"Keluar... jika tidak! Pistol ini akan saya tarik pelatuk nya." Ancam Dewi. Bak wonder women, menodongkan pistol dengan tatapan mata tajam.
"Tunggu dulu, akan saya jelaskan." Dandi mengangkat dua tangannya, tanda menyerah. Mendengar ancaman Dewi, Dandi bisa menarik kesimpulan bahwa Dewi memang membutuhkan pertolongan.
"Kedatangan saya kesini bukan mau apa-apa, tetapi saya ingin membebaskan kamu. Sumpah," Dandi mengangkat kedua jari.
Perlahan Dewi menurunkan pistol, dari tatapan mata Dandi. Dewi menangkap ada kejujuran disana.
"Saya tidak mengenal Anda, tetapi mengapa Anda hendak membebaskan saya?" Tanya Dewi tidak begitu saja percaya.
"Sa-saya..." Dandi bingung entah mau alasan apa. Jika menceritakan masalah Ningrum, ceritanya akan panjang. Dandi tidak ada waktu lagi.
"Kenapa Anda tidak bisa menjawab? Anda itu sama seperti mereka, pria yang suka melecehkan wanita!" Dewi kembali mengangkat pistol.
"Saya anggota kepolisian," Jawab Dandi asal.
"Darimana kamu mendapat pistol itu? Tidak boleh sembarangan orang memiliki benda itu, jika tidak memiliki surat ijin." Dandi menasehati Dewi. Dewi akan kena masalah dengan pistol yang ia pegang.
Dewi menatap pistol itu gentar. Tentu ia tidak mengerti tentang kepemilikan pistol tersebut. Tidak Dewi sadari, Dandi tersenyum. Dewi mulai kepancing kata-katanya.
"Berikan pistol itu kepada saya." Pinta Dendi.
Dewi lalu memberikan pistol kepada Dandi. Entah mengapa Dewi percaya begitu saja. Sebab, fostur tubuh Dandi yang tinggi tegap itu, membuat Dewi tidak ragu lagi jika pria itu memang polisi.
"Hahaha..." Tawa Dandi terbahak-bahak setelah meneliti pistol tersebut.
"Kenapa Anda tertawa?" Tanya Dewi tidak mengerti.
"Kamu rupanya cuma menakut-nakuti saya, pistol ini hanya pistol mainan." Dandi kembali tertawa, tetapi Dandi kagum ide Dewi perlu diacungi jempol. Demi menyelamatkan dirinya, otak Dewi cemerlang. Dandi tidak tahu jika pistol itu pemberian Casanova.
"Pistol mainan?" Dewi kembali bertanya.
"Sudah, jangan banyak buang waktu, sekarang bereskan barang-barang kamu. Kita akan segera pergi dari sini." Titah Dandi.
Dewi hanya mengangguk, kemudian mengemasi pakaian memasukan ke dalam tas. Setelah tidak ada yang tertinggal, Dewi di gandeng Dandi keluar kamar. Dewi hendak melepas tangan Dandi rasanya risi di pegang pria.
"Ikuti permainan saya. Jika tidak, kamu tidak akan berhasil lolos," Tegas Dandi menggerakkan telunjuk di depan mata Dewi. Dewi tidak menyahut merelakan telunjuk nya di pegang pria yang baru di jumpai itu.
"Mau kemana kalian?" Tanya dua pria bertubuh gempal menghadang langkah Dandi. Dandi membisikan sesuatu di telinga pria itu. Penjaga menganggukkan kepala.
"Ini untuk beli rokok," Dandi memberikan selembar uang warna merah, kemudian keluar dengan aman menuju parkiran.
"Naik." Kata Dandi, sambil membungkuk meletakan tas Dewi di depan.
"Terimakasih." Jawab Dewi, lalu membonceng motor Dandi. Ia pasrah akan dibawa kemana oleh pria itu. Kalau pun keluar dari kandang macan, lantas masuk ke kandang singa, mungkin sudah nasib. Pikir Dewi. Di atas motor saling diam, hingga mereka tiba di rumah kontrakan petakan.
"Malam ini kamu tidur di kamar saya, biar saya tidur di kursi." Kata Dandi. Besok pagi-pagi Dandi akan menghubungi Arga. Membicarakan akan tinggal dimana Dewi. Tidak mungkin Dandi membiarkan Dewi tinggal di kontrakan. Bisa-bisa orang menyangka bahwa Dandi kumpul ke*bo.
"Saya saja yang tidur di kursi Pak polisi." Kata Dewi polos. Dandi yang sedang membantu membawa tas Dewi menatap Dewi cepat. Dandi terkejut dengan panggilan Dewi kepadanya.
"Saya sebenarnya bukan polisi." Jawab Dandi pendek.
"Lalu, Anda ini siapa? Mengapa bisa menolong saya?" Cecar Dewi.
"Sekarang sudah hampir pagi, sebaiknya kamu tidur, besok baru kita bahas lagi." Kata Dandi lalu keluar dari kamar sambil membawa satu bantal meninggalkan Dewi.
"Tunggu Bang." Panggil Dewi merubah panggilan. Bukan Pak lagi.
"Apa." Jawab Dandi membalikan badan, setelah melempar bantal ke kursi.
"Saya mau numpang toilet boleh nggak?" Tanya Dewi. Kali ini Dewi sudah tidak bicara ketus lagi. Dia yakin siapapun Dandi yang jelas pria yang menolongnya itu baik. Nyatanya Dandi rela tidur di kursi.
"Kamar mandi saya di dapur." Jawab Dandi singkat.
Dewi tergesa-gesa ke kamar mandi dapur, karena sudah kebelet. Setelah selesai, memindai sekeliling kamar mandi. Tampak CD milik Dandi masih menggantung di paku. Namun Dewi tidak mempermasalahkan. Namanya laki-laki memang suka begitu.
Ingat celana di gantung. Dewi seketika ingat kedua adiknya. Mereka selalu demikian, tidak jarang benda keramat itu tertinggal di kamar mandi. Hampir setiap hari mereka berebut kamar mandi, tidak terasa air bening menetes.
Andai saja Dewi tidak nekat pergi, tentunya saat ini masih di rumah dan keesokan harinya akan berebut kamar mandi. Namun begitu selesai mandi akan tertawa-tawa lalu sarapan bersama.
Tok tok tok.
Ketukan pintu menyadarkan lamunan Dewi, segera ia membukanya. Tampak Dandi yang sudah salin baju berdiri di depan pintu.
"Hai... kamu di kamar mandi lama sekali, saya pikir ketiduran," Kelakar Dandi. Namun begitu melihat mata Dewi memerah, Dandi tidak berkata-kata lagi.
Dandi membiarkan Dewi berlalu, kemudian tanganya menggapai kenop pintu. Tidak sengaja pandangan tertuju pada pakaian dalam yang masih menyangkut di paku.
"Astagfirullah..." Dandi merasa malu lalu cepat-cepat ke kamar mandi menyembunyikan sarang burungnya.
Sementara Dewi segera tidur tidak lupa mengunci pintu. 4 jam sudah, Dewi terlelap bahkan tidak mendengar suara adzan. Baru kali ini Dewi tidur dengan tenang, kendati mulai tidur sudah dini hari. Wajar, selama di sekap, Dewi tidak bisa tenang.
Selesai sholat, Dewi menatap kursi, tetapi tidak ada pria yang belum Dewi kenal namanya itu. Dewi lantas ke kamar mandi membersihkan tubuhnya. Begitu selesai, Dewi mendengar suara ulekan beradu segera menuju dapur, mencari sumber suara.
"Abang memasak? Boleh saya bantu?" Dewi menghampiri Dandi yang sedang jongkok di lantai mengulek bumbu.
"Memang kamu bisa memasak?" Dandi balik bertanya, namun tidak menatap Dewi. Ingat sarang burungnya yang masih menyangkut tadi malam malu sendiri.
"Tergantung sih Bang, kalau hanya masakan sehari-hari saya bisa."
"Tidak usah di bantu, kamu istirahat saja," Tolak Dandi mengumpulkan bumbu di cobek dengan sepatula, kemudian dengan terampil mengolah ayam.
Dewi menatap Dandi salut juga, ternyata pria itu pintar memasak.
"Oh iya, kita belum kenalan. Nama saya Dendy Sudandi. Tetapi orang biasa memanggil saya Dandi. Lalu nama kamu siapa?" Tanya Dandi. Menoleh Dewi yang sedang berdiri di sebelahnya.
"Nama saya Dewi Sugita. Biasa dipanggil Dewi." Papar Dewi. Dua remaja itupun ngobrol panjang lebar. Dandi ternyata orangnya ramah dan sopan memperlakukan wanita. Hingga masakan matang, Dandi kemudian mandi. Sementara Dewi menyandak sapu membersihkan lantai.
Tok tok tok.
"Assalamualaikum"
Mendengar salam dari luar, Dewi menjawab lalu ke depan hendak membuka pintu.
...~Bersambung~...
"Buna mau tanya, lanjut nggak ini?? 😁😁😁 Kalau nggak ya sudah. Buna mau istirahat dulu untuk sementara waktu.😭😭😭.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Jetty Eva
sarang burung menggantung di paku😁😁😁
2025-02-15
1
Elisanoor
sarang
2023-09-30
1
linda sagita
pasti si Dandi melihat benda keramat 🤭
2023-07-09
1