"Ayo tembak!" Ketus Dewi menatap nyalang Casanova di depanya. Ia sama sekali tidak takut dengan pria itu.
Casanova tersenyum tipis, ia senang atas keberanian Dewi. Padahal banyak wanita penghuni dunia malam ini antri di ajak tidur olehnya, tetapi Dewi justru menolak. Membentak, memukul, memaki-maki.
"Honey... terlalu sayang jika saya menembak wanita secantik kamu." Kata Casanova lalu memegang telapak tangan Dewi.
"Honey... pegang pistol ini, untuk jaga-jaga jika ada pria selain saya menyentuh tubuhmu. Seperti yang sudah saya tulis di kertas tadi malam, kamu adalah milikku," Kata Casanova, kemudian berlalu pergi.
Dewi tertegun memandangi pistol di tangannya, entah harus berbuat apa. Padahal, jika dia menarik pelatuk pistol tersebut Casanova akan terkapar. Tetapi pria itu sudah ke luar dan mengunci pintu kembali.
Dewi meletakan pistol di bawah bantal. Ia lantas tidur di lantai menggelar selimut yang ia bawa dari rumah. Ia tidak mau tidur di atas, karena terlalu menyakitkan baginya mengingat tadi malam. Yang ada, Dewi tidak akan bisa tidur.
Dini hari di tempat yang berbeda, para pria sedang menyerahkan uang kepada Arin. Tentu mereka membayar dulu sebelum bermain dengan wanita yang sudah dipilih.
"Anda kenapa malam ini tidak bersenang-senang dulu bersama wanita pilihan Anda?" Tanya Arin menatap Casanova yang masih asik dengan rokok yang di jepit antara dua jari. Casanova yang biasanya menggebu-gebu kini tampak tidak semangat. Sudah habis sebungkus rokok yang Casanova itu hisap, hingga menjadi perhatian Arin. Pasalnya Casanova yang satu ini sejak jam 10 tadi betah berada di ruangan.
"Selama tiga hari ini, saya akan melakukan perjalanan bisnis ke luar negeri," Casanova menekan puntung rokok di asbak.
"Lalu?" Tanya Arin. Tidak mengerti apa maksudnya. Padahal Arin tahu jika pria ini memang selalu melakukan perjalan jauh.
"Seperti yang sudah saya katakan kemarin, jangan sampai ada pria yang mendekati, atau sampai menyentuh wanita pilihan saya itu. Jika Mami melanggar, saya tidak main-main akan membakar usahan Mami." Kata Casanova, setengah mengancam.
"Jangan khawatir, saya tidak akan melanggar janji saya. Karena Anda salah satu pria yang membuat saya kaya raya." Jawab Arin, menatap kepergian Casanova itu tersenyum licik. Namanya juga manusia tamak seperti Arin, jika Casanova itu pergi tentu akan senang. Ia bermaksud memberikan Dewi kepada pria lain. Toh, Casanova tidak mengetahui. "Hahaha" Arin tertawa sendiri.
********
Malam berganti pagi, Dewi bangun dari tidur. Dia renggangkan otot yang terasa kaku. Seluruh tubuhnya terasa sakit, tulang-tulang pun ngilu semua. Mungkin karena masuk angin efek tidur di lantai.
Dewi berjalan ke kamar mandi berpegangan tembok, perutnya terasa perih mungkin karena sudah dua hari tidak makan. Terakhir makan ketika di kos Surti saat baru tiba dari Surabaya. Itupun makan bekal yang disiapkan bu Endang.
Dewi mandi air hangat, kemudian shalat subuh. Dia laksanakan sambil duduk karena kakinya terasa gemetar khawatir pingsan lagi. Selesai sholat pandanganya tertuju ke arah meja, menatap kotak yang tadi malam di bawa pria yang ia benci. Dewi hendak berdiri namun tidak kuat lagi, hingga memaksakan diri merangkak menuju meja.
Ia ambil kotak, kemudian membukanya. Ternyata isinya nasi, chicken katsu, daging goreng telur, lengkap dengan saos, dan sayuran mentah. Dewi langsung melahab makanan tersebut entah basi atau tidak, yang penting perutnya kenyang. Tetapi ternyata makanan itu tidak masalah, tentu Dewi habiskan tanpa sisa.
Hari demi hari, Dewi lewati di kamar itu dengan ibadah. Hanya kepada sang pemilik dirinya, Dewi mengadu. Dewi sedikit lega karena sudah tiga malam ini pria itu tidak menampakan batang hidungnya, begitu juga dengan pria yang lain. Namun bukan berarti Dewi tidak bersedih. Bagaimana nasibnya nanti jika tidak segera bebas dari rumah ini. Sementara Ningrum pun tidak lagi datang mengunjunginya. Dewi yakin jika Ningrum tidak bisa kesini.
"Ibu... doakan anakmu," Gumam Dewi sebelum akhirnya tidur.
Di tempat yang berbeda, yakni di ruangan Arin, wanita itu tampak mondar mandir. Sudah tiga hari Casanova kaya tidak datang. Arin merasa rugi, karena kamar yang di tempati Dewi tidak menghasilkan uang.
"Apa aku tempel saja foto Dewi" Arin berbicara sendiri. Dia memegang foto Dewi yang di ambil dari laci. Arin bingung menimbang-nimbang jika ia melangar sudah pasti Casanova kaya akan membunuhnya, tetapi jika Dewi hanya menganggur di kamar, Arin merasa rugi berlipat-lipat.
"Masa bodoh, aku pasang untuk malam ini saja." Arin komat kamit ambil foto Dewi dari laci, kemudian memasukan foto ke dalam album.
"Permisi." Suara pria dari luar kamar.
"Masuk." Jawab Arin sambil menutup album.
"Mau pilih harga standar, mahal, atau yang paling murah?" Tanya Arinta. Begitulah jika menawarkan wanita-wanita.
"Tentu yang paling mahal, saya ini pemilik perusahaan, menginginkan yang luar biasa." Jawab pria meyakinkan Arin.
Arinta tidak tahu jika dua orang itu sedang menyamar hendak membebaskan Ningrum. Pria itu adalah; Argadinata dan Dandi. Orang suruhan Daniswara pemilik perusahaan yang sesungguhnya yang tak lain papa Gayatri.
"Anda mau pilih yang mana? Yang sudah tidak muda lagi tetapi cantik, yang sedang-sedang saja, atau yang baru seminggu ini?" Tanya Arin menunjukkan foto.
"Oh, saya memilih yang agak tua saja, sudah berpengalaman soalnya." Kata Arga berpura-pura, agar lancar misinya. Arga pun membuka lembar demi lembar Album menacari foto Ningrum.
"Saya memilih yang ini saja," Arga merasa lega, karena telah menemukan foto Ningrum.
"Baiklah, wanita ini agak sulit ditundukkan, tetapi jika pria itu seperti Anda, sudah pasti tidak akan menolak." Arin tersenyum. Ia ingin Ningrum segera ada yang menggunakan. Sebab, Ningrum pun sebenarnya membuatnya rugi.
"Gampang cara menundukan wanita seperti ini, tetapi saya ingin membawa wanita ini ke hotel." Kata Arga, seperti Casanova sungguhan.
"Tetapi jika dibawa ke luar, tarif nya berbeda." Gertak Arin, tentu tidak ingin jika Ningrum dibawa kabur.
"Tentu, saya akan membayar dua kali lipat." Arga meyakinkan. Arin pun tersenyum, itu artinya dia sudah setuju.
"Lalu Anda?" Tanya Arin kepada Dandi. Dandi yang niatnya hanya membantu Arga terkesiap.
"Oh, teman saya ini senang yang masih sangat muda." Arga yang menyahut. Dandi menoleh cepat. Arga menginjak pelan kaki Dandi agar mengikuti permainan. Dandi pun akhirnya memilih Dewi.
"Kalau yang ini baru seminggu disini, harganya paling mahal. Satu malam 100 juta." Ucap Arin empuk.
"100 juta?" Dandi lagi-lagi terkejut.
"Jangan khawatir Nyonya, akan saya bayar." Potong Arga. Dandi merasa kesal, akan keputusan Arga, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.
"Tetapi kami tidak biasa membayar tunai, bisa melalui rekening?" Tanya Arga. Dia bukan orang bodoh, tentu itu akal-akalan Arga agar cepat membebaskan Ningrum.
Sesaat Arin diam tampak berpikir khawatir jika pria ini berbohong.
"Jangan khawatir Nyonya, jika saya terbukti berbohong, datangi kantor saya." Arga memberi alamat kantor palsu. Setelah sepakat kemudian keluar.
"Ga, bagaimana ini? Gini-gini gua masih perjaka tingting." Kata Dandi tentu tidak mau jika wanita yang paling muda akan merayunya.
"Loe jangan bodoh! Dari ekspresi foto tadi kalau wanita itu membutuhkan pertolongan." Jawab Arga tidak mau dibantah. Kedua pria itupun berpisah. Jika Arga mencari kamar Ningrum. Dandi mencari kamar Dewi.
Begitu menemukan nomor kamar yang di tunjukkan Arin, Dandi membuka kunci. Tiba di dalam netranya menangkap sosok wanita yang sedang meringkuk di lantai.
Dewi yang tidurnya tidak bisa pulas segera bangkit dari tidurnya, ketika mendengar pintu dibuka.
"Keluar! Jika tidak, peluru ini akan bersarang di tubuh Anda!" Dewi menodongkan pistol.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
D'wie author
Moga-moga usaha loe emg beneran dibakar si kain kasa. 😠
2023-09-29
0
D'wie author
usaha (kelebihan huruf n).
2023-09-29
1
linda sagita
dasar si Arin gila, otak serakah.
2023-07-09
0