Section 13. Langkah Awal

Kaira tersentak dari tidurnya, dia mengerjapkan mata beberapa kali. Maniknya memandang linglung ke arah sekeliling. Kemudian dia segera merenggangkan tubuhnya, kala melihat Teresa yang sudah mulai mengajar di kelasnya. Sepertinya dia tidak sengaja tertidur sampai bel sekolah berbunyi.

"Pernahkah kalian mendengar imunitas dari seorang Superhuman ?" Teresa bertanya. Tak ada jawaban yang menandakan bahwa anak-anak di kelas tidak mengetahui apa yang dimaksud Teresa.

"Superhuman sendiri dikatakan telah punah dari peradaban ini. Sungguh disayangkan padahal mereka memiliki peran penting dalam keberlangsungan kehidupan manusia. Tahukah kalian, bahwa Superhuman memiliki imunitas terbaik yang pernah ada ? Mereka kebal terhadap segala penyakit maupun virus yang menyerang. Nyaris tak pernah ditemukan Superhuman murni yang terserang virus. Bila pun terdengar kabar demikian, maka dipastikan dia bukan 100% Superhuman murni" tutur Teresa panjang lebar.

Seorang siswa mengangkat tangannya, hendak memberikan pertanyaan kepada sang guru. "Lalu, bagaimana dengan para Superhuman itu ? Sebelumnya Miss mengatakan bahwa mereka telah punah, bagaimana bisa hal itu terjadi ? Padahal mereka sendiri tidak bisa sakit" tanyanya.

Teresa tersenyum kecut. "10 tahun yang lalu, terjadi sebuah tragedi mengerikan. Para pemerintah yang terobsesi dengan para Superhuman memburu mereka. Demi kepentingan pribadi, mereka dengan kejam melakukan percobaan-percobaan kepada para Superhuman. Dan ya karena itulah mereka tak pernah terlihat setelah kejadian itu. Tak ada yang pernah mendengar keberadaan para Superhuman. Entah mereka benar-benar menghilang dari peradaban atau mungkin tengah bersembunyi diantara kita semua."

Kaira terpaku mendengar itu. Dia menutup mata erat, sembari mengepalkan tangan erat dengan emosi yang membalut diri. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal. Sesuatu yang mencuri seluruh fokus anak itu. Hingga ia tak menyadari suara samar-samar yang terus memanggil. Karena yang memanggil sudah terlampau kesal, jadilah dia melayangkan satu pukulan ke belakang kepala Kaira.

Kaira tersentak dan kemudian membuka mata sambil berseru pelan. Yang pertama kali dia lihat adalah muka Cathleen yang kesal bukan main. "Sialan kamu ! Kebo banget ! Katanya mau berangkat pagi-pagi sekali, tapi nyatanya malah kamu yang bangun paling terakhir !" omelnya setelah itu langsung pergi meninggalkan sang sahabat, menuju ke arah kakaknya yang memanggil.

Kaira linglung sejenak setelah mendengar itu.

Ah, ternyata dia bermimpi tadi.

Dia menepuk-nepuk pipinya berusaha mengumpulkan seluruh kesadarannya. Si Helda mengedarkan maniknya dan melihat orang-orang yang berada di lab telah bersiap untuk kabur dari lab komputer. Dia merutuki dirinya yang terlalu larut dalam mimpi, sampai-sampai bangun terlambat. Padahal kesepakatan mereka kemarin malam selepas Alena, Sena, dan Carlos berhasil mengambil alat-alat di gudang olahraga ialah tidur sejenak untuk beberapa jam kedepan, sebelum mereka kabur dari lab komputer. Kaira bangkit dari posisinya yang tidur terlentang diatas lantai. Kemudian berjalan ke arah teman-temannya.

Brak ! Brak !

"Belva sialan ! Buka pintunya gadis manja !" Alena berteriak kesal. Dia sudah menggedor-gedor pintu ruang kepala teknisi nyaris setengah jam lamanya bersama Sena. Belva masih mengunci dirinya di dalam. Tidak beranjak dari sana bahkan setelah perdebatannya dengan Kaira kemarin malam.

"Aduh ! Ini Belva egois banget sumpah ! Kalo gini kita nggak bisa sarapan dan ambil minum !" Sena ikut mengeluh sebal. Mereka ingin mengambil makanan dan minuman yang tersimpan di ruang kepala teknisi, tapi Belva mengacuhkan permintaan mereka. Dan membiarkan pintu itu tetap terkunci.

"Babi kau Belva !" umpat Alena kemudian menendang keras pintu tersebut.

"Kalo soal minuman masih ada botolku loh" gumam seseorang di belakang Alena dan Sena.

"Setan !"

Plak !

"Mamaku jatuh !"

Sena yang terkejut karena mendengar suara gumaman itu secara reflek memukul orang tersebut. Sukses membuat orang itu mengaduh kesakitan sembari mengusap-usap kepalanya yang kembali menjadi korban. "Beneran deh, kalian ada dendam apa sama kepalaku ?! Coba ngomong sini" keluh Kaira.

Sena berkacak pinggang di hadapan sahabatnya itu. "Kamu sih kayak hantu tiba-tiba aja bisik-bisik gitu ! Bikin kaget saja !" omelnya.

Kaira melotot tak terima. "Parah temennya dikatain setan."

Alena memutar mata jengah. "Nggak salah sih Kai. Muka dan tingkah lakumu nggak jauh beda sih sama mereka."

"Heh ! Kurang ajar ya kalian !"

Carlos menggeleng mendengar perdebatan tak jelas itu. "Astaga kalian ini. Berhenti bertengkar sekarang dan mulailah bersiap-siap. Alena dan Sena biarkan saja, tidak perlu menggedor pintu lagi. Belva sepertinya tidak akan membukakan pintu. Jangan sia-siakan tenaga kalian. Dan kamu Kaira, cepat pakai deker dan body protectormu !" titahnya sembari memasang deker di lutut dan siku adiknya.

Kemudian bubarlah trio sekawan yang tadinya berdebat itu. Alena yang tengah bersiap-siap untuk memukul bola ke arah gudang di seberang. Dibantu dengan Sena yang tengah memakai sarung tinju sembari menyemangati temannya yang gugup bukan main. Ngomong-ngomong Sena tengah bersemangat sekali saat ini, dia ingin cepat-cepat meninju langsung wajah para zombie itu. Entah ilham darimana, dia tiba-tiba termotivasi demikian.

Dipikir kembali, bukankah dia berpikir seperti Kaira ? Apakah mungkin dia tertular virus gilanya Kaira ?

Entahlah, mungkin saja begitu.

Di lain sisi ada Kaira yang tengah memakai pelindung pada tubuhnya dengan tergesa-gesa. Di kala ia tengah memakaikan deker di sikunya, samar-samar dia mendengar suara dari balik pintu ruang kepala teknisi. "Bangsat ! Kalian mau ninggalin aku disini sendiri setelah semua yang terjadi ! Sialan ! Egois kalian semua ! Kalian yang berbuat kenapa harus aku juga yang kena akibatnya !" demikian yang dia dengar yang membuatnya keningnya mengerut keheranan. Mencoba untuk memecahkan apa yang dimaksud Belva. Hingga membuatnya tanpa sadar melamun kembali. Sebelum akhirnya Naomi menepuk pundaknya, kemudian memberitahu bahwa mereka semua siap untuk keluar dari tempat itu.

Cathleen yang telah selesai dipasangkan body protector memandang heran ke arah sang kakak yang berjongkok di hadapannya. "Kamu ngapain jongkok gitu ?" tanyanya.

"Terlalu berbahaya jika membiarkanmu duduk di kursi roda. Aku akan menggendongmu, cepat naik kesini" Carlos memberikan perintahnya.

"Terus kursi rodanya ? Kamu nggak mungkin gendong aku sepanjang hari kak, aku berat loh" bantah Cathleen.

"Gampang itu. Nanti minta saja Juno dan Erden untuk membawa kursi rodamu" balas Carlos.

"Kalo aku kakak gendong, terus gimana kakak ngelawan zombie ? Jangan aneh-aneh kak, cukup si Kaira aja yang disini kayak gitu. Lebih baik aku duduk disini saja" sekali lagi Cathleen berujar tak menyetujui.

"Aduh kamu ini banyak protesnya ya. Pegel kakak jongkok gini nunggu kamu. Kamu kakak gendong, nanti kamu yang megang senjatanya okay ? Perdebatan selesai. Cepet naik jangan lama-lama" Cathleen mengalah dan berakhir naik ke atas gendongan Carlos dengan sebelah tangan yang memeluk leher sang kakak. Sementara satu lagi memegang payung yang kemarin menjadi sarana pengorbanan dirinya oleh Kaira.

"Pegang yang erat ya. Ngomong-ngomong kamu yakin mau pakai payung itu sebagai senjata ?" tanya Carlos skeptis.

"Percaya deh sama aku kak. Payung ini kemarin berhasil menyelamatkan aku dan teman-teman tau. Jangan payung shaming kamu" diakhiri pukulan pelan pada pundak sang kakak. Carlos hanya mengangguk pasrah mendengar perkataan adiknya.

Bolehkah dia jujur, virus aneh Kaira sepertinya memang benar-benar telah merasuki mereka...

Bukankah begitu ?

"Kamu bisa Alena ! Semangat ! Kamu pasti bisa memukul bolanya sampe mecahin kaca disana !" Sena memberikan semangat kepada sahabatnya. Dia menepuk-nepuk punggung Alena, sebelum beranjak menuju ke arah pintu lab. Disana ada Juno dan Erden yang tengah bersiap menyingkirkan lemari besi yang menghalangi pintu.

Alena menarik nafas panjang, dia sedang dilanda gugup. Dia takut gagal memukul bola dan mengacaukan rencana yang telah dibuat. Teresa hadir disana, memegang pundak anak muridnya tersebut. "Percaya diri saja Alena. Kamu pasti bisa, jangan takut nak. Bila nanti gagal, masih ada rencana cadangan yang bisa kita lakukan" tuturnya dengan lembut.

Alena mengangguk berusaha meyakinkan dirinya. Gadis Guinevere itu mengambil langkah di depan jendela. Beberapa saat terdiam sebelum ia melempar bola di tangannya kemudian memukulnya dengan kencang. Bola pertama meleset sedikit dari jendela yang Alena targetkan. Bola itu malah memantul pada tembok. Meski sedikit kecewa dengan pukulan pertamanya, tapi Alena berusaha meyakinkan diri untuk melakukan pukulan kedua.

Kali ini bola nyaris mengenai jendela. Hanya tersisa beberapa senti lagi. Alena berdecak sebal dibuatnya. Dia berbalik menatap ke arah teman-teman seperjuangannya yang menatap dengan binar harap dan percaya kepadanya. Alena menarik nafas panjang, kemudian memegang erat tongkat softballnya. Dia melempar bola ketiga dan memukulnya dengan sangat kencang.

Prang !

Tepat sasaran, bola itu berhasil memecahkan kaca yang Alena targetkan. Ada binar senang karena setitik harapan hadir untuk mereka. Suara kaca yang pecah menarik perhatian para zombie untuk berlari ke arah sana. Sena bisa mendengar suara derap langkah yang ribut sekali di luar. Dia berteriak dengan kencang ke arah Alena, "kamu berhasil ! Lakukan lagi Alena ! Cepat ! Cepat !"

Alena mengangguk, kemudian memukul bola keempat. Bola itu kembali memecahkan kaca jendela yang lain. Alena melakukan pukulan berikutnya dengan lebih semangat. Ia mengarahkan setiap bola ke arah kaca yang berbeda-beda. Pada pukulan terakhir dia mencoba mengarahkan ke arah jendela yang berada di lantai dasar. Melempar bola itu ke atas, kemudian mengayunkan tongkatnya softballnya sampai pukulan keras terjadi. Pukulan dengan kekuatan penuh yang pertama kali dilakukannya. Bola itu tepat memecahkan kaca yang ditargetkan Alena.

Alena berbalik menatap cemas ke arah Sena. "Gimana ? Udah sepi di luar kah ? Bolanya sudah habis !" ujarnya dengan nada cemas.

Sena meringis pelan karena masih mendengar suara-suara geraman di luar sana. Sepertinya apa yang dilakukan Alena belum berhasil memancing mereka semua pergi dari sana. Dia menggeleng panik ke arah teman-temannya. "Belum ! Kita harus melakukan sesuatu, diluar masih ada zombienya !" serunya panik.

Kaira bergerak cepat mengambil salah satu pc di dekatnya. Menarik paksa pc itu sampai kabel yang tersambung terputus. "Kamu mau ngapain Kaira ?!" Alena bertanya sedikit panik melihat temannya yang berdiri di dekat jendela dengan pc yang diambilnya tadi.

Kaira mengangkat tinggi-tinggi pc itu. "Membuat suara keributan di halaman pastinya !" dia menjawab kemudian segera melempar pc itu ke halaman sekolah.

Brak !

Suara hantaman pc yang dia lempar membuat para zombie mengganas dan berlari ke arah pc yang telah hancur berkeping-keping. Mereka menabrak jendela kaca hingga pecah, kemudian beramai-ramai berjatuhan dari lantai yang lebih tinggi. "Ayo cepat lakukan seperti tadi ! Lempar menyebar ke arah lapangan ! Itu akan memancing para zombie kesana ! Lupakan masalah merusak fasilitas sekolah, toh tak ada yang bisa membawa perkara ini ke meja sidang ibu konseling !" titahnya.

Teresa, Alena, dan Naomi bergerak cepat mengambil pc, keyboard, atau apapun yang bisa mereka lempar keluar. Mereka melempar barang-barang itu keluar secara acak ke arah lapangan sekolah. Suara-suara ribut membuat para zombie terkecoh dan berlari ke arah sana.

Samar-samar Sena mendengar derap langkah yang menjauh. "Cepet dorong lemarinya ! Kita bisa lari sekarang !" titahnya pada Juno dan Erden. Kedua adik kelasnya mengangguk patuh kemudian mendorong lemari itu untuk menyingkir dari pintu lab komputer.

Sena menggenggam handle pintu lab komputer. Dia telah membuka kunci yang sempat digunakan mengunci pintu besi tersebut. Berbalik sejenak memberi isyarat agar mereka yang akan kabur pada dini hari itu untuk bersiap-siap. Tangannya menarik handle pintu dengan pelan. Sebuah kejutan hadir dengan sesosok zombie yang ternyata masih ada disana.

Zombie itu berlari kencang ke arah Sena dan langsung dihadiahi tinju tepat pada wajahnya oleh Sena. "Wuhu ! Seneng kali aku, bisa meninju zombie !" serunya senang. Impiannya berhasil tercapai dan membuat gadis itu kesenangan bukan main. Alena hadir di samping Sena, kemudian memukul kepala zombie itu. Dia lakukan untuk memastikan bahwa si mayat hidup tidak akan pernah bangkit lagi.

Keduanya mengecek ke arah kanan dan kiri lorong. Setelah memastikan lorong aman, mereka memberikan isyarat agar semua orang bergerak cepat untuk kabur. 9 orang itu bergegas keluar dengan Alena dan Sena yang memimpin, dilanjutkan oleh Juno dan Erden yang membawa kursi roda Cathleen, kemudian sang empunya yang digendong kakaknya, di belakang mereka ada Naomi yang tangannya digenggam erat oleh Teresa, serta Kaira yang berada di barisan terakhir.

-Kkeut

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!