Dewi tidak mau meladeni para ibu-ibu yang menjadikan dirinya bahan ledekan maupun hinaan. Ia memilah-milah sayuran agar tampak segar dan memudahkan pembeli untuk memilih.
"Dewi... Dewi! Kenapa kamu tidak mau minta pekerjaan Surti saja sih, malah memilih jual diri!" Cibir salah satu Ibu berkulit dekil.
"Jangan salah Bu, jual diri itu lebih cepat dapat duit, kan setiap malam dapat bayaran." Ibu yang paling kurus menimpali.
"He,em" Ibu yang rambutnya acak-acakan mencebik.
"Iya, sok polos! Sok alim, tapi nyatanya? Huh!" Dengus seorang ibu.
Kelima wanita yang belum mandi itu terus mengolok-olok, menjatuhkan harga diri Dewi hingga ke dasar jurang.
"Maaf Bu, jika ibu tidak tahu yang sebenarnya, lebih baik tidak usah bicara. Ibu-ibu pasti tidak tahu kan? Kalau Surti saat ini sedang meringkuk di penjara." Beber Dewi. Sabar ada batasnya, toh akhirnya Dewi bicara juga. Bukanya bermaksud mengumbar aib orang, tetapi Dewi juga perlu membersihkan namanya.
"Dewi, kamu jangan mencari kesalahan Surti hanya untuk menutup keburukan kamu!" Bantah tetangga Dewi.
"Yah... terserah Ibu mau percaya atau tidak, itu hak ibu. Tetapi perlu ibu tahu, Surti di penjara karena banyak kasus. Menculik gadis-gadis, lalu di jual termasuk saya, terlibat pencurian kendaraan, dan entah berapa kejahatan lagi yang Surti perbuat." Papar Dewi panjang lebar, namun masih berkata sopan, sebab yang di ajak bicara sepantar ibunya semua.
"Nggak percaya!" Ketus tetangga Dewi yang rumahnya tepat di sebelahnya, melengos kesal.
"Lebih baik kita tidak usah belanja di sini, ibu-ibu... kita belanja di tempat lain saja." Tetangga Dewi memprofokasi teman-temannya.
"Ayo" Mereka semuanya pergi meninggalkan Dewi yang sedang sedih menatap sayuran hingga kini belum ada yang membeli.
"Loh, pelanggan kita pada kemana Wi?" Tanya bu Endang terkejut mendapati sayuranya masih numpuk.
"Dewi minta maaf Bu, gara-gara aku para pembeli kabur semua," Kata Dewi sendih.
"Sudah sayang... rezeki sudah ada yang atur. Kalau nggak laku di rumah, ibu jual keliling ke tetangga sebelah saja." Bu Endang menjawab santai.
"Iya Bu, kalau gitu biar Dewi saja yang menjual keliling." Dewi tentu kasihan kepada ibunya.
"Jangan Dewi, kamu kan lagi hamil." Cegah bu Endang. Anak dan ibu itupun berdebat, dan pada akhirnya sang ibu mengijinkan anaknya jualan.
Tidak mau di bantah lagi, Dewi menata sayuran ke dalam gerobak. Ia ganti baju dasternya dengan training, mengikat rambut panjangnya tidak lupa mengenakan topi.
"Aku berangkat Bu, doakan laris." Pamit Dewi semangat.
"Aamiin..." Jawab bu Endang, menatap putrinya yang mendorong gerobak, air mata nya bercucuran. Mengapa nasib anaknya menjadi seperti ini? Bu Endang pun bergegas ke dapur melanjutkan memasak.
Pagi berganti siang terik matahari membakar kulit putih Dewi menjadi merah. Sudah berkeliling sejak pagi sayuran tidak ada yang membeli.
Warga yang menghampiri bukan ingin membeli, tetapi justeru mengatai Dewi wanita murah. Dengan rasa letih mendorong gerobak pikiran Dewi melalang buana. Kini Dewi kena sangsi sosial, dan yang menjadi pertanyaan adalah; Siapa orang yang telah menyebar berita kehamilannya.
Apa mungkin bu Laras? Setahu Dewi sejak kemarin hanya keluarga dia yang tahu. Tetapi Dewi tidak mau berburuk sangka. Ia hanya pasrah menerima perlakuan seperti ini.
Allah tidak tidur suatu saat nanti akan menunjukkan siapa yang benar maupun yang salah.
"Eh itu kan Dewi?" Tanya lima orang pria yang nongkrong di pinggir jalan, dan masih terdengar oleh Dewi.
Dewi menoleh pemuda berandalan itu sekilas, namun tidak menghiraukan. Sebab Dewi tahu, jika kelima pemuda itu tidak ada yang baik sama sekali.
"Dewi..." Lima pemuda menghadang langkahnya berdiri di depan gerobak. Mereka meneguk saliva, membayangkan jika bisa tidur dengan wanita cantik di depanya.
"Permisi, saya mau lewat." Dewi hendak mendorong gerobak tetapi di tahan oleh mereka.
"Mau kemana cantik?" Tanya salah satu pria menjilati bibirnya sendiri, sungguh menjijikan bagi Dewi. Dua orang diantaranya mendekati Dewi mencekal tangan Dewi sisi kiri dan kanan.
"Lepas! Mau apa kalian? Saya tidak pernah mengganggu kalian, Kan!" Dewi menarik-narik tanganya.
"Mari kita bersenang-senang Dewi." Jawab pria itu. Menarik tangan Dewi, disusul ketiga temannya.
"Toloong... tolooong..." Teriak Dewi tetapi tidak ada orang keluar dari rumah untuk membantunya. Dewi pun akhirnya dibawa pergi ke rumah kosong
"Lepas...!!!" Pekik Dewi. Ketika tiba di rumah kosong, pria itu hendak membuka pakaian Dewi dengan cara tarik sana sini.
"Dewi, kamu jangan sok jual mahal, bukankah kamu di Jakarta sudah di gagahi para pria? Hahaha." Mereka terbahak-bahak.
Ciih!
Dewi meludahi salah satu pria membuat mereka kalap.
"Brengsek!"
Kreekk...
Mereka tarik kaos Dewi hingga robek. Dewi jatuh duduk, menarik robekan kaos untuk menutupi bagian dadanya.
"Ayo kawan, kita pesta hari ini. Hahahaha..." Kelima pria berdiri melingkar membuat Dewi hanya bisa menangis.
"Tolong lepaskan saya... hu huuuu..." Dewi tergugu.
"Ayo cantik, layani kami satu persatu." Kata pria itu sudah na*su ingin mencicipi tubuh Dewi.
Takut, itulah perasaan Dewi kini. Perbuatan Casanova pun membuatnya trauma hingga kini, tetapi kelima pria ini akan melakukan hal yang sama.
"Aku dulu kawan! Nanti kita bergilir." Kata pria hendak menyalurkan hasratnya.
Buk!
Satu pukulan keras mengenai tengkuk pria yang hendak melecehkan Dewi. Pria itu jatuh tersungkur, bersamaan dengan itu Dewi pun jatuh pingsan.
"Kalian ingin seperti teman mu itu?!" Sang penolong menyeringai, mendekati ke empat anak berandalan.
"Brengsek!" Ke empat anak berandalan marah membara melihat salah satu temanya tidak berdaya.
Buk buk buk!
4 pria menyerang si penolong main keroyok, tetapi sang penolong menangkis serangan mereka dengan mudah. Perkelahian terjadi dengan sengit.
Braak!!
Tendangan kaki si penolong mengenai perut berandal, hingga jatuh membentur kursi. Tiga orang lainnya menyerang membabi buta. Namun, sia-sia saja. Pasalnya si penolong tenaganya seperti Tarzan.
Salah satu dari pria tersebut menghunus pisau di acungkan ke arah penolong Dewi. Belum sampai pisau mencium tubuh penolong. Kakinya bergerak lebih cepat menendang tangan berandalan hingga pisau pun terpental jauh.
Mata si penolong mengerling kiri kanan waspada, salah satu berandalan mengangkat kursi usang hendak memukul kepala si penolong.
Braak!
Senjata makan tuan, si penolong mendorong salah satu berandal hingga mereka saling berbenturan. Sudah jatuh tertimpa kursi, membentur meja pula, itulah nasib keduanya.
"Kamu ingin menyusul keempat temanmu itu?!" Tandas si penolong mengangkat kerah kaos salah satu pria yang hanya bisa menonton kedua temannya bersimbah darah.
"Ampun Mas, saya kapok Mas." Pria itu pun lari terbirit-birit setelah si penolong Dewi melepas cengkeraman tanganya. Berandalan meninggalkan ke empat temanya yang sebenarnya membutuhkan pertolongan dirinya.
Tidak buang waktu lagi bagi si penolong segera melepas jaketnya memakaikan ke tubuh Dewi. Si penolong menggendong Dewi meninggalkan tempat itu.
...~Bersambung~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Elisanoor
Duh degdegan
2023-09-30
1
linda sagita
itu karena ulah Surti tau....., wanita itu yg menyebabkan Dewi sengsara
2023-07-19
1
mom mimu
kira2 yg nolong Dewi bang firman atau mas Bram ya 🤔🤔🤔
2023-07-15
0