Pendekar Pedang Somplak
Kabar tentang kemenangan Penguasa Alam Iblis yang berhasil membunuh Dewa Matahari telah sampai di telinga Ratu Iblis Xin Li Wei. Sang ratu bersama suaminya To Tao mengerahkan pasukan bangsa iblis untuk menginvasi alam dewa dan juga alam fana dan menjadikan bangsa iblis sebagai bangsa yang berkuasa di semesta raya.
Namun, upaya sang ratu tidak berjalan sesuai keinginannya, meskipun mereka diuntungkan dengan kondisi alam yang mengalami kerusakan parah seusai pertarungan dari dua pemimpin agung kedua bangsa yaitu bangsa iblis dan bangsa dewa.
Penghuni alam fana dan penghuni alam dewa terus melakukan perlawanan sengit untuk mempertahankan wilayah dan kelangsungan hidup kedua bangsa dari invasi bangsa Iblis. Dengan demikian, hal itu membuat peperangan lintas bangsa terus terjadi di alam Fana dan juga alam Dewa dalam kurun waktu seratus tahun lamanya dan terus berlangsung hingga kini.
Di alam fana, peperangan yang terjadi begitu berkecamuk di batas area kekaisaran. Seorang pemuda tampan yang merupakan seorang pangeran dari kekaisaran Xiao terlihat begitu memprihatinkan. Dengan pakaiannya yang compang-camping dan pedang yang tergenggam erat di tangannya, sang pemuda tergopoh dalam kepungan para Iblis.
“Hari kematianmu telah tiba, kehancuran kekaisaran tidak bisa lagi terhindarkan.” Seringai tajam penuh aura kematian terpancar dari seorang wanita iblis melangkah pasti menghampiri sang pemuda.
“Ragaku mungkin hancur, tapi jiwaku akan terus hidup melawan kalian semua di alam ini!” tegas sang pemuda tidak terlihat putus asa di sorot matanya yang tajam.
Tampak, cucuran keringat terus menetes keluar dari pori-pori kulit wajah sang pemuda yang berjuang keras hingga tetes darah penghabisan. Deru napasnya begitu berat, ia terengah setelah melalui pertarungan tanpa henti. Namun, tekadnya terus membara membakar semangat juang yang tidak pernah pudar.
Sang iblis wanita menyeringai dingin menatap sinis sang pemuda tampan yang tidak bergeming dengan aura kematian yang dipancarkannya. Tak ingin terlalu lama mengulur waktu, sang iblis wanita mengayunkan pedang panjang ke arah tubuh si pemuda tampan dengan membelahnya menjadi beberapa bagian lalu pergi meninggalkannya begitu saja.
Di sebuah kamar penuh dengan poster idola, seorang remaja terbangun dari mimpinya. “Ah, mimpi ini lagi! Kenapa aku selalu bermimpi tentang peperangan di dunia yang tidak pernah aku tahu sama sekali? Dan kenapa juga aku harus menjadi seorang pangeran yang mati di medan perang? Tak ada bahagianya!”
Remaja bernama Ucup Rekber terus mengeluh di setiap kali terbangun dari mimpinya. Ekspresinya begitu rumit, seolah dirinya mengalami langsung peperangan yang terjadi di dalam mimpinya.
Ucup beranjak dari ranjangnya yang empuk dipenuhi dengan ukiran indah berbagai pulau hasil dari kreasi bibirnya yang selalu menganga di sepanjang malam.
Ia lalu melangkahkan kaki keluar dari kamarnya menuju ke arah dapur yang terletak di lantai bawah. Diambilnya sebotol air dari lemari pendingin lalu duduk di kursi tempat keluarganya biasa makan, Ucup termenung mengingat kembali mimpinya yang selalu ia alami hampir di setiap kali ia tertidur.
Ibunya yang mendengar suara dari arah dapur terbangun karenanya.
“Pasti si Ucup yang berada di dapur,” ucap sang ibu menebaknya, ia lalu beranjak keluar kamar menghampiri arah suara yang didengarnya.
“Aa, apakah Aa bermimpi itu lagi?” tanyanya dengan rasa iba melihat anak lelakinya termenung dalam diam.
Ucup terperanjat dari lamunannya lalu berkata, “Eh, Ibu! Iya aku mimpi itu lagi, … apakah ada maksud tertentu dengan mimpiku ini, Bu?”
Sang ibu bernama Maya Espala terdiam memikirkannya.
“Hem, kalau mimpi Aa selalu sama dan terus terjadi, sepertinya dugaan Aa itu benar, nanti Ibu akan tanyakan kepada orang pintar. Siapa tahu nanti akan diketahui maksud dari mimpi Aa selama ini. Sekarang Aa kembali ke kamar, berdoa dulu sebelum tidur!” jawab Bu Maya kemudian mengecup kening anak lelakinya.
Ucup mengangguk lalu kembali naik ke lantai atas di mana kamarnya berada.
“Aa!” panggil Bu Maya.
Ucup menghentikan langkah lalu menolehnya.
“Iya, Bu. Ada apa?”
“Hentikan kebiasaan burukmu menonton film dewasa! Ibu nggak mau kamu jadi kecanduan dan ingatlah! Hal itu bisa merusak otakmu juga kesehatan mentalmu, dan itu pun termasuk dosa besar yang harus kamu pertanggungjawabkan nantinya,” ujar Bu Maya menasihatinya.
“Ba-baik, Ibu.” Ucup terperangah mendengar perkataan ibunya yang mengetahui kebiasaan buruknya.
“Ya sudah, lekas tidur!” imbuh Bu Maya memintanya.
Ucup mengangguk lalu berbalik dan berjalan cepat menuju kamarnya.
“Sialan, bagaimana Ibu bisa tahu semua ini!?” rutuknya lalu membenamkan kepala di bantalnya yang penuh ukiran hasil dari kreasi tidurnya.
Esok hari, Ucup terbangun dengan raut wajah yang begitu malas. Mimpinya semalam masih terbayang jelas di ingatannya. Ucup menggelengkan kepala berusaha menyangkalnya, lalu melangkah dengan gontai menuju kamar mandi.
Ucup bersandar pada sudut dinding rumah menunggu seseorang keluar dari kamar mandi.
“Aa, kenapa melamun? Sana mandi, aku sudah selesai!” tegur seorang gadis menyadarkannya dari lamunan.
Ucup memaksakan senyum ke arah suara si gadis yang merupakan adiknya bernama Putri Rekber.
“Dih, senyum Aa hanya membuatku mual!” ledek si gadis yang langsung melarikan diri.
Ucup menyeringai sinis dengan bibir yang mengkerut membalas adiknya. Tak lama kemudian, Ucup keluar dari kamar mandi lalu kembali ke kamarnya dengan sedikit semangat setelah membersihkan diri.
Ia memakai seragam sekolah dan setelah itu, ia menjatuhkan tubuhnya di kasur.
“Hidupku nggak ada semangatnya, apa sebaiknya aku bicara ke Ibu kalau hari ini nggak masuk sekolah?” gumamnya.
Ucup membuka kembali seragam sekolahnya, memakai kaos singlet lalu turun ke lantai bawah menemui ibunya yang sedang memasak.
“Bu, bolehkah Aa tidak sekolah hari ini?” rajuk Ucup memintanya.
“Nggak boleh! Selama Aa tidak dalam kondisi sakit, Ibu tidak akan pernah memberikan izin untuk bolos sekolah … kembali ke kamar, pakai seragamnya lalu turun sarapan bersama Ayah dan Puput!” tegas Bu Maya menolaknya.
Ucup tersentak mendengarnya. Setelah itu, ia pun membalikkan badan kembali ke kamarnya.
“Ya ampun, kenapa begini hidupku!?” keluh Ucup yang dengan terpaksa harus menuruti perkataan sang ibu.
“Kenapa wajahmu begitu kusut, Nak?” tanya seorang pria paruh baya bernama Andi Rekber mengamati raut wajah Ucup yang terlihat murung berjalan ke arahnya.
Ucup tidak langsung menjawabnya, ia menarik kursi lalu duduk di sebelah adiknya, Putri. Setelahnya, Ucup mengambil sepiring nasi goreng kemudian melahapnya tanpa mengindahkan pertanyaan dari sang ayah.
“Ucup!” panggil Pak Andi dengan suara tinggi.
Ucup yang sedang mengunyah makanan langsung tersedak.
“Maaf, Ayah. Aku sedikit kurang bersemangat hari ini,” ungkap Ucup seraya mengambil gelas lalu menenggak isinya.
Pak Andi tersenyum simpul menatap Ucup. Ia menebak-nebak apa yang terjadi dengan putranya itu.
“Apa kamu sedang ada masalah dengan gadis di sekolah?” tanya Pak Andi menerkanya.
“Tidak, bukan itu, Ayah. Sudahlah, Ayah!” jawab Ucup serba salah.
“Lagi berantem ya sama Kak Indri?” celetuk suara Putri menyambung percakapan ayah dan kakaknya.
Ucup menoleh dengan wajah garang memelototi sang adik.
“Ngomong apa kamu? Ikut-ikutan saja.”
Putri menundukkan wajah sambil cemberut lalu mendengus kesal.
“Sudah, sudah. Kalian ini masih pagi sudah bikin ribut!” tegur Bu Maya menimpali keributan, “sudah waktunya kalian berangkat!”
Ucup, Putri, dan Pak Andi langsung mengakhiri sarapan dan bergegas mempersiapkan diri untuk pergi pada aktivitasnya.
“Apa kalian mau berangkat bersama dengan Ayah? Nanti kalian bisa lanjut naik angkutan umum di persimpangan jalan,” tawar Pak Andi kepada kedua anaknya.
“Nggak, Yah. Nanti aku bisa terlambat masuk sekolah. Jalanan jam segini lagi macet-macetnya,” jawab Ucup memperhitungkan waktu tempuh menuju sekolahnya dengan menaiki mobil ayahnya.
“Bagaimana denganmu, Puput?” sambung Pak Andi melirik anak gadisnya.
“Aku ikut dengan Aa Ucup saja, lebih cepat sampai ke sekolah,” jawab Putri menjelaskan.
“Baiklah, Ayah tidak akan memaksa kalian. Berhati-hatilah di perjalanan dan belajar dengan giat di sekolah!” imbuh Pak Andi selosor pergi tanpa berpamitan dengan istrinya.
Bu Maya hanya menggelengkan kepala melihat suaminya pergi tanpa berpamitan kepadanya.
“Ibu, kami pergi dulu,” pamit Ucup lalu mencium punggung tangan ibunya diikuti Putri, lalu keduanya menaiki motor berboncengan.
“Hati-hati di jalan, Nak. Belajar yang giat!” balas Bu Maya menyaksikan kedua anaknya yang berlalu pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
🦂⃟Dα᩺м᩺αᷫяSabrang
santai jln ceritanya dan rada ngabanyol👍👍👍👍
2024-07-31
0
Vernon
tobat cupp, dosa nonton begituan 🤣🤣
2023-10-06
0
༅⃟⚜️🅺🅴🅸ʷᵃʳᵃˢ✅
Nma nya bikin salfok 🤣
2023-10-06
0