Makhluk besar itu berubah ke wujud normal seperti umumnya orang-orang biasa. Ia duduk dalam posisi lotus dengan kedua tangan yang bersandar di atas lutut dan telapak tangan yang menghadap ke atas dengan jari-jari yang terkuncup. Di dekatnya, Ucup yang telah kembali ke bentuknya mulai bangkit duduk menatap pria berkulit pucat di depannya.
“Siapakah dirimu, Tuan?” gumam Ucup pelan. Ia tidak ingin mengganggu ketenangan pria di depannya.
Namun sang pria bisa mendengarnya dengan jelas. Ia membuka mata membalas tatapan Ucup kepadanya. Tidak ada senyum yang terukir di wajahnya, ekspresinya pun tampak datar. Ia bahkan terlihat seperti orang sakit.
“Aku Lin Fing, salah satu anggota dari Lima Pilar Semesta,” ucapnya menjawab tanya gumam Ucup.
Ucup tersenyum simpul dan berkata, “Aku Ucup Rekber dari ….”
“Kau tak perlu memperkenalkan diri, karena aku yang membawamu ke alam ini, tentunya aku sudah mengenalmu, bahkan aku mengenal keluargamu juga,” ujar Lin Fing memutus perkataan dari Ucup.
“Tuan Dewa, berarti kau tidak akan membunuhku?” tanya Ucup memastikan.
Lin Fing menggelengkan kepala lalu berucap, “Tentu saja aku tidak akan membunuhmu. Tadi hanyalah sebagai salam perkenalan dariku. Cukup menyenangkan, bukan?”
Ucup mendengus seraya menyilangkan kedua tangan di dada.
“Apanya yang menyenangkan? Kau menjadikan tubuhku seperti serangga yang seenaknya kauinjak-injak lalu kautepuk dengan tangan besarmu itu,” keluh Ucup, “dan satu lagi, bahkan adik monsterku kausentil dengan begitu keras. Sakit tahu!”
Tidak ada emosi yang nampak di wajah Lin Fing, ia begitu datar menyikapinya.
“Apakah seorang dewa tidak boleh tertawa?” sindir Ucup.
Lin Fing masih terdiam dengan tenang. Ia tidak menanggapi sindiran yang dilayangkan oleh Ucup.
“Mengapa kau terus diam begitu?” Ucup sedikit kesal dengan sikap pria di depannya.
“Tidak semua tanya harus aku jawab, tidak semua ucap harus aku tanggapi, dan tidak semua orang harus aku pedulikan.”
“Iya, iya, Tuan yang bijaksana … sekarang apa yang akan kita lakukan di sini? Aku ingin kembali ke hutan. Kasihan Susi dan Bing Shi yang menungguku.”
“Aku akan mengajarimu bertarung.”
“Betulkah?’
“Ya.”
Sorot matanya memancarkan kebahagiaan, Ucup mulai tidak sabar untuk mempelajarinya. Di dunia asalnya, Ucup tidak memiliki kepandaian bela diri apa pun, meskipun ia seorang remaja yang nakal, sering mengikuti tawuran antar pelajar. Sejatinya dia bukanlah seorang petarung.
“Hormatku padamu, Guru!” Ucup menundukkan kepala dengan kedua tangan yang terkepal di depan kepalanya.
“Bangunlah, Bocah!” pinta Lin Fing yang berjalan membelakangi Ucup.
Ucup bangkit berdiri dan berjalan di belakang gurunya. Tampak pancaran kebahagiaan tengah menyelimutinya.
“Kau jangan terlalu senang, tidak ada kemudahan dalam pelatihan yang akan kuberikan kepadamu. Bahkan, energi semesta dalam dirimu akan aku segel selama berlangsungnya pelatihan,” ujar Lin Fing mengingatkan.
Tiada beban yang dirasakan dari tersegelnya energi semesta. Ucup bertekad dengan sepenuh hati untuk menyelesaikan setiap tahapan dalam pelatihannya.
“Tidak masalah, aku siap!” tegas Ucup menerimanya.
“Baik kalau begitu, kita mulai.” Lin Fing membalikkan badan dan langsung menyegel energi semesta di tubuh Ucup.
Tiba-tiba saja Ucup merasakan sakit yang luar biasa di sekujur tubuhnya. Hawa panas membuat suhu tubuhnya meningkat tajam, kulitnya menjadi merah dan kering. Ia mencengkram kepalanya dengan begitu kuat dan gigi yang gemeretak menahan sakit. Ucup berjalan sempoyongan lalu ambruk bergulingan menahan rasa sakit yang dirasakannya.
“Bertahanlah! Itu hanya tahap teringan dalam pelatihan,” ujar Lin Fing langsung menjauhinya.
Cukup lama Ucup bergulingan menahan sakit akibat dari tersegelnya energi semesta yang selama ini melindunginya. Kini, Ucup harus berjuang keras melawan suhu panas yang sangat ekstrim di tempatnya berada. Untung saja ia memiliki tubuh yang tercipta dari mutiara inti semesta, sehingga apa yang dialaminya tidak akan menimbulkan dampak buruk bagi tubuhnya, apalagi mengancam nyawanya.
Setelah tubuhnya bisa beradaptasi dengan hawa panas yang menyengat, Ucup kembali bangkit dan langsung menghampiri Lin Fing yang tengah menunggunya.
“Apa kau telah siap menjalankan tahap selanjutnya?” tanya Lin Fing.
“Aku siap, Guru,” kata Ucup dengan yakin.
“Ada empat inti pelajaran yang harus dikuasai olehmu … yang pertama seni bertarung, yang kedua pengolahan energi internal, yang ketiga qinggong, dan yang keempat adalah titik kematian,” ujar Lin Fing mengungkapkan.
“Baik, Guru, aku memahaminya.”
“Kita langsung saja pada inti pertama, seni bertarung. Namun, kau jangan beranggapan bahwa aku akan mengajarimu suatu jurus, bukan, bukan itu yang akan kuwariskan padamu. Kau sendiri yang harus menciptakan jurusmu.”
Ucup melebarkan bibir tersenyum memahaminya. Pendengarannya terus fokus menangkap tiap kata yang menari di udara.
“Guru, boleh aku bertanya?”
“Silakan!”
“Aku memiliki energi semesta. Apakah aku bisa menggunakannya pada inti kedua yang Guru katakan tadi?”
“Tidak! Aku tidak ingin kau terlalu mengandalkan energi semesta. Energi tidak hanya berasal dari alam semesta, energi pun bisa lahir dari dalam jiwamu. Di dunia cultivator, kami menyebutnya dengan kekuatan jiwa. Kekuatan jiwa merupakan elemen penting yang hanya bisa dikuasai oleh segelintir orang. Aku akan mengajarimu mengeluarkannya.”
“Baik, Guru.”
“Kita mulai pada inti pertama …. Ada dua fondasi yang harus kau bangun untuk bisa menguasai inti pertama, yaitu membangun fondasi tubuh dan disiplin mental. Setelah fondasi keduanya terbangun, kau akan masuk ke tahap pendalaman inti pertama, yaitu penguasaan kemampuan external di mana kau akan fokus pada pergerakan yang eksplosif dan ketangkasan. Selanjutnya ada tahap kemampuan internal yang lebih fokus pada gerakan lembut dan mengalir yang dikontrol oleh pemikiran, jiwa, dan energi dalam.”
Ucup manggut-manggut memahaminya. Ia semakin tidak sabar untuk memulainya. Di depannya, Lin Fing membalikkan badan dengan seringainya yang dingin.
“Aku suka dengan semangatmu. Sekarang, posisikan tubuhmu pada kondisi siap untuk menahan beban!” ujarnya.
Ucup langsung memasang posisi kuda-kuda bersiap untuk menerima beban yang akan diberikan kepadanya.
“Sudah, Guru,” kata Ucup.
“Angkat kedua tanganmu!”
Ucup mengikutinya dengan mengangkat kedua tangannya dengan telapak tangan menghadap ke atas. Lin Fing langsung mengeluarkan batu besar dari ruang spasial dan menempatkannya di telapak tangan Ucup.
Bugh!
Ucup tersentak ketika batu besar menekan tangannya hingga terdorong ke bawah. Terlihat kedua lututnya bergetar tidak sanggup menahannya. Wajahnya pun begitu pucat dengan mata yang melebar menatap tajam Lin Fing di depannya.
“Bagus, kau bisa menahannya dengan baik. Teruslah menahannya sampai aku kembali!” kata Lin Fing memujinya.
“Ba-baik, Guru,” balas Ucup seraya menahan sakit.
Ucup terlihat begitu kesakitan menahan beban yang dipikulnya. Meskipun begitu, seorang Ucup tidak akan pernah menyerah begitu saja. Rasa sakit yang dideritanya merupakan proses yang harus dinikmatinya untuk mencapai hasil yang baik.
Waktu terasa begitu lambat ketika Ucup mulai tidak dapat merasakan sebagian tubuhnya. Tangan yang menahan beban dan kaki yang menopangnya tak dapat lagi ia rasakan, bahkan, untuk membuka mulut pun tak sanggup dilakukannya. Hanya berkedip yang masih bisa digerakkannya.
Tak lama kemudian, Lin Fing kembali menghampirinya.
“Guru, aku berhasil menahannya,” kata Ucup.
Lin Fing mengangguk pelan membalasnya, ia lalu berkata, “Cukup baik, namun itu paling ringan. Aku akan menambahkan lagi bebannya.”
“Gu-guru!”
Bugh!
Kembali Ucup melebarkan matanya. Tubuhnya kembali bergetar merasakan beban yang lebih berat dari sebelumnya. Biarpun begitu, Ucup masih bisa menahannya dengan sangat baik.
“Lumayan, tapi itu masih kurang,” ucap Lin Fing memperhatikannya.
Tak lama kemudian, Lin Fing kembali meletakkan batu yang beratnya lima kali dari batu kedua yang ia letakkan di atas batu pertama.
Bugh! Krak!
Lantai yang dipijak Ucup mengalami keretakan, namun sekali lagi, Ucup masih sanggup menahannya.
"Cukup baik, namun kau tidak hanya menahannya saja, kau pun harus mampu berlari dengan membawa bebanmu. Setelah itu, kita lanjutkan ke tahap berikutnya," ujar Lin Fing lalu pergi meninggalkannya.
"Ya ampun, semoga aku tidak mati sebelum semuanya tercapai," gumam Ucup lalu mulai mengangkat kaki kanannya.
"Hiat!" teriak Ucup mengumpulkan tenaga dan semangat untuk bisa menggerakkan kakinya yang mati rasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
🍒⃞⃟🦅🥑⃟uyulᵂᴬᴸᴵᴰ𝐕⃝⃟🏴☠️
slm prknlan diinjek smpe tipis, bkin jntung si Ucup jedagjedug
2023-09-21
0
վմղíα | HV💕
akhirnya karena gigihnya Ucup dia berhasil
2023-09-14
0
🔴ᴳᴿ🐅⍣⃝ꉣꉣ𝕬ⁿᶦᵗᵃ🤎𓄂ˢᵐᴾ࿐
hanya salam perkenalan tp bikin jantung dagdigdug jd gk aman, apa lg Ucup yg ngelawan bertarung dengan mu Lin Fing pasti kekuatan y Ucup hampir di keluaran untuk melawan mu😤
2023-09-14
0