuk menyelamatkan diri mereka. Maniknya mengedar di sekitar ruang seni itu, kira-kira apa yang mereka bisa gunakan untuk bertahan hidup. Hanya ada kursi, meja, berbagai macam alat untuk melukis, kanvas, patung-patung hasil karya klub seni, alat musik, dan sebuah recorder musik. Benda terakhir sukses menarik seluruh perhatian Kaira.

Dia langsung berjalan menuju rak tempat recorder itu berada. Membolak balikkan recorder itu untuk menemukan tombol play nya. Setelah itu mencoba memainkan tombol-tombol recorder itu, binarnya nampak senang karena ternyata recorder itu berisi rekaman suara klub paduan suara. 'Okay, tinggal mencari sesuatu untuk melantunkan isi rekaman ini dengan keras' batinnya berkata sembari mengedarkan kembali maniknya.

Dan kabar baiknya apa yang tengah dia cari berhasil dia temukan. Ada speaker bluetooth yang sedang di charge disana, Kaira bisa menggunakan benda itu. Maniknya mengedar menuju sudut tempat alat-alat musik berada. Dia menemukan beberapa yang berpotensi bisa menjadi senjatanya. Tangannya menggenggam erat recorder mini itu, dengan begini rencananya sudah lengkap.

Dia berlari ke arah Cathleen kemudian menyerahkannya ke arah si gadis Joselyn. Cathleen memandangnya bingung, hendak bertanya kenapa tiba-tiba mendapatkan sodoran sebuah recorder mini tersebut.

"Ini bisa kita gunakan Cathleen ! Kita bisa menggunakan ini untuk kabur !" Kaira berkata dengan nada senang.

"Hah ? Gimana caranya ?" Cathleen benar-benar clueless. Bagaimana bisa sebuah recorder mini dapat menyelamatkan mereka dari para zombie itu.

Kaira menaruh recorder itu di pangkuan Cathleen. "Tunggu, biar kubangunkan Sena dan Alena, agar kita bisa berdiskusi bersama" kata Kaira.

Dia langsung menghampiri Alena dan Sena yang masih tertidur pulas itu. Kedua kepala 2 sejoli tersebut beradu satu sama lain. Tapi, hal itu sama sekali tak mengusik tidur mereka. Kaira mengguncang dengan keras tubuh keduanya. Membuat kedua sejoli itu tersentak bangun dan tak sengaja mengadu kepala mereka dengan keras. Keduanya sama-sama mengaduh pelan sembari mengusap kepala yang terantuk itu.

"Ngapain sih Kai ?" Alena bertanya kesal. Dia kesal sedang mimpi enak malah dibangunkan begini.

"Hayuk bangun ! Kita nggak bisa lama-lama disini ! Harus pindah ! Aku ada rencana supaya kita bisa kabur !" dia menjelaskan.

Jadilah mereka berempat duduk melingkar dengan sebuah recorder kecil yang berada di tengah-tengah. "Jadi apa rencananya ?" Sena bertanya.

"Jadi, kita bakal lari keluar dari sini. Nah, recorder ini bakal kita pake buat mancing para zombie buat menjauh dari ruang seni. Rencananya speaker bluetooth yang disana bakal ditaruh di ujung kelas 10, itu akan memberi waktu untuk kita pergi dari sini ke tempat yang lebih aman. Cukup jauh kelasnya dengan ruang ini. Disini ada gitar dan biola, keduanya bisa kita pakai untuk senjata sementara jika ada zombie yang menghadang. Cathleen nanti megang tongkat tajam yang kemarin. Terus untuk jaga-jaga, kita gunakan simbal-simbal itu sebagai perisai. Setelah itu seseorang akan menekan recorder ini dan kemudian speaker itu akan bekerja memancing para zombie. Bagaimana ?" Kaira menjelaskan rencananya.

"Terus gimana kita taruh speaker itu di kelas 10. Diluar saja masih terlalu banyak zombie, tidak mungkin kita bisa menaruh benda ini disana" Cathleen bertanya.

Kaira terkekeh pelan. "Siapa bilang kita harus keluar dari pintu buat kesana" katanya yang membuat teman-temannya memandang bingung. Kaira tersenyum kecil kemudian menunjuk pada jendela. "Disana, kita akan lewat jendela itu dan berjalan di pelataran kecil menuju kelas 10."

"Kamu gila ?! Siapa yang mau kesana ? Jangan aneh-aneh Kai !" Sena tak menyetujui apa yang dikatakan Kaira.

"Kita nggak punya pilihan. Aku yang akan memanjat kesana jika kalian semua takut" Kaira berujar dengan yakin.

"Terus gimana kalo ternyata ada zombie disana ?" Alena akhirnya mengeluarkan suaranya.

"Kalo seandainya ada zombie disana, aku bakal naruh speakernya di pelataran. Itu cukup untuk memancing mereka ke kelas 10" Kaira menjawab. Dia memandang teman-temannya yang masih meragu, jadilah dia menghela nafas panjang. "Aku tau kita semua sama-sama takut disini. Aku pun tak bisa memastikan bahwa rencana ini akan berhasil. Tapi, aku ingin kalian percaya sekali ini saja dan kita coba rencananya. Entah itu gagal ataupun sukses, setidaknya kita sudah berusaha daripada hanya bisa berdiam disini."

Cathleen mengepalkan tangannya kuat. Dia ragu, tapi jika tidak dicoba mereka tidak akan tahu hasilnya. "Mari kita lakukan. Meski tidak tau apa yang akan terjadi nanti, setidaknya kita sempat melakukan sedikit usaha" katanya. Sena yang mendengar itu berpikir sejenak sebelum mengangguk untuk menyetujui.

Alena memainkan jarinya gelisah. "Kenapa kita nggak tunggu saja sampe bantuan dateng ? Mereka pasti bakal kesini untuk nyelametin kita" ujarnya masih belum menyetujui.

Cathleen mendengus sebal mendengar itu. "Jika memang bantuan akan datang seharusnya sudah dari tadi. Ini bahkan sudah mau siang hari, tapi tidak ada satupun bantuan yang datang. Kamu mau sampai kapan nunggu sesuatu yang nggak pasti ?"

Alena menunduk pelan. Benar yang dikatakan Cathleen. Jika memang bantuan akan datang, seharusnya sudah dari tadi. Tapi, tak ada yang datang bahkan sekarang hampir menjelang siang. Sena yang berada di sampingnya menepuk bahu sahabatnya itu. Meremat pelan seakan memberikan kekuatan pada sahabatnya itu. "Kita coba Alena, setidaknya untuk sekali ini kita berusaha daripada cuman diem saja. Nggak ada yang tahu, sampai kapan ruang seni ini bakal kuat untuk ngejaga kita dari para zombie. Kita bisa Alena, pasti bisa" ujarnya berusaha meyakinkan.

Alena meremat ujung roknya pelan. "Ya, ayo kita coba" katanya pada akhirnya menyetujui.

Kaira tersenyum senang. Teman-temannya menyetujui apa rencananya. Tapi, dia terdiam kala mengingat sesuatu. "Eh, by the way nanti kita bakal sembunyi dimana ?" tanyanya.

"Kamu nggak ngerencanain Kai ?" Sena bertanya dan kemudian disambut gelenggan dari Kaira.

Cathleen otomatis menjitak kepala Kaira. "Kamu bikin rencana bok yo yang bener dan niat dong ! Jangan setengah-setengah ! Masa nggak nyiapin kita harus kemana" ujarnya dengan kesal.

Kaira meringis sembari mengusap kepalanya yang dijitak. Ini kenapa dari kemarin kepalanya jadi sasaran teman-temannya sih. Pantas saja dia gampang lupa, teman-temannya saja tidak berprikepalaan. "Aduh, aku cuman mikirin caranya keluar dari sini. Nggak kepikiran mau kemana. Aku juga bingung tau" dia berusaha membela diri.

Mereka berempat terdiam, berpikir kemana mereka harus pergi. Sepertinya tidak ada satupun tempat di sekolah ini yang bisa dijadikan tempat berlindung yang aman. Mereka pikir begitu, namun berbeda dengan si gadis Guinevere yang mengingat sesuatu. Alena menjentikkan jarinya ketika dia mendapatkan ilham kemana mereka akan pergi. "Lab komputer !" katanya.

"Disana memakai pintu besi, nggak kayak pintu-pintu lain yang make pintu kayu. Cukup kokoh untuk menghindari terjangan zombie. Kita bisa kesana, toh tempatnya tepat di lantai atas. Jaraknya dari tangga untuk ke lantai 3 juga tidak terlalu jauh. Itu tempat yang sempurna untuk bersembunyi" jelasnya. Teman-temannya mengangguk menyetujui. Mereka sepakat untuk pergi ke lab komputer di lantai 3.

Mereka mulai mempersiapkan diri. Sena dan Alena sama-sama mengambil sebuah simbal dan sebuah gitar. Cathleen mengusap ujung tongkat tajamnya dengan tisu basah, membersihkan sisa-sisa darah dari sana. Sementara, Kaira tengah mengikat tali sepatunya dengan erat. Tidak lucu jika nanti dia terjatuh karena menginjak tali sepatunya. Setelah selesai, gadis itu mengatongi speaker bluetooth di kantong jasnya. Kemudian dia menggeser jendela di ruang seni itu.

"Hati-hati Kai" pesan teman-temannya. Dia mengangguk kemudian perlahan melangkahkan satu kaki di pelataran sempit di luar jendela. Tangannya memegang pelataran di atas kepalanya. Secara perlahan dia mengeluarkan satu kakinya lagi. Setelah berhasil dia berjalan merayap dengan pelan. Teman-temannya mengintip dari jendela melihat sahabat gila mereka yang nekat tersebut.

Manik Kaira menatap ke arah bawah sebentar, memandang para zombie yang datang mendekat karena menyadari kehadirannya. Dia menjulurkan lidahnya ke arah para zombie itu, sebelum melanjutkan jalan merayap di pelataran sana. Sempat sekali mengejek para mayat hidup di bawah sana.

Jarak antara ruang seni dan kelas 10 yang berada di pojok gedung cukup jauh. Sekiranya butuh 10 menit untuk menyampai kesana dan Kaira tidak menampik bila rasanya lama sekali. Jantungnya spontan berdebar dengan kencang, kala kakinya salah posisi saat melangkah. Membuatnya terpeleset sedikit. Tapi, dia langsung mengeratkan pegangannya pada pelataran diatasnya. Meski dilanda shock, Kaira tetap melanjutkan langkahnya yang hampir mencapai tempat tujuan.

Dia berhasil mencapai kelas 10 tersebut. Maniknya melihat ke dalam dimana keadaan kelas kosong melompong. Dia menggeser jendela yang syukur tidak terkunci. Kemudian buru-buru menutup pintu yang terbuka lebar. Setelah itu, dia bergerak dengan cepat menyusun tumpukan meja dan kursi di sudut kecil dekat jendela. Rencananya benda-benda ini akan ia gunakan untuk menahan para zombie itu sementara, mengulur waktu yang ada sembari mereka berempat berlari menuju lantai 3.

Tumpukan kursi dan meja yang tinggi mengelilingi dirinya. Dia menaruh speaker itu di sudut disana dan menghidupkannya. Setelah itu kembali melangkah keluar melalui jendela. Dia berjalan merayap kembali menuju ruang seni.

Brak !

"SETAN !"

"Kaira !"

Sret !

Sesosok zombie tiba-tiba saja muncul menabrakkan dirinya ke jendela sebuah kelas yang dilewati Kaira. Membuat gadis itu terkejut dan tanpa sengaja terpeleset dari sana. Teman-temannya shock di tempat. Jantung mereka berdebar kencang melihat posisi temannya tersebut. Posisi Kaira sekarang setengah menggantung dengan salah satu tangan yang memegang pelataran dengan erat. Di bawahnya para zombie berkerumun dan mengulurkan tangan-tangan berdarah mereka pada Kaira.

Jantung Kaira berdebar dengan sangat kencang. Bersyukur dia masih sempat mempertahankan satu tangannya untuk memegang pelataran tersebut. Setelah menenangkan dirinya sebentar. Dia berusaha membalikkan posisinya ke tempat semula. Dengan kesal dia menendang pelan jendela tempat para zombie yang mulai berkumpul di kelas itu. Dan kemudian melangkah dengan cepat, kala para zombie itu semakin meliar. Entah yang berada di dalam kelas yang dilewati maupun yang berada di bawah sana.

Ketika dia sampai kembali di ruang seni, teman-temannya langsung menariknya masuk ke dalam. Membuat Kaira berakhir jatuh tersungkur ke lantai. "Yak ! Bukannya disambut baik-baik ! Malah ditarik sampai jatuh gini !" ujarnya dengan kesal.

"Kamu bikin kita mati kutu tau ! Sialan !" Alena balas memarahi Kaira.

"Ya udah sih, salahin zombienya dong ! Segala tiba-tiba ngangetin. Untung tadi masih sempet. Sudah yang penting aku selamet sampe sini. Cathleen, hidupin recordernya cepet !" Kaira memberikan perintah. Cathleen mengangguk kemudian langsung menyalakan recorder yang sudah tersambung dengan speaker di kelas 10.

Suara dari speaker memenuhi lorong disana. Para zombie itu menggeram keras kemudian berlari mengikuti suara itu berasal. Sena mengintip dari balik jendela dekat dengan pintu. Sementara, Alena dan Kaira bersiap-siap disampingnya, mereka mulai memindahkan meja yang menghalangi pintu. Setelah selesai keduanya langsung menahan pintu tersebut, jaga-jaga jika tiba-tiba ada yang nekat mendobrak.

-Kkeut

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!