Sepulangnya Ucup dan Putri dari sekolah. Bu Maya langsung menghampiri keduanya yang baru saja masuk ke dalam rumah.
“Aa, nanti sore Pak Gofur akan bertamu ke rumah. Ibu sudah menelponnya, memberi tahu tentang mimpi yang Aa alami selama ini. Ibu pinta, Aa jangan main dulu hari ini!” ujar Bu Maya memberitahukannya.
“Baik, Ibu,” sahut Ucup singkat.
Sore hari menjelang, tamu yang ditunggu akhirnya tiba.
Tok, tok, tok.
“Assalamualaikum,” salam Pak Gofur di depan pintu.
Bu Maya yang sedang sibuk masak di dapur langsung menghentikan kegiatannya, kemudian ia bergegas menghampiri membukakan pintu.
“Waalaikumsalam,” sambut Bu Maya tersenyum, “silakan masuk, Pak Gofur! Maaf, rumahnya masih berantakan.”
Pak Gofur tersenyum membalasnya, lalu mengikuti langkah Bu Maya memasuki ruang tamu.
“Silakan duduk, Pak!” pinta Bu Maya lalu melangkah ke arah tangga.
“Aa, ayo turun! Pak Gofur sudah datang,” panggil Bu Maya dengan suara lantang.
“Baik, Ibu. Sebentar!” sahut Ucup yang langsung keluar dari kamarnya.
Ucup menyalami Pak Gofur lalu duduk berhadapan dengannya.
“Bu Maya, boleh saya meminta segelas air mineral?” pinta Pak Gofur.
Bu Maya mengangguk lalu pergi mengambilnya. Setelah itu, Bu Maya meletakkannya di meja depan Pak Gofur.
Sambil memegangi kening Ucup, Pak Gofur mulai membacakan doa. Setelahnya, Pak Gofur meminta Ucup meminum air yang telah dibacakan doa. Ucup pun mengikutinya dengan meneguk habis air yang telah dibacakan doa tersebut.
“Bagaimana, Pak? Apa yang sebenarnya terjadi dengan anakku?” tanya Bu Maya penuh rasa ingin tahu.
Pak Gofur menggelengkan kepalanya seraya menjawab, “Kita serahkan semuanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita tidak mengetahui apa rencanaNya. Biarpun begitu, aku berfirasat, Ucup akan menjadi orang besar di masa depan.”
Bu Maya mengangguk pelan.
“Terima kasih, Pak. Silakan dicicipi penganan seadanya!” tawar Bu Maya.
Setelah kepergian Pak Gofur, Ucup menyandarkan kepalanya di bantalan kursi. Pikirannya tak karuan, ia merasa akan terjadi sesuatu di perjalanan masa depannya. Pandangannya tertuju ke arah ibunya yang sedang melamun memikirkan dirinya.
“Bu, apa yang terjadi denganku? Kenapa Pak Gofur tidak mengetahui apa pun tentang mimpiku?” tanya Ucup masih penasaran.
Bu Maya sedikit terperanjat mendengarnya. Dengan sedikit memaksakan senyum, Bu Maya berkata, “Ibu juga tidak tahu, Nak. Namun, seperti yang dikatakan oleh Pak Gofur, kita harus menyerahkan semuanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segalanya.”
Setelah mengatakannya, Bu Maya beranjak pergi meninggalkan Ucup yang masih bersandar di bantalan kursi.
Ucup mendengus pelan, pikirannya masih terpaku pada mimpi yang sering dialaminya.
“Sebaiknya aku tidak perlu memikirkan sesuatu yang tidak aku mengerti. Jangan takut! Bajingan kok lemah,” gumamnya menyemangati diri.
Ucup kemudian berdiri dari kursi dan melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Hari demi hari telah dilalui Ucup. Mimpi yang sama pun terus dialaminya setiap kali dirinya tertidur. Ucup menguatkan tekadnya memberanikan diri untuk menghadapi apa pun yang akan terjadi kepadanya di masa depan.
Suatu pagi, Ucup membantu ibunya memasak di dapur.
“Bu, suatu saat nanti ketika Aa sudah bekerja, Aa ingin memiliki istri seperti Ayah yang memiliki Ibu. Seorang istri yang baik hati dan penyayang,” celetuk Ucup sambil mengiris bawang merah.
Bu Maya tersipu mendengarnya, sudut bibirnya melebar dengan sorot mata yang memancarkan kebahagiaan.
“Semoga keinginan Aa tercapai, ya, Sayang. Kamu harus ingat, jadilah seorang pria yang bertanggung jawab pada istri dan anak-anakmu kelak,” balas Bu Maya mendoakan dan mengingatkannya.
Ucup menganggukan kepala menyetujui perkataan ibunya. Selesai memasak, seperti biasanya Ucup akan sarapan bersama ayah dan adiknya. Setelah itu, Ucup bersama Putri berpamitan menuju sekolahnya.
Di perjalanan, Putri yang penasaran kisah asmara kakaknya memberanikan diri untuk bertanya, “Aa, apa kabarnya Kak Indri? Kalian nggak lagi berantem, kan?”
Ucup yang mendengarnya bersikap acuh tak acuh, dengan malas, ia pun menjawab, “Anak kecil, belajar yang giat. Jangan mengurusi hubungan Aa sama Indri!”
Ucup lalu menarik gas dengan kencang dan membuat Putri terkejut lalu memeluk erat Ucup dengan wajah yang disembunyikan di punggung sang kakak.
“Aa, pelan-pelan. Aku laporin ke Ibu baru tahu rasa!” ujar Putri mengancamnya.
Setelah jam pelajaran berakhir, Ucup yang sedang menaiki motor kesayangannya dihampiri oleh pacarnya, Indri.
“Aa, bolehkah aku ikut ke rumah Aa? Sudah lama aku tidak bertemu dengan Ibu,” pinta Indri dengan senyumannya yang cantik.
“Baiklah, tapi aku harus menjemput Puput. Kamu duluan saja ke rumah,” balas Ucup lalu menarik gas motornya meninggalkan Indri di parkiran.
Beberapa waktu kemudian, Bu Maya yang sedang mengangkat jemuran di halaman belakang, mendengar suara klakson motor yang dibunyikan di depan pagar depan rumahnya. Ia pun langsung berjalan menghampiri.
“Eh, Nak Indri. Ibu kira, Nak Indri sudah lupa sama Ibu,” ucap Bu Maya lalu membuka gerbang.
“He-he, nggak lupa kok, Bu. Justru aku kangen banget dengan masakan Ibu,” tukas Indri lalu menarik gas motor dan memarkirkannya di pojok halaman.
Tak lama berselang, Ucup dan Putri sampai di rumah. Keduanya lalu turun dari motor dan menyalami ibunya yang berdiri menyambut keduanya. Ucup dan Putri langsung masuk ke dalam rumah setelah menyalami Indri yang berdiri di samping Bu Maya.
“Nak Indri, Ibu pinjam motornya sebentar, Ibu mau membeli bahan masakan di pasar,” pinta Bu Maya sambil menjulurkan tangan.
Indri merogoh saku jaket lalu menyerahkan kunci motor kepada Bu Maya. Tiba-tiba saja dari arah dalam rumah, Putri berlari cepat ke arah ibunya.
“Ibu, Puput ikut!” ucapnya dengan napas yang terengah.
Setelah kepergian keduanya, Indri kembali duduk di kursi teras menunggu Ucup yang akan menemuinya. Namun, setelah sekian lama ditunggu, Ucup tidak menampakkan dirinya. Indri pun masuk ke dalam rumah untuk menghampirinya.
Ucup yang sedang asyik rebahan di lantai dengan hanya menyisakan celana sekolah, dikejutkan oleh kehadiran Indri yang selonong memasuki kamarnya.
“Eh, Indri! Kenapa kamu masuk? Aku belum mengganti pakaianku,” tegur Ucup merasa gugup melihatnya.
Indri menatapnya dengan kesal lalu berkata, “Apa kamu gak kangen sama aku?” Indri berbalik pergi.
Ucup berdiri lalu menarik tangan Indri dan memeluknya, dengan refleks Ucup mencium bibir tipis kekasihnya. Setelah itu, keduanya saling bertatapan dengan penuh kebahagiaan.
“Kamu tunggu di bawah! Aku tidak ingin ketika ibuku pulang dan melihatmu di sini, pasti Ibu akan memarahi kita,” ujar Ucup mengingatkan.
Menjelang matahari terbenam di ufuk barat, Indri pulang. Ucup yang sedang berbahagia langsung kembali ke kamarnya dan melemparkan tubuhnya ke atas kasur.
Baru saja Ucup menutup mata sambil mendengarkan musik, Putri memasuki kamar Ucup tanpa mengetuknya. Ucup yang tersadar ada orang yang memasuki kamarnya langsung berdiri.
“Puput, kalau masuk ketuk pintu dulu. Bagaimana kalau Aa sedang tidak mengenakan baju? Kebiasaan!” gerutu Ucup merasa jengkel.
Putri menyentuh hidungnya sendiri mengejek Ucup. Dengan menampilkan wajah polos penuh keingintahuan, Putri mendekatkan wajah di depan Ucup lalu berbisik, “Aa tadi ngapain sama Kak Indri berduaan di dalam kamar? Aku tahu loh, kalau kalian berdua memanfaatkan kekosongan rumah.”
Ucup menyeringai dengan tatapan tajam menatap sang adik yang menampilkan wajah mengejeknya. Tak lama kemudian, ia langsung menggigit hidung mungil adiknya.
Krauk!
“Ah, Aa sakit!” Jerit Putri yang hidungnya digigit oleh Ucup.
Ia pun berlari sambil memegangi hidungnya, menangis. Sebaliknya, Ucup menyeringai dingin merasa puas sudah menggigit hidung adiknya.
Malam harinya, Ucup merasakan sakit yang teramat kuat di kepalanya. Ia berguling-guling mencengkram rambutnya hingga dirinya tak sanggup lagi menahannya. Ucup pun tergeletak tidak sadarkan diri di atas lantai kamarnya.
Putri yang hidungnya dilapisi kain kasa, berjalan sambil menenteng buku ke kamar kakaknya, Ucup.
Tok, tok, tok.
“Aa, bantu Puput mengerjakan PR!” kata Putri sambil terus mengetuk pintu kamar.
Tidak ada sahutan dari dalam kamar, membuat Putri merasa yakin kalau kakaknya masih marah kepadanya.
“Apa Aa masih marah sama Puput? Maafin Puput ya, Puput janji akan jaga rahasia,” imbuhnya berharap Ucup mau membukakan pintu dan memaafkannya.
Setelah ditunggu cukup lama, Putri mulai kesal karena tidak dibukakan pintu sama kakaknya. Ia lalu menggerakkan pegangan pintu dan mendorongnya. Setelah pintu terbuka, Putri langsung mematung melihat Ucup yang tergeletak dengan wajah pucat pasi.
“Aa, bangun! Aa kenapa?” Putri terus menepuk wajah Ucup, berusaha membangunkannya.
“Aa!” teriak Putri dengan keras.
Pak Andi yang sedang menikmati secangkir kopi ditemani istrinya, mendengar jelas suara teriakan dari anak gadisnya.
“Bu, kenapa Puput berteriak? Coba Ibu hampiri!” kata Pak Andi memintanya.
“Biasanya Puput berantem sama si Aa. Ibu ke atas dulu,” balas Bu Maya lalu bergegas menaiki tangga.
Samar-samar terdengar suara tangisan dari anak gadisnya di kamar Ucup. Bu Maya semakin mempercepat langkah menuju kamar anak bujangnya.
Terperanjat perasaan Bu Maya melihat kondisi Ucup yang tidak sadarkan diri dengan wajah yang sangat pucat.
“Ayah, ke sini, Yah! Ini, Aa kenapa? Ayah!” jerit tangis Bu Maya bersimpuh memeluk Ucup.
Pak Andi tersedak mengecap kopi yang masih panas, mendengar jerit tangis istrinya. Ia lalu berlari cepat ke kamar anak lelakinya.
Tidak ingin mengulur waktu, Pak Andi langsung memangku tubuh Ucup.
“Ayo cepat, Bu! Ambil kunci mobil! Kita harus secepatnya membawa anak kita ke rumah sakit,” pinta Pak Andi melangkah cepat membawa Ucup menuruni lantai atas.
Bu Maya dengan sigap berlari untuk mengambil kunci lalu membuka pintu rumah dan diteruskan dengan membuka pintu mobil.
Lalu, Pak Andi menempatkan tubuh Ucup di kursi belakang bersandar di pangkuan Putri. Setelahnya, Pak Andi langsung membawa mobilnya dengan cepat menuju rumah sakit.
Di ruang tunggu Unit Gawat Darurat, Pak Andi, bu Maya dan juga Putri menunggu dengan cemas keadaan Ucup yang sedang diperiksa oleh tim dokter yang membawanya ke ruang ICU.
Setelah memakan waktu sekitar satu jam lamanya, seorang dokter pria datang menghampiri.
“Selamat malam, Bapak dan Ibu. Apakah kalian keluarga dari pasien?” tanya dokter mengonfirmasi.
“Iya betul, Dok. Kami semua keluarga dari pasien, saya ayahnya. Bagaimana keadaan anak saya sekarang?” jawab Pak Andi disertai tanya.
“Perkenalkan, saya Dokter Andre. Sampai sekarang kami belum bisa memastikan kondisi dari Saudara Ucup. Setelah hasil dari laboratorium keluar, kami akan menginformasikannya kepada kalian. Sebelum itu, sebaiknya Bapak dan Ibu menyelesaikan administrasi terlebih dahulu. Pasien akan kami rawat sampai kami mengetahui penyebabnya,” ujar Dokter Andre menjelaskan.
Baik, Dokter. Terima kasih,” timpal Pak Andi lalu pergi ke ruang administrasi.
Setelah beberapa hari, Ucup dipindahkan ke ruang rawat inap. Dokter Andre menjelaskan tentang kondisi Ucup kepada keluarganya. Dalam paparan penjelasannya, Ucup tidak memiliki hal yang perlu dikhawatirkan. Merujuk kepada hasil laboratorium, kondisi Ucup dinyatakan normal, namun pihak rumah sakit masih menyelidiki penyebab Ucup yang masih tidak sadarkan diri.
Tanpa terasa waktu terus berlalu, dua minggu Ucup tertidur di ranjang rumah sakit, tidak ada tanda-tanda dirinya akan bangun dari tidur panjangnya. Pihak rumah sakit memutuskan untuk terus menyelidiki dan mengembangkan kasus Ucup hingga mendatangkan beberapa pakar kesehatan untuk membantu dalam memecahkan masalah yang menimpa Ucup atas rekomendasi dari Dinas Kesehatan terkait.
Kabar tentang kondisi Ucup menjadi buah bibir di kalangan praktisi kesehatan dan meluas menjadi berita di beberapa media dengan menyebutnya sebagai “Pangeran yang Tertidur”.
Dukungan mengalir deras dari kalangan masyarakat bahkan pejabat daerah ikut menjenguk Ucup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
꧁☠︎𝕱𝖗𝖊𝖊$9𝖕𝖊𝖓𝖉𝖔𝖘𝖆²꧂
pasangan dari putri tertidur
aku butuh sedikit penjelasan tentang Ucup yang tertidur ini 🌝
2023-09-29
1
off
ayo jangan menyerah semangat dirimu
2023-09-25
4
off
assalamualaikum atok oh atok kata Upin Ipin
😂😂
2023-09-25
4