Section 05. Diskusi Sejenak

Hanya ada keheningan yang mengisi ruang seni tersebut. Tak ada yang bersuara, selain Kaira yang mendengkur halus. Ketiga orang itu sama-sama tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Terlalu larut bertanya-tanya, kenapa semua bisa terjadi seperti ini. Rasanya mereka sedang bermimpi saat ini. Mimpi buruk lebih tepatnya.

Tak pelik bila dikatakan bahwa mereka ketakutan. Sangat ketakutan malah. Mereka hanya remaja biasa yang menjalani tahun terakhir di sekolah ini. Hendak meninggalkan kenangan yang berkesan dengan kesenangan, bukan dengan kesengsaraan seperti ini. Yang seharusnya dipenuhi senyum sumringah, bukan wajah seming ketakutan. Bila semua ini tidak terjadi, mungkin mereka akan pulang ke rumah dalam keadaan lelah karena menikmati festival sekolah. Bukannya malah kelelahan karena berlarian demi bertahan hidup di tengah wabah yang menyebar. Terlalu banyak pertanyaan dan juga prakira buruk mengenai keadaan diluar sana.

Cathleen yang lelah dengan semua prediksi buruk di kepalanya, memilih membenamkan wajah di atas lipatan tangan miliknya. Dia lelah memikirkan harus bagaimana dengan kondisi yang rasanya tak mungkin nyata adanya, tapi kenyataan seakan menamparnya. Dia lelah, kesal, sedih, dan bingung. Semua bercampur aduk menjadi satu. Dan semua semakin memburuk, kala dia mengingat bahwa telepon yang ditujukan pada seseorang tak kunjung mendapat balasan. Banyak prediksi buruk yang memenuhi kepalanya, dia berusaha untuk tidak terlalu memikirkan semua ini. Tapi, suara-suara di luar sana membuat dia tak bisa menghentikan diri berpikir yang tidak-tidak.

Apakah tak ada harapan untuk mereka bisa keluar dari sini dalam keadaan selamat ?

Apakah tak ada yang selamat lagi selain mereka berempat ? Semua sudah berubah ? Benar-benar tidak ada yang tersisa ?

Apakah dia (yang dinantikan memberi kabar) juga selamat sepertinya ? Atau malah sudah berubah menjadi-

Ah tidak, Cathleen berusaha menghapus pemikiran buruk yang terakhir. Itu tidak boleh terjadi. Dan dia berharap takdir pun mengabulkan apa yang dia harapkan. Setidaknya sisakan 1 harapan baginya sebagai alasan untuk bertahan hidup. Cathleen memohon dengan sangat dalam diam.

Alena yang juga tenggelam dalam pikirannya, mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang seni tempat mereka berlindung. Dia berjalan ke arah jendela yang berada dekat dengan pintu yang ditahan oleh susunan meja, hasil perbuatan Kaira tadi siang. Dia menyibak sedikit tirai yang tadi mereka tarik untuk menutupi jendela.

Brak !

"Setan ! Eh babinye !" umpat Alena spontan, karena terkejut saat sesosok zombie menabrakkan wajahnya yang berlumuran darah ke arah jendela. Dia memegang dadanya yang berdebar kencang. Berusaha menghilangkan pikiran yang dipenuhi bayangan si zombie yang berlumuran darah. Selepas menenangkan diri, dia kembali menyibak tirai. Hendak memantau keadaan diluar sana.

Dia berdecak kesal karena melihat para makhluk busuk itu memenuhi lorong ruang seni. Pikirnya apakah para siswa yang terinfeksi, terlalu bodoh untuk menyadari situasi berbahaya di hadapan mereka. Sampai-sampai mereka tak menyelamatkan diri dan berakhir menjadi mayat hidup. Sial, mereka tidak ada harapan untuk keluar kalau begini. Terlalu banyak yang berkeliaran dan Alena cukup menyadari bahwa mereka berempat hanya berakhir bunuh diri jika nekat keluar. Segera dia menutup tirai itu kala para zombie menyadari bahwa dirinya mengintip keluar. Mereka bergerak liar ke arah pintu berusaha mendobrak. Suara berisik dobrakan dan geraman langsung memenuhi ruangan tersebut.

Alena jatuh terduduk di lantai, memeluk kedua lututnya dengan erat, kemudian membenamkan wajahnya disana. Ingin menangis rasanya, tapi tidak akan mengubah apapun. Mereka tetap berakhir terjebak disini. Entah sampai kapan.

Sena yang melihat itu berjalan mendekati sahabatnya. Berlutut di samping Alena kemudian mengelus punggungnya sebagai isyarat untuk menyemangati temannya. Dia juga tak jauh beda. Mereka berempat sama-sama putus asa saat ini. Mungkin hanya Kaira yang masih bisa sedikit tenang disini. Oh, seperti yang dikatakan Cathleen, gadis yang tak jelas asal usulnya itu memang sudah tidak lurus otaknya, dia bahkan mengakuinya sendiri. Memang aneh sahabatnya itu.

Lamunannya buyar kala Alena buka suara, "kenapa mimpiku jadi kenyataan sih" omelnya kesal.

Sena yang mendengar itu mengernyit heran. Dia ikut mendudukkan dirinya di samping Alena, kemudian bertanya, "maksudmu imajinasi kita waktu main ke rumah Cathleen ?"

Alena menggeleng pelan. Dia mengangkat kepalanya, kemudian menempelkan dagunya diatas lipatan kakinya. "Kemarin aku mimpi buruk. Aku bermimpi bahwa kita mengalami ini semua. Persis sama seperti sekarang, dimulai dari festival, kejar-kejaran bahkan sampai kecelakaan mobil yang kita alami. Mungkin beberapa bagian tak terjadi saat ini. Entah itu akan terjadi atau malah tidak akan terjadi. Tapi, tetap saja semua terasa menyebalkan jika diingat sekarang" Alena bercerita panjang lebar.

Sena menggaruk kepalanya bingung. "Aneh nggak sih kalo aku bilang kita punya mimpi yang sama ? Apa karena kebawa habis nonton series kemarin ya, jadinya sampai kebawa mimpi."

Alena mengedikkan bahunya pelan, "mungkin saja. Aku tak begitu ingat jelas. Bahkan akhirnya pun aku tak ingat, yang kuingat hanya tabrakan dan semua gelap."

Cathleen yang mendengar itu semua langsung mengangkat kepalanya, sial mimpi mereka sama. Entahlah dengan Kaira. Dia terlalu pelupa orangnya, mungkin dia mendapatkan mimpi yang sama atau mungkin tidak. Tapi, Cathleen bisa menyimpulkan 1 kemungkinan. Sepertinya secara tidak langsung mereka mendapatkan prediksi masa depan yang akan terjadi. Tidak ada bukti valid yang bisa membenarkan hal tersebut, tapi Cathleen cukup meyakininya. Dia tidak ikut nimbrung hanya menyimak percakapan duo sejoli Khalila dan Guinevere.

"Situasi kita kayak di film ya. Terjebak di ruang seni dengan kumpulan zombie mengganas di luar sana. Menurutmu, kira-kira apa penyebab virus ini bisa menyebar ? Apakah seperti di series kemarin, karena digigit tikus ?" Sena bertanya random.

"Aku tidak yakin. Kau pikir saja bagaimana bisa di sekolah elit ada tikusnya, dasar kau ini !" Alena membalas, dia memberikan pukulan main-main ke arah sahabatnya.

Sena mengangkat bahu acuh kemudian terkekeh pelan. "Siapa tahu kan. Terus gimana virusnya bermula ya kira-kira ?"

"Kalo aku bilangnya, beneran dari "tikus", tapi kita yang jadi tikus percobaannya" itu bukan Alena maupun Cathleen yang memberi jawaban. Tapi, dari seseorang yang tengah mengistirahatkan diri, diatas 3 kursi yang dijejerkan satu sama lain. Kaira lah orang yang berceletuk tadi.

Cathleen menoleh ke arahnya. Menatap dengan manik jengah. "Kamu dari tadi nggak tidur ?"

Kaira meregangkan tangannya sejenak, sebelum melipatnya ke arah belakang dan menjadikan bantal kepala. "Kalo kalian lupa, aku selalu tidur setengah sadar jika di luar rumah. Aku masih bisa mendengar percakapan kalian ngomong-ngomong. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menjawab pertanyaan Sena. Kupikir situasi kita, sama saja seperti series kemarin. Semua bermula dari tikus percobaan. Tapi di kasus kita, kitalah tikus percobaannya itu" dia menjelaskan panjang lebar dengan nada sok pintar.

Spontan saja ketiga temannya mendengus bersamaan. Kemudian mengatakan hal yang sama. "Aneh-aneh saja kamu !"

Mendapat serangan mendadak dari ketiga temannya, Kaira mendelik tak terima. "Aku hanya melontarkan pemikiranku loh. Kalian ini, ckckckck."

Cathleen mengacuhkan apa yang dikatakan Kaira. Dia memainkan ponsel yang dipegangnya sembari terlarut dalam pikirannya. Tak lama dia membuka suara, bertanya kepada ketiga temannya. "Menurut kalian, kita harus gimana sekarang ?"

"Tidur waelah" Kaira kembali menjawab. Dia kembali mencari posisi nyaman untuk tidur.

Alena yang mendengar itu berdecak. "Tidur mulu mah kerjaanmu. ****** gitu" ejeknya.

(****** \= Nempel molor)

"Nggak pusing Kai ? Bobok mulu kau" Sena menambahkan.

Kaira memutar matanya malas. "Ya terus kalian mau gimana ? Mau keluar gitu dalam keadaan capek ? Apalagi sekarang udah malem gini, berani lari gelap-gelapan diluar sana ? Mending kalian istirahat dulu. Tunggu saja besok, toh orang tua para murid disini nggak mungkin bakal diem aja saat sadar anaknya nggak pulang. Kalo besok pagi bantuan belum sampai, baru kita pikirin harus gimana. Toh, nggak mungkin kita bisa terus bertahan disini" Kaira membalas panjang lebar dengan nada agak ketus.

Ketiga temannya tidak memberikan bantahan, toh kali ini apa yang dikatakan Kaira masih logis. Orang tua itu tidak akan diam, bila menyadari anak-anaknya belum pulang selarut ini. Mereka pasti akan datang kesini dan bisa memberikan bantuan. Mungkin tidak ada salahnya beristirahat sejenak sembari menunggu sang fajar di keesokkan hari. Tubuh mereka juga lelah sekali saat ini. Mana tidak ada makanan yang mereka miliki. Minuman mungkin ada, karena botol senggol bacok Kaira masih terisi penuh, dan mereka berempat sepakat akan meminumnya sedikit demi sedikit untuk berjaga-jaga.

"Semoga saja besok kita sudah bisa keluar dari sini. Bau darahnya busuk sekali ewh" Sena berkomentar.

"Aku harap begitu. Aku mulai lapar sekali sekarang" Kaira mengeluh. "Mana makananku tadi jatuh gara-gara pada main kejar-kejaran ama zombie. Makanan berhargaku huhuhu" ujarnya sedih.

"Kisah yang tragis sekali. Si pecinta makanan harus terpisah dari makanan tercintanya, gara-gara zombie yang mengejar" Alena berkata dengan nada mengejek. Memang ya si Guinevere ini suka sekali menistakan Kaira.

"Yak ! Kau tidak tahu saja, berapa aku rugi karena zombie itu ! Sudah makananku berakhir jatuh tragis dan uangku pun melayang dengan kesia-siaan. Aduh ! padahal itu uang tidak akan berakhir sia-sia, jika aku bisa memakan makanan kemudian pencernaanku mengolahnya menjadi tenaga untukku dan sisa yang tidak terpakai menjadi fesesku. Aish ngomongin itu, aku jadi pengen berak sekarang. Perutku kenapa mendadak mules ya" oceh Kaira yang diakhiri keluhan pelan sembari memegang perutnya yang mengeluarkan riuh suara.

"Jangan aneh-aneh Kai. Kamu mau cari kamar mandi dimana ? Nggak ada kamar mandi disini tau !" Sena menggelengkan kepalanya tak percaya mendengar keluhan Kaira.

"Huhu kenapa ada zombie sih. Kan harusnya ini waktuku menabung hajat. Aish susahlah aku berak nanti !" dia kembali mengeluh sekarang dengan kaki yang menghentak pelan. Bak anak kecil yang sedang merajuk.

Alena memandang jijik pada temannya itu. "Idih, congornya ditahan ya. Bisa-bisanya ngomongin perberakkan disini !"

"Ya gimanain. Kenyataannya gitu ! Lagian itu hal manusiawi tau ! Kenapa harus jijik ?!" Kaira berujar tak terima.

Cathleen hanya menyimak mendengar perdebatan unfaedah tersebut. Gadis Joselyn tersebut lebih banyak diam saat ini. Kekhawatiran masih menyelimuti dirinya. Jujur dia tidak bisa tenang sekarang, ingin rasanya pergi keluar untuk memastikan. Tapi, apa yang dikatakan Kaira benar. Semua akan sia-sia apalagi malam mulai menyambut mereka. Diluar pasti gelap sekali, itu sama saja percobaan bunuh diri jika nekat. Dia tidak punya pilihan selain menunggu esok pagi. Semoga waktu cepat berlalu. Itu harapannya sebelum menelungkupkan kepala di atas meja.

Mereka berakhir tertidur di dalam ruang seni tersebut. Dengan posisi Cathleen yang tidak berpindah, masih diatas kursi rodanya yang berhadapan dengan sebuah meja. Dia menaruh kepalanya di atas lipatan tangan miliknya. Mengistirahatkan kepala yang terasa berat bukan main itu. Terlalu banyak pikiran yang bercampur aduk disana.

Sementara Kaira, gadis Helda tidak pernah berpindah dari posisinya sejak awal memasuki ruang seni. Dia tertidur dengan posisi duduk bersandar dan tangan terlipat di depan dada pada sebuah kursi dengan posisi kaki yang terlentang di atas 2 buah kursi yang dijejerkan. Setengah kakinya ditutupi oleh jas sekolah miliknya. Kepalanya terkadang bergerak maju ke depan maupun ke belakang selama dia tidur. Menandakan dia mulai hanyut dalam mimpinya.

Kemudian, ada Duo sejoli Khalila dan Guinevere yang tertidur di bawah Kaira. Lebih tepatnya mereka duduk dengan kaki menjulur lurus dan punggung yang bersandar pada kursi tempat Kaira berada. Sesekali kepala mereka terantuk satu sama lain. Dan keduanya mengaduh pelan, sebelum kembali membenarkan posisi dan tertidur kembali.

Keempatnya sama-sama tidur dalam keadaan kurang nyaman. Tapi, kelelahan yang mereka alami mengalahkan rasa tidak nyaman itu. Dan berakhirlah mereka tertidur pula di tengah suasana sekolah yang kacau balau.

Hanya ada keheningan yang mengisi ruang seni tersebut. Tak ada yang bersuara, selain Kaira yang mendengkur halus. Ketiga orang itu sama-sama tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Terlalu larut bertanya-tanya, kenapa semua bisa terjadi seperti ini. Rasanya mereka sedang bermimpi saat ini. Mimpi buruk lebih tepatnya.

Tak pelik bila dikatakan bahwa mereka ketakutan. Sangat ketakutan malah. Mereka hanya remaja biasa yang menjalani tahun terakhir di sekolah ini. Hendak meninggalkan kenangan yang berkesan dengan kesenangan, bukan dengan kesengsaraan seperti ini. Yang seharusnya dipenuhi senyum sumringah, bukan wajah seming ketakutan. Bila semua ini tidak terjadi, mungkin mereka akan pulang ke rumah dalam keadaan lelah karena menikmati festival sekolah. Bukannya malah kelelahan karena berlarian demi bertahan hidup di tengah wabah yang menyebar. Terlalu banyak pertanyaan dan juga prakira buruk mengenai keadaan diluar sana.

Keempatnya sama-sama tidur dalam keadaan kurang nyaman. Tapi, kelelahan yang mereka alami mengalahkan rasa tidak nyaman itu. Dan berakhirlah mereka tertidur pula di tengah suasana sekolah yang kacau balau.

-Kkeut

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!