"Maaf Bram." Ujar Arinta, wanita yang garang kepada setiap wanita itu, kini bertekuk lutut di depan Casanova. Casanova yang bernama Bramastya itu tidak bisa mengendalikan emosi. Begitu tiba dari luar negeri pertama yang ia tuju kamar Dewi. Tetapi, begitu tiba di kamar tidak ada Dewi disana.
Dooorr!!
Praaannnkk!!
Bram Ambil tembakan yang di tinggalkan Dewi di atas ranjang, lalu menembak kaca rias hingga hancur berkeping-keping.
Arin merapat ke tembok, kedua tanganya memeluk dada sendiri. Bulu-bulunya merinding, wanita itu membayangkan jika tembakan itu menembus badanya.
Arin merasa akan mati saat itu juga ketika Bram mendekati dirinya. Bahkan hanya jarak 5 cm pistol itu Bram todongkan ke arahnya.
"Bram." Satu kata yang terucap dari mulut Arin.
"Sekarang katakan! Kamu jual wanitaku ke pria lain kan?!" Tandas Bramastya. Menatap nyalang wajah Arin.
"Tidak Bram... kami sudah menjaga Dewi sebaik mungkin, tetapi ternyata ada orang yang menyusup masuk." Arin berdalih. Jika ia berbicara jujur bahwa dirinya yang menjual Dewi kepada Dendi, sudah pasti tembakan itu akan di ledakan di tubuhnya.
Selain ketakutan, Arin juga gigit jari. Yakni ladang uanganya telah hilang. Arin merasa ditipu oleh dua orang pria. Jangankan uang yang dijanjikan Arga, Dewi pun rahib entah kemana.
"Jangan banyak bicara Arin!" Bentak Bram. Kilat marah mata Bram terasa menembus dada Arin. Bahkan Bram tidak mau lagi memanggilnya dengan embel-embel Mami.
Bram bukan orang bodoh, tentu tidak percaya begitu saja, jika Dewi memang benar-benar di culik.
"Sekarang begini saja, sebagai gantinya saya punya gadis yang baru saja tiba." Kata Arin, meredam amarah Bramastya. Siang tadi Surti sudah menculik gadis yang tinggal di pedalaman. Untuk meredam amarah Bramastya Arin akan memberikan gadis itu.
"Keluar dari sini!" Bukan memberi tanggapan tentang gadis yang akan di berikan kepadanya. Namun, Bram menodongkan pistol sudah tidak mau kromomi dengan wanita yang bernama Arin itu lagi.
"Okay-okay, saya keluar." Arin merasa lega, seperti lolos dari terkaman Harimau. Kakinya melangkah cepat dari kamar bekas Dewi.
"Berhenti," Tukas Bram. Menghentikan langkah Arin, ketika dadanya sudah mulai lega, kini sesak kembali.
"Kembalikan uang saya yang sudah saya transfer ke rekening kamu selama 4 hari!" Perintah Bram masih belum menurunkan pistol. Sebelum berangkat ke luar negeri, Bram rela memberikan uang kepada Arin 400 juta, dengan catatan bisa menjaga Dewi dengan baik, tetapi Arin ternyata ingkar janji, membuat Bram naik pitam.
Arin mendadak lemas terpaku di tengah pintu. Selama empat hari? Itu artinya 400 Juta. Oh tidak! Namun tidak ada yang bisa di lakukan oleh Arin, selain mengangguk patuh, kemudian menutup pintu.
Sementara Bram, hendak mengecek cctv yang ia pasang sebelum berangkat ke luar negeri. Di atas iternit dengan cara mencopot satu plafon seminggu yang lalu, Bram letakan benda canggih yang bisa menangkap apa yang terjadi di tempat itu.
Tidak ada yang tahu, bahkan Dewi sendiri yang sudah menghuni kamar itu selama seminggu pun sama sekali tidak mengetahui. Hanya dua kali pijakan antara meja dan lemari, Bram sudah bisa memasang cctv.
Di atas tempat tidur, Bram duduk bersila. Mata tajamnya meneliti siapa saja yang masuk kedalam kamar Dewi. Setelah mengetahui siapa pria yang membebaskan Dewi, Bram menutup lap top, kemudian beralih ambil handphone menghubungi seseorang.
Hari sudah hampir pagi, Bram mengemasi lap top dan pistol memasukan ke dalam tas, kemudian meninggalkan tempat itu. Ia tidak lagi ada gairah tidur dengan penghuni rumah ini walaupun ada gadis yang akan di berikan kepadanya.
Di tempat yang berbeda Arin marah besar, kini bukan hanya Rugi, tetapi benar-benar tekor. Uang 4 ratus juta harus di tarik kembali oleh Bramastya.
Dreettt... Dreettt.
"Hallo" Suara pria di seberang, setelah Arin menempelkan benda pilih di telinga.
"Siapa pria yang membebaskan Dewi?" Tanya Arin. Rupanya wanita itu telah menyuruh orang menyelidiki Arga dan Dandi yang membawa kabur Ningrum dan Dewi.
"Kita tidak bisa berbuat apa-apa Bos, dua pria itu ternyata anak buah Daniswara."
"Kurangajar!" Arin segera meletakan handphone. Ia kesal, siapa yang berani melawan Daniswara. Orang nomor satu itu. Bisa-bisa usahanya di tutup tanpa ampun.
Arin mendengus kesal kini ia merasa kalah di serang sana sini. Ia kemudian ambil handphone kembali menghubungi Surti. Namun sudah berkali-kali tidak diangkat.
Arin tidak tahu jika Surti sedang tidak mau diganggu "Lain kali kalau lagi kerja itu handphone nya dimatikan!" Dengus si plontos. Sebab, di kamar yang berbeda, Surti sedang gelut dengan si plontos.
Surti kecewa karena hasratnya belum terpenuhi si plontos sudah loyo.
"Malam ini tidak ada bayaran!" Hardik plontos, pria yang sudah 60 tahun itu bangun dari tubuh Surti. Sebab, Burung cucak rowo miliknya kesambet lantaran mendengar dering handphone.
"Masa nggak dibayar sih?!" Ketus Surti lalu ambil pakaianya sambil sewot menutup tubuhnya.
Braakk!!
Tidak ada jawaban dari si plontos justru keluar sambil membanting pintu.
"Aaaaaggghhhh... ini pasti gara-gara Mami," Gerutu Surti, segera ambil handphone di atas meja. Dengan wajah suntuk Surti memeriksa siapa yang telepon. Ternyata dugaanya benar bahwa yang telepon adalah mami.
Surti pun membuka pintu menemui Arin di ruangan.
"Ada apa Mami?" Tanya Surti ketika tiba di ruangan Arin. Surti menahan marah karena mami telepon tidak tahu waktu. Tetapi mana berani Surti marah. Bisa-bisa Surti kena damprat. Tetapi walaupun begitu, Arin sudah seperti orang tuanya sendiri selalu diajak kemana-mana.
"Mana uang 100 juta milik Mami!" Arin menodongkan tangan. Uang 100 juta yang untuk membeli Dewi, dia minta kembali.
"Uang 100 juta yang mana Mi?" Tanya Surti kebingungan, karena Surti tidak tahu apa yang terjadi.
"Uang untuk membeli sahabat kamu kemarin, saya minta kembali." Arin menegaskan.
"Kenapa begitu Mami?" Surti menjatuhkan bokongnya di depan Arinta. Dua wanita yang selalu bersama itu saling tegang. Surti kesal sudah tidak dibayar sama si plontos, kini uang 100 juta pun diminta Arin kembali.
"Sahabat kamu itu dibebaskan anak buah Daniswara. Bram marah-marah terus uang yang di berikan pada Mami minta dikembalikan." Tutur Arin geram.
"Kok bisa Mi?" Surti terkejut, Dewi tidak mengenal siapapun di Jakarta ini selain dirinya. Tetapi mengapa tiba-tiba bisa kenal dengan Daniswara.
"Yaitu, buktinya bisa, Mami nggak mau tahu, besok jam 10 pagi uangnya harus sudah di transfer ke rekening Mami." Pungkas Arin. Wanita 55 tahun itu pun masuk ke kamarnya.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
D'wie author
Lha, dia bilang gk dapat untung, taunya dah dpt duluan. Dasar mucikarung.
2023-09-29
0
linda sagita
gila 400 jt
2023-07-09
0
linda sagita
Surti sama gilanya sama arini
2023-07-09
0