"Anda siapa?" Tanya Dewi, ketika membuka pintu yang datang pria tampan. Pria itu sesaat mematung di pintu, mungkin terkejut karena ada wanita di rumah Dandi. Atau ada apa hanya pria itu yang tahu.
"Dandi Ada?" Tanya pria itu mengabaikan pertanyaan Dewi. Belum disuruh masuk langsung nyelonong melewati Dewi, kemudian duduk santai di kursi. Pria itu sepertinya sudah biasa datang.
"Ada Bang, tetapi sedang mandi." Jawab Dewi. Dewi bergegas ke dapur merebus air hendak membuat teh.
"Bikin apa Wi?" Tanya Dandi, setelah keluar dari kamar mandi.
"Saya mau bikin teh manis untuk tamu boleh kan, Bang?" Dewi menoleh Dandi yang masih menggosok-gosokkan kakinya di atas keset.
"Boleh dong, sekalian buat kita." Dandi menjawab sambil berlalu, kemudian menemui sosok pria di ruang tamu. Dandi langsung bergabung.
"Sudah lama Ga?" Tanya Dandi, rupanya pria itu adalah Argadinata.
"Baru Saja tiba. Ngomong-ngomong... cewek tadi yang loe bebasin tadi malam." Tebak Arga pelan. Dandi mengangguk lalu menanyakan tentang Ningrum. Arga mengatakan bahwa Mak Ningrum pun sudah berada di rumah.
"Ada apa loe telepon gw?" Tanya Arga. Saat subuh sudah mendapa telepon dari Dandi.
"Masalah gadis itu bagaimana Ga, nggak mungkin kan gua nampung Dia lama-lama disini, bisa-bisa gw di gerebek warga." Dandi tampak risau.
"Mendingan loe kawini saja Dia" Kelakar Arga. Dahinya langsung kena toyor Dandi. Dandi kesal bicara serius malah di tanggapi dengan candaan.
"Kalau gitu tinggal sama loe saja, rumah loe kan luas," Usul Dandi meledek balik sahabatnya. Kali ini gantian Arga yang menjitak kepala Dandi. Intinya dua pria itu tidak mau jika Dewi tinggal bersamanya, khawatir ada fitnah.
Mereka tidak tahu jika Dewi menguping pembicaraan mereka. Dewi yang sudah keluar hendak meletakan minum kembali mundur berhenti di depan kamar.
Ia menyusut air matanya, tidak bisa menyalahkan dua pria itu. Dewi pun akan ambil keputusan tidak mungkin dia merepotkan orang yang sudah menolongnya.
"Tetapi gua heran Ga, sebenarnya siapa Dewi. Loe tahu nggak? Kalau Dia itu memiliki pistol," Tutur Dandi. Sebenarnya pistol itu bukan mainan, melainkan asli. Jika Dandi mengatakan pada Dewi bahwa pistol itu mainan hanya pura-pura.
"Pistol?" Arga terkejut.
"Minumnya Bang." Kedatangan Dewi menghentikan obrolan mereka. Dewi lantas meletakan tiga gelas teh yang masih ngebul.
"Terimakasih Wi, kamu duduk sini, kita ngobrol ngobrol," Kata Dandi. Dewi pun akhirnya bergabung.
"Maaf Bang, saya sudah merepotkan. Jika di dekat sini ada kontrakan kosong, saya mau kontrak saja" Papar Dewi bermaksud menjual cicin pemberian Firman.
"Kontrak?" Tanya dua pria itu serentak menatap Dewi yang sedang menunduk memutar-mutar cincin di jari manisnya. Arga dan Dandi terkejut lalu saling pandang.
Tidak ada pilihan lain bagi Dewi selain menjual cincin itu. Dompetnya sudah diambil oleh Surti, bagusnya ktp ia simpan di saku celana jins.
"Maaf ya Wi, bukan saya tidak mau kamu tinggal disini. Tetapi kamu wanita tentu tidak pantas" Kata Dandi hati-hati.
"Saya mengerti Bang." Dewi menjawab pendek.
"Atau... kamu saya antar pulang saja, Wi" Usul Dandi menatap Dewi merasa iba. Pasalnya, sesekali Dewi menyusut air matanya. Kulitnya yang putih, menyebabkan hidung Dewi memerah.
"Tidak" Tolak Dewi menggeleng cepat. Pulang kampung pun rasanya tidak mungkin. Dewi sudah terlanjur malu dengan keluarga. Lagi pula, Dewi belum mempunyai keberanian bercerita kepada Firman bahwa ia bukan Dewi yang dulu lagi. Jika ingat itu air mata Dewi pun jatuh.
Dewi pasti akan jujur kepada Firman, tetapi tidak sekarang. Melainkan bila sudah tenang nanti.
"Sekarang begini saja, daripada kamu kontrak rumah, sebaiknya tinggal di rumah Mak Ningrum saja." Saran Arga, yang awalnya diam kini buka suara.
"Mak Ningrum? Apa yang kemarin menjadi korban penyekapan juga?" Tanya Dewi wajahnya yang awalnya mendung mulai cerah.
"Iya, kemarin beliu bercerita tentang kamu," Tutur Arga. Dewi pun mengikuti saran Arga tinggal bersama Mak Ningrum. Ia bertekat akan mencari pekerjaan apapun itu.
*************
Brak!!
Tengah malam di salah satu rumah yang dihuni oleh manusia jilmaan set*an. Walaupun aura menyeramkan hampir terjadi setiap malam, tetapi kali ini ada yang lebih menyeramkan lagi.
Tangan kekar menggebrak meja, mata yang berwarna merah itu melotot tajam, pria itu marah tidak terkendali. Pasalnya, wanita di hadapannya tidak mau mendengarkan peringatan darinya.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
D'wie author
Rasain loe mucikarung, kena loe!
2023-09-29
0
Nur Hidayah
Siapa yg marah itu?
2023-07-08
0
Eka elisa
waduh... mstr x.. itu spa mak...
ko serem bgt.. kpok arin kna smprot tu Mstr x.....
2023-07-07
1