Section 04. Seperti Di Film

Kacau balau keadaan diluar sana. Virus itu cepat sekali menyebar dan menginfeksi penghuni Alstrahera International High School. Sore hari yang dipenuhi dengan ceceran darah dan sekumpulan mayat hidup yang berlari kesana kemari. Alena mengernyit jijik melihat para zombie yang berlumuran darah berlari dengan liar di halaman sekolah. "Benar-benar seperti di film-film" ujarnya berkomentar. Tak kuat melihat pemandangan di luar sana, ia kembali menutup tirai yang sedikit disibak tadi.

"Bisa gitu ya, dari imajinasi jadi kenyataan. Padahal sering orang-orang bilangnya, ekspetasi tidak sesuai dengan realita" Kaira membalas ucapan Alena. Dia menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi yang diduduki. Kedua kakinya yang kram diluruskan diatas 2 buah kursi yang digabungkan. Total ada 3 kursi yang menjadi tempat peristirahatan sementaranya. Sepertinya dia telah menemukan posisi nyamannya, di tengah kekacauan di luar ruang seni tersebut. Bahkan dia sudah melepas sepatunya dan menyisakan sepasang kaki yang berbalut kaos kaki. Benar-benar dia menerapkan kalimat "sekolah adalah rumah keduamu".

"Beda konteks itu namanya !" Cathleen berkata dengan kesal. Tak lama gadis itu mengernyit sebal pada ponselnya. Sedari tadi dia berusaha menghubungi seseorang, namun teleponnya tidak diangkat. Gundah gulana menyelimuti gadis bermarga Joselyn tersebut.

"Hanya memberi komentarku saja" balas Kaira yang sekarang tengah memejamkan mata.

Sena yang sedari tadi menyimak ketiga temannya, tidak mengeluarkan suara apapun. Dia sedang berfokus untuk memanggil bantuan. Ketika telepon terangkat ada binar senang di matanya.

"Halo dengan pusat bantuan dan penanggulangan bencana setempat. Hal apa yang bisa kami lakukan untuk anda ?" operator di seberang sana menyapa.

"Kumohon kirimkan bantuan pada kami ! Segera, eh secepatnya lebih tepat ! Keadaan tidak terkendali saat ini !" ujarnya dengan nada panik.

"Mohon untuk lebih tenang nyonya, bisa-"

"Wah, jangan panggil nyonya ! Masih muda lah aku ini ! Kemarin saja baru sweet seventeen !" Sena mengomel tak senang karena panggilan nyonya yang disematkan padanya.

"Bisa-bisanya kau ini Sena Khalila !" oh itu Alena yang nyaris saja melempar palet kayu di dekatnya ke arah Sena. Untung dia masih punya hati untuk tidak melakukannya.

Operator di seberang sana hanya bisa tersenyum maklum mendengar hal tersebut. Tidak apa, ini bukan pertama kali mendapatkan penelpon yang berbicara hal seperti ini. Sudah terbiasa mendapat penelpon dengan seribu tingkah menyebalkan. "Baiklah NONA, bisakah anda menjelaskan situasi tempat anda berada ?" dia kembali berujar, namun dengan sengaja menekankan kata Nona.

"Nah bener itu !" Sena berujar. Dia berdehem sejenak sebelum menjelaskan situasi Alstrahera saat ini. "Begini bu, ceritanya sekolahku tuh lagi ngadain festival. Ya biasalah aku ama temanku menikmati festivalnya. Kapan lagi kan kami bisa bebas dari belajar materi yang memusingkan. Apalagi kami siswi tahun terakhir. Tahulah ibu gimana susahnya tahun terakhir. SAMPAI KEPALA MAU PECAH DIBUATNYA ! Aku pun stress di- Aduh ! Kenapa aku dilempar ?" Sena mengaduh selepas sebuah kuas melayang tepat mengenai jidatnya.

Cathleen adalah pelakunya. Kesal juga lama-lama dia mendengar ocehan tak jelas sahabatnya itu. Jadilah dia langsung mengambil kuas di atas meja di hadapannya dan tanpa basa basi langsung melemparnya ke arah Sena. Sena yang tak sempat menghindar, berakhir terkena lemparan tersebut. Cathleen hanya memandang datar pada Sena yang bersungut kesal, "nice shoot" itulah yang dia katakan. Kemudian melanjutkan kembali kegiatannya menghubungi seseorang yang tak kunjung memberi jawaban.

Operator yang merasa dipermainkan oleh Sena, mengernyitkan alis kesal. "Nona, jika anda ingin main-main, lebih baik anda tidak melakukannya pada kami. Pusat bantuan dan penanggulangan bencana hanya melayani keluhan serius seperti kebakaran, kecelakaan, dan tragedi-tragedi tak mengenakan, bukannya keluhan anda sebagai siswa kelas akhir" dia menjelaskan dengan nada kesal. Meski dalam hati sudah banyak kata-kata mutiara yang dilontarkan.

Sena menepuk jidatnya demi mendengar itu. "Aduh bu, aku tuh bukan bermaksud curhat tadi. Memang ceplas ceplos lah akunya. Aduh, balik lagi ke masalah kami. Tolong cepat kirim bantuan kesini ! Kami sekarang tengah dikerumuni zombie !!!" Sena berseru dengan nada panik.

Alena yang mendengar itu ia memukul meja di depannya dengan keras. Saking kuatnya suara yang dihasilkan, Kaira nyaris terjatuh dari kursi tempat ia berada karena terkejut. "Sena ! Bisa-bisanya kamu bilang gitu !" kata Alena dengan nada kesal.

"Ya mau gimana lagi ! Kan aku jujur nggak mungkin bohong ! Dosa tau kalau bohong ! Nanti Tuhan marah sama aku" Sena berujar tak kalah keras.

Alena mendengus mendengar. Sekarang aja inget dosa, kemarin-kemarin apa kabar ? Mau bilang khilaf gitu ? Alena tak habis pikir dengan sahabatnya. "Ya kamu pikir aja pakai otak dan logika ! Memang mereka bakal percaya sama kejadian diluar nalar begini ?!" Alena berujar dengan nada kesal.

Sena terpaku, "iya juga ya. Aku pasti dikira gila.... Terus ini aku bilangnya gimana ?" gadis itu baru sadar. Apa yang terjadi pada mereka terlalu fiksi di telinga orang awam.

Brak ! Dugh ! Grah !

Keempatnya terkejut mendengar suara tabrakan dan suara ribut lainnya dari arah luar. Ah itu pasti para mayat hidup yang berkerumun karena mendengar suara teriakan antara Sena dan Alena. Cathleen yang mendengar itu mendengus sebal. Dia sudah sebal sekali karena teleponnya tidak diangkat dan makin kesal karena ulah duo sejoli Khalila dan Guinevere, para zombie itu makin berkerumun di depan ruang senin tempat mereka berlindung. Dia berdecak kesal, kalau seperti ini persentase mereka bisa kabur akan semakin kecil.

Jadilah, gadis bermarga Joselyn membanting ponselnya dengan keras ke arah meja kemudian mendengus sebal. Pelampiasan emosi yang total memuncak di kepala yang terasa pening saat ini. Ia melemparkan tatapan tajam ke arah Sena dan Alena yang sama-sama membisu. "Kalian kalo mau bertengkar lagi, kulempar kalian berdua keluar !" ancamnya.

"Ya maaf, jadi aku harus bilang apa ini ke operatornya ?" Sena bertanya dengan raut wajah bersalah.

"Bilang aja disini ada pembunuhan. Kan zombie-zombie itu juga sama saja membunuh manusia dan mengubah mereka menjadi mayat hidup !" itu Kaira yang memberikan saran. Tumben-tumbenan dia bisa memberikan saran waras, padahal sehari-hari dia tidak waras. Mungkin karena sedang lelah, otaknya jadi lurus lagi. Entah korelasinya darimana.

Sena membulatkan mulutnya, "oh pinter juga kamu Kai" katanya kagum.

Kaira mendengus bangga mendengar itu. "Aku tuh memang pinter, kalian saja yang terlalu sering ngatain aku sinting" katanya yang berakhir satu geplakan manis dari Alena.

Operator disana yang jengah menyimak perdebatan tak jelas dari seberang telepon berakhir menghela nafas kasar, lalu selepas mengusap wajahnya dengan kasar dia berkata, "nona jika anda ingin bermain-main, tolong jangan lakukan hal ini kepada kami. Selamat bermain kejar-kejaran dengan si zombie" ujar operator itu sebelum memutus teleponnya sepihak.

Sena mendadak buyar karena teleponnya diputus sepihak. "Terus ini kita harus apa ?" tanyanya dengan wajah blank khas miliknya.

"Ya udah sih, mending tidur aja" Kaira memberikan sarannya kembali.

"Ya tidur saja sana. Bila perlu jangan bangun lagi" Cathleen berkata dengan sinis.

"Ouch, itu menyakiti hatiku Cathleen. Lagian nanti kamu kangen lagi sama aku" katanya dengan nada percaya diri. Cathleen yang mendengar itu nyaris melempar patung berbentuk kepala manusia di atas meja, namun segera ditahan oleh Sena. Bahaya memang jika Cathleen sudah mengamuk.

Memang mereka ini suka melempar-lempar barang. Terutama kepada sahabat sendiri. Yah, mari anggap saja itu bentuk kasih sayang mereka.

"Yak ! Jangan marah gitu atuh ! Kau tak lihat kakiku ini masih kram sekali setelah berlarian !" Kaira memprotes tak terima. Kali ini dia bersungguh-sungguh. Kakinya benar-benar tidak bisa digunakan meski sekedar berjalan.

"Itu mah kamunya saja yang malas gerak, makanya sekarang gampang kram begini. Seperti remaja jompo saja kau ini. Lagipula kau kan anak PMR, seharusnya bisa mengobati kram, bukankah itu materi dasar, jangan bilang kau tidak tau caranya" Alena ikut menimbrung di antara perdebatan si Joselyn dan si Helda.

Kaira mendengus sebal mendengar itu. Sial, tidur siangnya kacau karena sahabat dekatnya ini. Dia menyilangkan tangan didepan dada, "kau pikirlah bagaimana bisa aku menyembuhkan diri, sementara aku adalah pasiennya sendiri. Dokter saja perlu ke dokter lain jika dia sakit" Kaira berkata dengan nada tidak terima.

Tak ada yang membantah perkataannya. Karena yang dikatakan Kaira tidak sepenuhnya salah, masih ada benar juga. Okay, kali ini otaknya masih bisa lurus. Mungkin nanti akan belok lagi, siapa yang tahu ? Kaira sendiri anaknya memang tidak tertebak dan terlalu aneh. Sahabatnya sendiri bahkan menjuluki dirinya sinting, rasanya tidak perlu ditanyakan bagaimana kepribadiannya tersebut.

Kaira yang hendak memejamkan mata, mendadak membatalkan niatnya tersebut karena teringat sesuatu. "Sena, bukankah anak PMR sempat mengajari anak-anak sispala tentang pertolongan pertama ?" tanyanya dengan penuh harap.

Sena berpikir sejenak. Memutar kembali memorinya tentang materi-materi yang pernah ia dapatkan di extranya. Ia menjentikkan jarinya kala berhasil mengingat apa yang ditanyakan. "Hooh, pernah kalo nggak salah waktu pertukaran materi antar extra. Memangnya kenapa ?"

Kaira tersenyum lebar. "Berarti bisa dong Sena obatin kramku ini ? Ayolah bisa kan ? Bisa ?"

Sena meragu untuk memberikan persetujuan. Sejujurnya dia tidak terlalu mengingat hal itu. Tapi kala dia ingin mengatakan tidak, dua sahabat lainnya, Alena serta Cathleen secara kompak memberikan isyarat agar mengiyakan. Ada senyum-senyum tidak sedap yang terukir di wajah mereka dan Sena memahami itu. Jadilah dia menyanggupi. Ya tentu saja dengan niat terselubung.

Berjalan mendekat ke arah Kaira. Ia memegang telapak kaki Kaira kemudian mengangkat setara dengan posisi jantung berada. Dan dengan kekuatan penuh mendorong telapak kaki itu.

"YAK ! SENA DORONGNYA PAKE BERAT BADAN ! BUKAN TENAGA ! ARGH !" Kaira berteriak kesakitan.

"Ini udah pake berat badan Kai !" Sena menyanggah. Dia kembali mendorong telapak kaki Kaira dengan lebih keras dan kuat. Sial, jika begini bukannya sembuh, kaki Kaira malah semakin sakit.

"ADUH ! ADUH ! SAKIT ASTAGA NAGA ! MAMA, KAI MINTA AMPUN MA, ARGH ! BAJINGAN ! BRENGSEK ! DAMN ! **** ! FUC- hmpph !" belum sempat menyelesaikan kata-kata kebun binatangnya, kepalanya sudah dibekap dengan sebuah kain yang lebar. Itu Alena yang melakukannya.

"Aduh berisik Kai ! Kamu mau bunuh diri dengan teriak-teriak gitu hah ?! Ntar zombienya pada dateng kesini ! Udah diem aja kamu ! Lemah kamu baru digituin sama Sena" Alena berkata sembari menahan tawanya. Dia semakin mengeratkan bekapannya kala Kaira memberontak, gadis Helda ingin berteriak kembali selepas Sena menekan lebih kuat telapak kakinya.

Cathleen yang menyaksikan itu lebih memilih untuk diam. Ya diam-diam menikmati 2 temannya menyiksa si gila Kaira. Begitu-begitu dia ada dendam pribadi karena nyaris diajak melakukan percobaan bunuh diri berlari dari para zombie di luar. Tidak papalah, anggap saja Kaira sedang menerima karmanya.

Kaira menyesal. Sungguh menyesal !

Memang salah dia meminta Bestainya ini untuk mengobati gadis itu. Dia lupa jika sahabat-sahabatnya menyimpan dendam kesumat kepadanya. Sudah kaki yang diberikan penolongan abal-abal dan sekarang dia nyaris kehabisan nafas. 5 menit kemudian Sena dan Alena sama-sama melepas bebaskan Kaira, dari penyiksaan yang dilakukan pada gadis itu. Kaira sendiri sudah tepar di kursi tempat dia rebahan. Matanya terpejam dengan tangan yang terkulai jatuh.

Sena menatap Alena dengan manik yang kebingungan, "dia nggak mati kan ? Kamu sih bekepnya kelewatan !" ujarnya menyalahkan Alena.

"Hey ! Kamu juga ya, ngobatin kakinya abal-abal !" Alena membalas tak terima.

Sena menggaruk kepalanya kebingungan, "aduh kalo dia mati kan nggak lucu. Masa nanti ada headline berita ‘seorang siswi mati terbunuh oleh teman-temannya, yang berniat membalaskan dendam pribadi kepadanya.’ Duh belum siap aku tuh, kalo wajah ini harus terpampang di koran atau layar televisi !"

Cathleen yang mendengar itu memutar mata jengah. "Nggak usah khawatir, nggak mati kok si sinting itu. Cuman tepar aja dia. Tuh liat bakpaonya masih naik turun, masih nafas dia mah" ujarnya kelewat santai. Alena dan Sena sama-sama bernafas lega selepas melihat perut temannya yang masih bisa naik turun dengan pelan. Itu pertanda Kaira masih hidup dan bukan mayat yang berada di hadapan mereka. Gadis Helda hanya tertidur.

Geplak !

Alena memberikan satu geplakan ke kepala Kaira. Membuat si empunya kepala terdorong ke depan sebentar sebelum kembali membentur sandaran kursi. "Kamu nih selalu bikin onar saja kerjaannya" keluh Alena.

"Bisa banget ya dia tidur dengan tenang di saat keadaan begini" Sena memberi komentarnya.

"Dia emang udah kebalik otaknya. Nggak perlu heran kamu" Cathleen berujar ketus dan teman-temannya hanya menganggukan kepala setuju. Setelah itu mereka membiarkan Kaira yang tepar, tertidur pulas dalam mimpinya.

-Kkeut

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!