Bab 19

Gredek Gredek Gredek.

Nguiiiiing... nguiiig...

Suara aneh dan dengung di telinga Dewi seolah membuatnya budek. Ia baru saja terjaga dari tidurnya entah sejak kapan.Tubuhnya terasa melayang-layang di udara. Suasana gelap hanya ada lampu-lampu kecil seperti bintang dan tidak mampu memberi penerangan.

Ya Allah... aku dimana? Apa saat ini aku sudah mati? Tanyanya dalam hati.

Dewi mengingat kejadian ketika di kepung lima pria sekaligus, diminta untuk melayani. Segera ia sadar lalu merasakan bagian organ bawah, tetapi tidak merasakan apa-apa. Itu artinya dia aman dari para lelaki berandalan. Ia seketika mengucap syukur.

Dewi terkesiap meraba dadanya, seingatnya bajunya tadi di robek penjahat. Tetapi kini ia mengenakan kemeja dan pakaian tebal. Harumnya parvum mewah masuk ke rongga hidungnya. Tidak jauh dari parvum para petinggi perusahaan dimana dia berkerja tempo hari.

Dia lagi-lagi berpikir, siapa yang sudah meminjamkan kemeja dan jaket ini untuknya. Apa lagi kedua pakaian kebesaran tersebut sudah melekat di tubuhnya.

Dewi meraup wajahnya, siapapun orang yang menyelamatkan dirinya dari preman kampung pasti sudah melihat seluruh tubuhnya tanpa pakaian.

"Astagfirullah..." Dewi memijit pelipisnya terasa pusing.

Dewi bergerak membetulkan posisi duduknya, tetapi terasa ada yang melilit perutnya. "Apa aku di sandera para penjahat tadi? Jika iya, tetapi kenapa tanganku tidak di ikat?" Dewi bicara komat kamit.

"Tangan kamu mau di ikat?" Suara bariton di dekat telinga Dewi mengejutkan dirinya. Dewi seperti tidak asing mendengar suara pria itu. Suara Firman jelas bukan, karena suara orang ini lebih berat.

"Siapa kamu! Dimana aku?!" Cecar Dewi. Menoleh pria di sampingnya lalu merapat ke pinggir. Menjauhi pria yang tepat di sebelahnya.

Pria itu tidak menjawab, hingga beberapa menit kemudian. "Heh! Dimana aku?!" Dewi mengulangi pertanyaannya.

"Kecilkan suramu." Kata pria mendekati Dewi. Dewi merasa ngeri. Kenapa dirinya dimana-mana selalu diganggu pria mesum. Selain Firman tidak ada pria yang menghormati dirinya.

"Jika kamu tidak mau menjawab, saya akan teriak!" Ancam Dewi.

"Seettt... pelankan suaramu aku bilang, jika tidak. Suara cemprengmu yang seperti kaleng rombeng itu akan mengganggu para penumpang pesawat." Jawab pria itu menempel di telinga Dewi.

"Pesawat?" Dewi terkejut mendengar kata pesawat, ia baru menyadari bahwa memang sedang numpang pesawat. Dia berpikir siapa pria yang mengajaknya numpang pesawat? Apakah salah satu pria bengal tadi orangnya.Tidak mungkin preman kampungnya mampu membeli tiket pesawat. Paling jika punya duit mereka gunakan untuk membeli minuman beralkohol dan rokok.

"Anda mau membawa saya kemana? Saya mau pulang!" Tegas Dewi seketika ia ingat sayuran dalam gerobak yang ia tinggalkan. Kasihan ibunya jualan sayuran sejak pagi belum laku, tetapi justeru ia tinggalkan begitu saja.

"Mau pulang kemana? Di dalam pesawat nggak mungkin bisa turun." Kata si pria santai, membuat Dewi semakin kesal.

"Sekarang jawab dulu pertanyaan saya, siapa kamu?!" Dewi mengulangi.

"Manusia, bukan robot." Jawab pria itu pendek.

"Saya tahu Anda bukan robot! Tetapi patung! Sebab, sejak tadi badanmu tidak bergerak." Jawab Dewi lalu melengos. Ia bersedekap memejamkan mata. Entah jam berapa malam ini, padahal tadi siang dan sore sudah melewatkan waktu shalat.

"Tadi Aku dekati tidak mau, sekarang menjauh dibilang seperti patung." Kali ini pria itu berkata-kata agak panjang.

"Bodo!" Ketus Dewi.

Dewi membuka sabuk pengaman, lalu berdiri tanpa permisi melewati pria yang sedang memejamkan mata itu dengan cara membelakangi.

"Mau kemana?" Tanya pria itu terkejut, segera membuka sabuk pengaman.

"Mau loncat!" Jawab Dewi asal, padahal mau ke toilet. Si pria membuntuti namun Dewi tetap berjalan berpegangan dari satu kursi ke kursi yang lain, tidak menghiraukan pria di belakangnya.

Penumpang di depan, belakang, dan samping, semua menoleh tanpa Dewi sadari.

Setelah keluar dari toilet, Dewi kembali ke tempat duduknya sebenarnya ia ingin shalat tetapi tidak ada kain untuk menutupi kepalanya. Dewi baru sadar, pantas saja ibunya sering menyarankan agar mengenakan kerudung ternyata begini jadinya.

Dewi pun akhirnya membuka jaket untuk menutup kepalanya, lalu tayamum. Lebih baik shalat walaupun terlambat daripada tidak sama sekali. Selesai shalat Dewi mengenakan jaket kembali lalu tidur.

"Hai bangun" Pria itu membangunkan Dewi. Dewi yang tidurnya tidak pulas tentu bangun dengan cepat. Lampu dalam pesawat sudah menyala tampak para penumpang sudah berjejal hendak turun.

Dewi menatap keluar, melalui kaca entah dimana saat ini ia berada.

"Ayo turun" Ajak pria itu ikut turun namun sebelumnya berdiri ambil rangsel dari pintu kabin pesawat menghadap Dewi.

Dewi menatap pria itu, darahnya mendidih. "Jadi kamu?! Yang membawa saya kesini!" Dewi mengepalkan tangan. Air mata Dewi seketika terjun bebas. Ia ingat perlakuan pria ini kepadanya.

"Jangan marah-marah, kita cepat turun. Di belakang antri," Jawab pria itu, yang tak lain adalah Bramastya.

Dewi pun mengikuti Bram, walaupun hatinya kesal menuruni tangga pesawat. Tiba di bawah, Dewi mengerlingkan mata mencari tahu keberadaannya saat ini.

Dewi terkesiap kala matanya menangkap tulisan Bandar Udara Internasional Schiphol. Bandara yang hanya pernah dia baca di buku tetapi kini bisa berada di tempat ini.

"Ayo" Bram mengait jari Dewi.

Dewi menghempas tangan Bram. Boleh Dewi terkesima dengan indahnya negara B, tetapi jika dirinya sadar akan dijadikan budak na*su oleh pria ini hatinya hancur berkeping-keping.

"Apa maksudnya Anda menculik saya dan membawa ke tempat ini?!" Sinis Dewi.

"Untuk melindungi anak dan calon istriku," Jawab Bram sambil berlalu.

"Apa maksudnya?!" Dewi mengejar langkah Bram yang panjang.

"Sekarang masih jam empat pagi lebih baik kita cepat pulang." Jawab Bram sambil terus berjalan.

"Bukan kita, tetapi kamu! saya tidak mau ikut kamu," Dewi berhenti, Dewi akan memesan tiket dan kembali pulang ke Indonesia.

"Kamu pikir semudah itu?" Tanya Bram santai. Dewi kesini tidak membawa apapun bahkan data diri, bagaimana bisa kembali ke Surabaya tanpa dirinya.

"Lagi pula seharusnya kamu senang bisa bebas dari orang-orang yang akan melecehkan kamu, bukan marah-marah seperti ini." Kata Bram masih berdiri di pinggir jalan sepertinya menunggu seseorang mungkin yang akan menjemput nya.

"Apa bedanya dengan Anda!" Dewi menatap pria itu tajam. "Anda itu tidak lebih baik dari preman-prrman kemarin."

Bram menoleh Dewi cepat merasa tersentil akan kata-kata Dewi. Dewi membuang wajahnya kasar, menghindari tatapan Bram.

Keduanya saling diam.

Dewi rasanya ingin menjerit yang sekencang-kencangnya. Apa yang bisa ia lakukan di tempat ini tanpa membawa apapun selain celana training yang ia kenakan. Tetapi Dewi takut jika pria ini akan menjadikan dirinya pemuas.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Jetty Eva

Jetty Eva

haedeeeech...emang oesawat jendela bisa dibuka..??🤣🤣🤣🤣🤣🤣...ini mimpi apa Author blom pernah anaik pesawat...klo blom pernah ga ush cerita naik pesawat thor....😔😔😔😔

2025-02-15

0

Helen Nirawan

Helen Nirawan

dah tobat blm tuh playboy cap kacang kulit ?

2025-02-17

1

Elisanoor

Elisanoor

Anteng bgt merem ampe Belanda Dewi 😅

2023-09-30

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!